Awal 1980-an ketika kendaraan bermotor Jepang menyerbu pasar Amerika Serikat, pabrikan motor Amerika kewalahan, termasuk Harley-Davidson. Tahun 1983, Pemerintah AS memberlakukan tarif 45% untuk sepeda motor yang diimpor pada tahun 1983 secara bertahap selama 5 tahun ke depan. Sejak itulah Harley-Davidson perlahan tetapi efektif berhasil mendapatkan kembali kekuatannya.
Selain iklim perlindungan yang berikan, kekuatan Harley terbangun kembali berkat beberapa upaya operasional dan pemasaran yang khas, seperti penerapan sistem Just-In-Time Toyota (disebut MAN - Material As Needed) dan penciptaan komunitas Harley Owners Group (HOG). Dua puluh lima tahun kemudian, perusahaan masuk dalam jajaran 50 merek global paling top dengan nilai $ 7,8 miliar.
Tahun 1985, manajemen Harley merumuskan ulang strategi kompetitif dan model bisnis mereka di sekitar filosofi komunitas merek. Selain mengubah program pemasarannya, Harley-Davidson memperlengkapi kembali setiap aspek organisasinya — mulai dari budaya hingga prosedur operasi dan struktur tata kelola — untuk mendorong strategi komunitasnya.
Manajemen Harley mengakui bahwa merek telah berkembang sebagai fenomena berbasis komunitas. "Persaudaraan" pengendara, digabung dengan etos bersama, menawarkan dasar untuk mereposisi strategis Harley sebagai produsen sepeda motor yang memahami bikers dengan cara mereka sendiri. Untuk memperkuat posisi yang berpusat pada komunitas ini dan memantapkan hubungan antara perusahaan dan pelanggannya, Harley mengelola sendiri semua kegiatan yang melibatkan masyarakat dengan karyawan daripada menyerahkannya kepada pihak lain.
Bagi karyawan, kontak yang teratur dan dekat dengan orang-orang yang mereka layani menambah arti bagi pekerjaan mereka sehingga tugas akhir pekan mereka untuk secara rutin menarik lebih banyak sukarelawan melebihi dari yang biasa mereka kerjakan. Banyak karyawan menjadi pengendara, dan banyak pengendara bergabung dengan perusahaan.
Para eksekutif diminta untuk menghabiskan waktu di lapangan bersama pelanggan dan membawa wawasan yang mereka dapatkan dari interaksi dengan pelanggan itu ke perusahaan sebagai dasar pengambilan keputusan strategis perusahaan. Strategi dekat dengan pelanggan ini dikodifikasikan dalam filosofi operasi Harley-Davidson dan diperkuat selama orientasi karyawan baru. Keputusan di semua tingkatan didasarkan pada perspektif komunitas, dan perusahaan mengakui bahwa komunitas adalah i pemilik merek yang sah.
Strategi komunitas Harley ini didukung oleh desain ulang organisasi yang radikal. Silo fungsional diganti dengan tim kepemimpinan senior yang berbagi tanggung jawab dalam pengambilan keputusan di tiga gagasan wajib, yakni menciptakan demand, menghasilkan produk, dan memberikan dukungan. Selanjutnya, perusahaan membentuk organisasi yang berdiri sendiri yang melaporkan langsung kepada presiden untuk memformalkan dan memelihara hubungan perusahaan-masyarakat melalui klub keanggotaan Harley Owners Group (H.O.G.). Sebagai hasil dari struktur organisasi ini, kegiatan pembangunan komunitas diperlakukan tidak semata-mata sebagai biaya pemasaran tetapi sebagai investasi yang didukung seluruh perusahaan.