Sebagai sarjana Public Relations Stamford College, Singapura, dan dengan pengalamannya sebagai Public Relations Officer Hotel Panghegar Bandung, Renitasari semakin mantap menjalani posisinya sebagai Direktur Program Bakti Budaya Djarum Foundation sejak Januari 2011 lalu.
Renitasari
Diperkaya dengan pengalamannya di dunia marketing—sebagai Product Manager Carlsberg Beer, membuat kebijakan Renitasari dalam menangani program Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan rokok terbesar di Indonesia itu sedikit berbeda.
Dalam pandangan perempuan ayu kelahiran 38 tahun silam ini, untuk membangun corporate brand, program CSR selain harus bisa memberikan value positif bagi khalayak, juga harus memiliki konsep dan tujuan yang berdampak kepada korporat, diselenggarakan berkesinambungan, dan unik, tidak ikut-ikutan alias me too, seperti halnya aktivitas merek yang biasa diselenggarakan divisi pemasaran produk.
Lebih penting lagi, lanjutnya, program CSR harus memiliki identitas yang khas dan diketahui khalayak. “Dengan identity ini, setiap kali Djarum Foundation menggelar event, khalayak akan tahu bahwa ini program milik Djarum, bukan corporate yang lain,” katanya khas seorang marketer.
Menurut Nita, demikian dia biasa disapa, ada korelasi erat antara event budaya dan brand korporat yang menyelenggarakannya. Lewat kegiatan budaya, katanya, dia ingin brand Djarum tidak hanya dikenal sebagai produsen rokok, tapi juga perusahaan yang punya kepedulian melestarikan budaya Tanah Air.
Sejak 1992 Djarum Foundation telah menggelar lebih dari 1.000 kegiatan budaya di berbagai kota di Tanah Air seperti pentas Teater Koma Sie Jin Kwie, Jakarta Love Riots, Ali Topan The Musical, Opera Diponegoro, dan paling anyar pentas Gatotkaca Jadi Raja yang akan dipentaskan lima kali hingga September 2012.
1 thought on “Renitasari dan Event Budaya Djarum”