Bagi Wynne Lukman, berkarir di PT Johnson & Johnson Indonesia selama empat tahun adalah proses learning by doing. Sebagai brand manager Johnsons's sekaligus sebagaiseorang ibu, katanya, dia jadi lebih memahami kebutuhan seorang ibu akan produk Johnson & Johnson.
“Saya senang sekali dipercaya memegang brand Johnson’s dalam satu tahun terakhir ini. Saya jadi tahu masalah-nya apa, struggling-nya gimana. Dan saya juga sudah membuktikan sendiri kalau kualitas produk Johnson’s ‘tidak main-main’ karena semua berbasis pada penelitian, jadi saya semakin percaya dengan apa yang saya lakukan di sini,” ujar Wynne yang sebelumnya memegang brand Listerine.
Wynne adalah lulusan S2 administrasi bisnis dari Universitas Southhampton, Inggris. Sejak kelulusannya ia memutuskan untuk melanjutkan karirnya di bidang consulting dan marketing. Sebelum bergabung di PT Johnson & Johnson Indonesia pada 2014, ibu dari satu anak itu sempat mengikuti Management Development Program di Kalbe International, menjadi Brand Development Extra Joss di PT Bintang Toedjoe, Product Manager Alpenliebe & Chupa Chups di Perfetti Van Melle, dan menjadi konsultan di Survitec Group.
Lalu apa tantangan Wynne mengembangkan brand Johnson’s di Indonesia? Sebagai brand yang berdiri sudah 125 tahun di dunia, ekuitas merek Johnson’s jelas sudah kuat. Meskipun sekarang semakin banyak merek perawatan bayi yang bermunculan dan mengklaim ‘ini-itu’, katanya, Johnson’s tidak berubah dan tetap menjadi perusahaan yang memiliki integritas tinggi.
Memiliki integritas tinggi maksudnya, Johnson & Johnson tidak berani mengklaim sesuatu jika tidak berbasis studi, apalagi sampai mencantumkan klaim tersebut di kemasan produk. “Johnson’s ingin memastikan produk yang sampai ke konsumen itu memang yang terbaik tanpa harus ada ‘embel-embel’ tambahan di kemasan.”
Tantangan lainnya adalah bagaimana mengedukasi konsumen terus menerus soal kualitas produk, sehingga konsumen tidak menilai produk Johnson’s premium dan mahal, pungkas Wynne.