Apa yang sesungguhnya berubah sejak Dove menjalankan kampanyenya “Campaign for Real Beauty” di 10 tahun yang lalu? Jawabannya, pasti banyak. Yang pasti saat ini banyak wanita menempati posisi kepemimpinan di banyak brand. Namun di industri agensi, wanita masih belum mendapat tempat yang pantas sebagai leader bidang kreatif). Social media adalah fasilitas bagi para konsumen untuk bebas berbicara mengkritik jika kampanye brand yang mereka lihat mengandung diskriminasi terhadap gender.
Marketers kini tunduk pada penilaian di sosial media dan tentunya ada tekanan untuk menampilkan sesuatu yang bukan hanya menjual. Hal ini menjadi tampak jelas sekali ketika ajang award saat ini menjadikan “doing good/berbuat baik” bukan sekedar tren tetapi suatu keharusan. Advertiser sudah menyadari kenyataan bahwa perempuan (bahkan ada banyak juga pria) akan menjadikan sosial media seperti Twitter, Tumblr, dan Facebook sebagai tempat untuk berbicara menentang advertising yang mendiskriminasikan gender. Tapi jika dilakukan dengan baik, marketing yang memiliki tujuan baik akan tetap dapat mendapat perhatian konsumen.
“Di dunia maya, wanita berhasil membangun kekuatan dan mengubah debat publik,” ujar Jennifer Pozner, founder dan executive director Women in Media and News. Lanjutnya, menurut Pozner bahkan sekarang kaum wanita memiliki ide 'jika kita membuat iklan yang menggambarkan wanita sebagai manusia seutuhnya, kita bisa mengubah mereka menjadi brand loyalist'.
Advertising Benchmark Indeks mengadakan survey terhadap konsumen yang sudah menonton iklan 'Like a Girl dari Always, Not Sorry' dari Pantene, dan Inspire her Mind dari Verizon. Hasil survey menunjukkan bahwa mayoritas konsumen tidak hanya memberikan reaksi positif kepada iklan tetapi juga kepada reputasi brand. “Dengan tema seperti itu, hasil call to action melampaui yang kami harapkan,” ujar ABX President Gary Getto.
Perhatikan Dove. Brand tersebut membuat headline yang standout tentang wanita dan berhasil memenangkan award atas kampanye bertajuk “Campaign for Real Beauty” di tahun 2004. Penjualan Dove pun melonjak dari USD 2.5 milyar menjadi USD 4 milyar. Sementara Unilever meluncurkan kampanye “Real Beauty” di pasar Amerika dan Eropa. Sedangkan untuk Asia, Unilever mengusung kampanye “White Beauty”.
Sepertinya tema pemberdayaan kaum wanita memang semakin menjual. Buku Lean In karangan Facebook COO Sheryl Sandberg yang membahas kemajuan wanita di bidang kepemimpinan, menjadi New York Times Best Seller dalam kurun waktu 71 minggu sejak diluncurkan. Sheryl juga memiliki organisasi yang bernama LeanIn.org, yang menangani masalah diskriminasi gender bekerjasama dengan brand penyedia foto Getty Image.
Janet Kestin dan Nancy Vonk duo wanita dibalik suksesnya kampanye Dove tersebut juga akan menelurkan buku berjudul “Darling You Can't Do Both: And Other Noise to Ignore on Your Way Up.”
Dalam pendidikan dan teknologi, ada dorongan besar agar kaum wanita semakin berkontribusi untuk bidang sains, teknologi, engineering, dan matematika. Industri produk mainan anak menciptakan kategori baru dengan memproduksi mainan untuk anak perempuan yang mendidik tapi tetap menghibur, seperti brand GoldieBlox dan Go Go Sports Girl.
Fenomena seperti ini turut mendongkrak brand Always milik P&G yang telah menyuarakan tentang kepercayaandiri kaum wanita sejak 30 tahun yang lalu. “Siapa yang tahu, karena itu bukan sesuatu yang pernah diiklankan,” ujar Becky Swanson, VP-execitve creative director, wanita dibalik suksesnya kampanye Like a Girl dari Always. “Naluri saya mengatakan sekarang saatnya berbicara banyak tentang wanita, mengangkat kaum wanita agar bisa memiliki peranan lebih aktif untuk mengubah dunia. Seperti ungkapan dari salah satu klien kami 'one girl at a time',” tambahnya.