Habit sebagai Content Curator harus Dikembangkan

“Sering munculnya hoax karena warganet Indonesia cenderung menjadi content aggregator, yang terbiasa langsung membagi informasi tanpa cross-check dulu kebenaran informasinya. Apalagi orang kita umumnya tidak suka membaca. Jadi baru melihat berita/informasi sedikit langsung share. Padahal, seharusnya berita tersebut dikurasi dulu kebenaran faktanya, dari sumber terpercaya atau tidak.”

Demikian komentar Myrna Soeryo, Managing Partner Arka Media Network sekaligus Chief Communication Officer Womanation.id ketika ditanyakan tentang tren komunikasi di era digital saat ini. Menurutnya, seiring dengan berkembangnya tren tersebut, peran digital PR menjadi sangat penting. Untuk itu, fungsi PR sekarang tidak bisa sekadar membuat press release tetapi juga harus berevolusi sesuai dengan perkembangan zaman.

“PR juga harus berevolusi ke arah digital. Perubahan yang terjadi di dunia media, seperti banyaknya media cetak yang tutup atau pindah haluan menjadi media online, sedikit-banyak berdampak ke PR. Oleh karena itu PR harus berevolusi ke dunia digital. Kalau dulu yang penting PR membuat press release yang berisi data dan informasi, sekarang PR juga harus mempertimbangkan isi kontennya. Dari kata-kata yang dimuat, search engine optimization (SEO)-nya harus ketangkep sama Google. Sehingga PR harus belajar optimization juga,” terang mantan Associate Director di agensi PR Edelman itu.

Sebagai sosok yang memiliki pengalaman di bidang PR lintas industri, ia yakin bahwa setiap stakeholders bisa menjadi content creator, content aggregator, sekaligus content curator. Habit sebagai content curator, katanya, memang belum berkembang di kalangan warganet Indonesia. Karena kita cenderung maunya siapa yang paling cepat (aggregat) menyebar informasi. “Untuk itu, mulailah bersikap waspada dan menjadi kurator sebelum berbagi informasi,” pungkas Myrna.