Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) telah meresap dalam berbagai sektor industri dengan tingkat keterlibatan yang bervariasi. Namun, apa implikasi dari variasi ini dan bagaimana peran manusia tetap krusial?
Hari pertama sesi awal Konferensi Internasional ICCB LSPR diisi dengan diskusi panel yang menampilkan pembicara aro para akademisi. Salah satu pembicara Prof. Anne Greory – Professor Emeritus of Corporate Communications, University of Huddersfield & Adjunct Professor of LSPR Institute.
Ada yang menarik dari materi yang disampaikan Anne Greogry. Berdasarkan riset Agustus 2023 lalu, mnurut Anne, Teknologi Kecerdasan Buatan (AI) kini menjadi bagian integral dalam kehidupan sehari-hari, dengan keterlibatan mencapai sekitar 40% dalam berbagai aktivitas. Meskipun demikian, tingkat keterlibatannya bervariasi antar sektor. Beberapa sektor mungkin hanya mengandalkan AI sebesar 20%, sementara yang lain dapat meningkat hingga 70%.
Hal itu menunjukkan bahwa tidak setiap sektor industri atau kegiatan memiliki tingkat ketergantungan yang sama terhadap AI. Misalnya, ada sektor tertentu yang mungkin hanya memanfaatkan AI dalam sebagian kecil dari operasional mereka, yakni sekitar 20%. Ini bisa jadi karena sifat dari kegiatan di sektor tersebut yang tidak memerlukan otomatisasi atau analitik yang kompleks.
Sebagai contoh, industri kerajinan tangan mungkin lebih bergantung pada keterampilan manusia daripada otomatisasi yang disediakan oleh AI.
Di sisi lain, ada juga sektor yang justru memiliki ketergantungan tinggi terhadap AI, hingga mencapai 70%. Sektor-sektor seperti ini biasanya melibatkan kegiatan yang memerlukan analisis data dalam jumlah besar atau otomatisasi proses yang kompleks. Sebagai ilustrasi, industri keuangan mungkin memanfaatkan AI untuk analisis data transaksi atau deteksi aktivitas mencurigakan.
Jadi, meskipun AI telah menjadi bagian yang esensial dalam kehidupan modern, tingkat ketergantungannya sangat bervariasi tergantung pada jenis kegiatan dan sektor industri yang bersangkutan.
Implikasi dari variasi ketergantungan ini mencakup kebutuhan diversifikasi keterampilan, munculnya peluang dan tantangan baru, serta pertimbuhan ekonomi yang mungkin disertai dengan ketidaksetaraan. Selain itu, adaptasi pasar kerja, pendidikan, dan kebijakan menjadi sangat penting untuk memastikan bahwa AI memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat luas.
Top of Form
Yang menarik untuk dicatat adalah, meski AI sudah mendominasi banyak aktivitas, belum ada tugas yang sepenuhnya digantikan oleh AI. Hal ini menegaskan bahwa meskipun teknologi semakin maju, esensi dan peran manusia masih menjadi unsur krusial.
Di industri PR, dominasi AI paling kentara dalam aktivitas pemantauan dan interaksi media sosial. Namun, ketika berkaitan dengan kemitraan dan pemberian rekomendasi strategis, terutama dalam pengelolaan komunikasi krisis, AI tampaknya masih berada di belakang. Ini mungkin disebabkan oleh kebutuhan akan kepekaan emosi dan pemahaman manusia, yang sering kali menjadi kunci dalam komunikasi krisis.
AI telah mengoptimalkan banyak proses, namun bukan berarti mengesampingkan peran manusia. Sebenarnya, AI lebih sering berfungsi sebagai asisten yang meningkatkan kapabilitas manusia, sambil memunculkan pertimbangan baru mengenai tata kelola dan etika dalam penggunaannya.
Integrasi AI dalam dunia kerja telah menyebabkan perubahan signifikan dalam cara pelaksanaan pekerjaan. Bukan berarti pekerjaan hilang, namun metodenya berubah dan beradaptasi dengan kehadiran teknologi. Hal ini menimbulkan pertanyaan mendalam tentang masa depan industri PR: bagaimana AI akan mengubah dinamika antara publik dan organisasi serta bagaimana industri PR seharusnya beradaptasi di tengah evolusi AI.