Dalam beberapa tahun terakhir, hubungan masyarakat (PR) telah mengalami transformasi signifikan, tak hanya sebagai instrumen untuk membangun citra perusahaan, tetapi juga untuk mengukur dampaknya terhadap penjualan.
Evolusi peran hubungan masyarakat (PR) dalam satu abad terakhir memperlihatkan betapa dinamisnya pekerjaan ini. Yuna Eka Kristina, dari Le Minerale, memaparkan bahwa PR kini tidak hanya bertugas membangun citra perusahaan. “Kalau dulu seorang PR sekadar membangun image Perusahaan. Sekarang PR ditantang sampai akuisisi, termasuk apakah ada impact terhadap sales,” kata Yuna.
Itu sebabnya, kata Yuna, PR saat ini ketika membuat planning, harus mampu membuatnya sampai pada pengukuran dampak langsungnya terhadap penjualan, meskipun hal ini tidak bisa diukur secara langsung.
Dalam berbagai aspek, ide tersebut menandai perkembangan besar dari konsep konvensional PR yang sebelumnya hanya berpusat pada penerbitan, dan kepentingan PR. Dengan kata lain, ada perubahan signifikan dalam cara memandang PR. Sebelumnya, PR mungkin lebih sering dilihat sebagai alat untuk publikasi atau mempromosikan suatu entitas. Namun, pemikiran atau pendekatan terbaru menunjukkan bahwa PR memiliki dimensi yang lebih luas dari sekadar penerbitan atau promosi.
Persoalannya adalah bagaimana beradaptasi dengan perubahan tersebut. Bagaiana pun, ada tantangan. Salah satu tantangan terbesar PR saat ini adalah kemampuannya untuk mengukur efektivitasnya dalam media yang semakin beragam. Memang, mengukur jumlah publikasi sudah tidak lagi cukup. Apa yang lebih penting adalah bagaimana publikasi tersebut mempengaruhi persepsi publik.
Seperti yang diungkapkan oleh Yuna, meskipun suatu kegiatan PR menghasilkan banyak publikasi, namun tanpa pemahaman seberapa banyak yang membaca atau bahkan mengabaikannya, publikasi tersebut kehilangan maknanya.
Mengingat perkembangan dinamis yang terjadi dalam industri hubungan masyarakat (PR), Yuna, Head of PR dan Digital Le Minerale, menyatakan bahwa PR saat ini dituntut untuk bisa melakukan lebih dari sekadar membangun citra perusahaan; mereka ditantang hingga ke tahap akuisisi, termasuk mengukur dampaknya terhadap penjualan.
Sektor PR yang kini mendapati dirinya tengah berada di tengah-tengah kekacauan media harus bisa menciptakan measurement atau pengukuran yang efektif atas kinerjanya. Hal ini menjadi semakin penting mengingat adanya berbagai media yang bersifat umum hingga yang segmented. Karena itu, tidak lagi cukup bagi PR untuk hanya memfokuskan diri pada jumlah publikasi yang dihasilkan atau nilai-nilai PR yang didapatkan.
Berbicara dalam konteks teoretis yang lebih luas, perdebatan tentang peran PR dalam manajemen dan nilainya bagi organisasi telah berlangsung selama setidaknya 100 tahun. Tedlow (1979) dan White dan Mazur (1995) telah mengemukakan pandangan mereka tentang peran PR, baik dari sudut pandang historis maupun proyeksi masa depan.
Public Relations (PR) memiliki peran krusial dalam membangun kesadaran terhadap suatu merek, yang pada akhirnya dapat meningkatkan penjualan. Sayangnya, banyak orang salah kaprah dengan mengira bahwa logo, warna perusahaan, brosur, dan seragam merupakan esensi dari sebuah merek. Padahal, merek sejatinya adalah persepsi atau gambaran yang dimiliki oleh konsumen, mitra, dan masyarakat luas terhadap suatu perusahaan atau produk.
Sebuah merek yang positif dan kuat dapat meningkatkan reputasi suatu perusahaan di mata masyarakat, yang kemudian dapat meningkatkan jumlah pelanggan dan menghasilkan keuntungan yang lebih besar.
Setelah membangun identitas merek, sebuah perusahaan harus memiliki pesan-pesan kunci yang menyoroti hal-hal penting tentang dirinya. Pesan-pesan ini seharusnya menggambarkan tujuan, nilai-nilai, keunggulan, dan standar layanan perusahaan, sekaligus membedakannya dari pesaing.
Lantas, bagaimana peran PR dalam meningkatkan branding? PR, dengan cara yang strategis, mengedepankan citra perusahaan di berbagai media, yang pada gilirannya meningkatkan kredibilitas perusahaan. Berbeda dengan iklan yang bersifat komersial, PR lebih berfokus pada jangka panjang dan mengandalkan pemberitaan di media untuk menyebarluaskan informasi. Cerita atau berita tentang perusahaan yang muncul di media menjadi sangat berharga karena disampaikan oleh pihak ketiga yang netral.
Sebagaimana dijelaskan oleh Al dan Laura Ries dalam bukunya, "The Fall of Advertising and the Rise of PR": Efektivitas iklan sangat bergantung pada keberhasilan branding. Publisitas melalui PR memberikan validasi yang meningkatkan kepercayaan pada iklan. Jika sebuah merek belum dikenal, iklannya seringkali diabaikan oleh masyarakat. (Ries & Ries, 2002, p. xix). Ini menggambarkan betapa pentingnya peran PR dalam membangun dan mendukung identitas merek agar sukses di pasaran.
Era digital telah membawa transformasi signifikan dalam cara PR diukur dan dinilai. Dari pertengahan 90-an, kehadiran internet dan media sosial telah membuka arena baru bagi praktisi dan profesional PR. Dapat dikatakan bahwa PR saat ini berada di tengah-tengah transformasi yang menuntut adanya inovasi strategis dan pengukuran yang lebih mendalam untuk memastikan keefektifan dan dampak positif yang berkelanjutan bagi perusahaan.
Artinya, PR kini sedang mengalami perubahan besar yang menuntut pendekatan inovatif serta evaluasi yang lebih detail guna memastikan manfaat jangka panjang bagi perusahaan. Evaluasi kinerja PR kini bukan hanya berdasar pada hasil tradisional, tetapi juga pada dampak konkret yang dirasakan oleh publik.