Brand harus mengikuti kemana TargetAudience (TA)-nya pergi, kata Irzalisa Irsjafri, DeputyGMofMarketing Alternative Media Group (AMG). Jadi, tidak cukup hanya “mencuri” awareness TA di media televisi atau mobile media. Out of Home (OOH) media, katanya, menjadi alternatif agar brand selalu berada dekat dengan TA, ketika berada di mal, bandara, stasiun, atau di tengah keramaian lainnya. Dan, Lisa, demikian Irzalisa biasa disapa, pernah berada di posisi marketer kedua jenis media tersebut, sehingga dia paham sekali plus minus masing-masing media.
Bergabung dengan AMG pada Februari 2015, Lisa mengatakan bahwa pada era disrupsi, media OOH tidak cukup berupa billboard atau videotron semata. Supaya lebih powerful, media OOH harus terkoneksi dengan digitalscene milik TA. Jadi ini berkaitan dengan konten media. “Inovasi inilah yang saat ini sedang kami kampanyekan,” kata Lisa dalam obrolan santai pada satu siang di kawasan Jakarta Pusat. “Jadi, nanti influencer di platform IG bisa diintegrasikan OOH. Influencer ini bisa saja bukan artis, tapi KOL (Key Opinion Leader) yang sangat berpengaruh,” katanya.
Perkembangan dunia media juga menuntut AMG menyediakan alternatif layanan yang lebih kreatif. “Karena itu kami ada creativebranding di berbagai media, mulai dari card board di toilet, mushola, lift, ruang ganti gym, bahkan ada layanan activation di officebuilding, dan officetoofficeactivation untuk mendekatkan brand,” tutur marketer yang pernah berkarir di ANTV, TV7, dan Mobi Ads Fortune Indonesia ini.
Meskipun mobilemedia makin berkembang, Lisa optmistis bisnis OOH juga akan semakin prospektif. “OOH itu challenging, masih bisa berkembang. Dengan catatan, harus diiringi dengan inovasi-inovasi. Potensinya besar. Lihat saja, sekarang makin banyak pemain yang masuk di industri jasa ini,” katanya. Apalagi OOH memanfaatkan idle time orang-orang ketika beraktivitas. “Jadi dengan kreativitas yang tepat, dan waktu tepat, pesan yang dikirimkan via OOH bisa masuk (ke TA),” tutupnya.