Mengapa Bila Toko Berfokus pada Produk itu Salah?

Dalam film klasik Field of Dreams, karakter Kevin Costner dihantui oleh sebuah suara instruksi berulang kali, "Jika Anda membangunnya, dia akan datang." Pernyataan itu terbukti benar karena hantu yang diharapkannya memang datang. Dalam konteks industry retail, banyak proposisi peritel saat ini yang mengikuti filosofi serupa, meski dalam kasus ritel yang dimaksud mereka itu adalah kolektif "dia" atau konsumen yang masih senang datang toko dan bermain-main di selasar toko.

Tapi bagaimana pendekatan yang harus dilambil pengecer ketika mereka harus beroperasi dalam kondisi pasar yang paling dinamis namun menantang saat ini? Perkembangan ritel online dan inovasi teknologi baru yang sedang berlangsung yang melibatkan promosi digital telah mengubah wajah bisnis ritel. Kombinasi teknologi yang meningkatkan sifat global dari bisnis ritel, dan tekanan persaingan membuat peritel terdesak untuk menciptakan proposisi nilai yang berkelanjutan. Mimpi pengecer lebih dari sekadar pertempuran. Makin luasnya kehadiran Target dan Walmart, rue21 dan Lowe baik online maupun offline, membuat pedagang yang baru muncul merasa sulit untuk mendekati konsumen dengan cara sederhana seperti harga.

Jalan itu kini berubah karena gangguan yang diakibatkan oleh perubahan di semua saluran dan inovasi teknologi. Peritel hari ini, bagaimanapun, menghadapi lingkungan yang selalu berkembang dan semakin kompetitif di mana konsumen memiliki kekuatan yang tak tertandingi. Mereka menggunakan ponsel untuk memeriksa harga, dan di mana produk tersedia dari pedagang khusus online yang dapat bersaing berdasarkan kemudahan dan beragamnya.

Suatu saat Ron Johnson yang saat itu menjabat sebagai VP Senior untuk operasi ritel Apple Inc, berkata kepada Steve Jobs, bos Apple, bahwa toko ritel yang dibuat Apple saat itu semuanya salah. Dalam perjalanan mereka ke pertemuan perencanaan mingguan, Johnson berpendapat bahwa toko-toko itu terlalu fokus pada produk. Dia percaya bahwa toko-toko itu harusnya dibangun untuk menciptaan pengalaman pelanggan. Produk tidak penting. Jika orang melihat toko Apple menyediakan musik dan film, maka toko Apple harus menyediakannya. Beberapa menit setelah mereka tiba di pertemuan tersebut dan meskipun mereka baru berbulan-bulan meninggalkan lokasi pertama, Jobs mengumumkan kepada tim bahwa Johnson akan memimpin pemikiran ulang desain toko Apple.

Pada akhir tahun itu, toko Apple berkembang menjadi dua puluh lima lokasi di Amerika Serikat. Dalam dua tahun, operasi ritel telah melampaui penjualan tahunan sebesar $ 1 miliar. Penjualan toko Apple yang kalau dinilai biayanya mencapai lebih dari $ 4.500 per kaki persegi, jauh lebih besar daripada pengecer lainnya. Para pemilik mall secara aktif berebut menarik Apple ke mal dan ruang ritel mereka di seluruh dunia. Ini karena mereka percaya bahwa kemungkinan sukses besar toko Apple sepertinya tidak dapat dielakkan. Awalnya, bagaimanapun, analis dan kritikus cukup skeptis atas potensi perusahaan sebagai pengecer. Mereka percaya bahwa produsen yang mengelola toko kecil dengan persediaan terbatas, ketergantungan yang besar pada e-commerce, dan pendekatan penjualan yang tidak agresif akan berjuang di pasar elektronik ultra-kompetitif. Meskipun demikian, visi Johnson untuk tipe toko ritel yang baru terbukti merupakan kesuksesan yang melegakan.

Bagi Amerika Serikat yang perekonomiannya sangat bergantung pada keberhasilan pengecer dan kekuatan belanja konsumennya, jatuh bangunnya peritel sangat dipedulikan. Karenanya pemerintah berusaha keras menciptakan iklim yang sehat bagi bisnis ini. Namun, bagaimana pengecer menciptakan nilai bagi pelanggan mereka? Untuk sebagian besar maksudnya ini telah dicapai dengan merampingkan operasi dan selama beberapa dekade fokus pada pemotongan biaya dan daya saing harga. Saat ini, pengecer menyadari bahwa mereka perlu menemukan cara baru untuk membedakan diri mereka dan menarik belanja konsumen. Proposisi Nilai Ritel Amerika memberikan kerangka untuk membangun diferensiasi dan membangun keunggulan kompetitif yang melampaui potongan harga.

Kerangka kerja inilahyang menjadi dasar pembahasan dalam buku The American Retail Value Proposition: Crafting Unique Experiences at Compelling Prices ini. Buku in ditulis berdasarkan penelitian yang dilakukan penulisnya selama lebih dari satu decade, termasuk ratusan jam wawancara dengan para eksekutif peritel terkemuka di dunia, seperti Starbucks, Walmart, Apple, Amazon, dan Lowe's. Buku ini diamksudkan membantu pemain bisnis ritel atau mereka yang bercita-cita menjadi pemain industry ritel dengan menunjukkan kerangka strategis untuk membangun fondasi yang kokoh di industri yang terus berkembang saat ini.

Buku ini membahas tentang menyusun proposisi nilai eceran dan mengeskplorasi potensi perusahaan untuk mencapai tujuannya melalui proses perencanaan strategis, implementasi, eksperimen, dan akhirnya, reinvention dalam pencarian berkelanjutan untuk memuaskan pelanggan dan menonjol diantara pesaing.

Setiap bagian dari buku ini merinci komponen individual yang, dalam kombinasi, menjadi proposisi nilai eceran dan menentukan kemampuan perusahaan untuk menarik konsumen dan menghasilkan profitabilitas yang berkelanjutan. Beberapa bab dalam buku ini memberikan inti strategis untuk membangun bisnis Anda. Bagaimanapun, penting untuk memahami peran penting yang dimainkan industri ritel dalam membentuk ekonomi dan masyarakat. Karenanya buku ini penting bagi praktisi ritel.

Judul Buku : The American Retail Value Proposition: Crafting Unique Experiences at Compelling Prices

Penulis : Kyle Murray

Penerbiy : Rotman-UTP Publishing, 2016

Tebal Buku : 233 halaman

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)