Sama-sama bergerak di bisnis low cost carrier, AirAsia dan Lion Air baru-baru ini tengah menghadapi krisis. Jika Air Asia mengalami insiden jatuhnya pesawat QZ 8501 pada penghujun tahun 2014, maka pada 18 Februari 2015 lalu Lion Air mengalami insiden delay berkepanjangan yang menyebabkan ribuan penumpang terlantar di bandara Soekarno Hatta, Jakarta.
Insiden yang dialami keduanya menyedot animo public dan media. Dalam menghadapi insiden tersebut, krisis kepercayaan senantiasa membayangi AirAsia maupun Lion Air. Sama-sama memiliki corporate color merah, baik AirAsia dan Lion Air dituntut untuk melakukan komunikasi krisis dengan baik. Alih-alih tak mampu menjalankan komunikasi krisis dengan baik, nasib kedua maskapai tersebut dapat berujung pada “rontoknya” reputasi perusahaan.
Seperti apa gaya komunikasi krisis AirAsia dan Lion Air? Simak perbandingan gaya komunikasi krisis keduanya di bawah ini.
1. MEMANFAATKAN SOCIAL MEDIA
Air Asia
Sejak dinyatakan hilang, AirAsia langsung memanfaatkan social media twitter sebagai kanal komunikasi. Pesan komunikasi yang ditampilkan pada akun twitter pun dikemas dengan bahasa yang cukup simpatik.
Contohnya, pada tanggal 27 Desember, CEO AirAsia Group Tony Fernandes dalam akun twitter @tonyfernandes me-retweet pernyataan resmi tentang hilangnya pesawat AirAsia dari akun twitter resmi AirAsia. “AirAsia Indonesia regrets to confirm that QZ8501 from Surabaya to Singapore has lost contact at 07:24hrs this morning,” demikian isi re-tweet-nya. Pada tanggal yang sama, Tony kembali berkicau bahwa ia berjanji akan segera memberikan pernyataan resmi terkait insiden tersebut.
Tanggal 28 Desember, ia kembali berkicau tentang bagaimana menghilangnya pesawat AirAsia QZ8501 jurusan Surabaya-Singapura sebagai mimpi terburuknya. Ia menegaskan bahwa AirAsia tidak akan berhenti begitu saja. Ia mengaku tersentuh dengan dukungan yang terus mengalir dari para pengusaha penerbangan lainnya. Sebagai CEO, ia juga akan bersama-sama dengan seluruh karyawan dan penumpang untuk menghadapi masa sulit ini.
Kicauan Tony seputar informasi terkini dan rasa simpatik kepada keluarga penumpang masih terus berlanjut. Pada tanggal 29 Desember, kicauan Tony mengungkapkan bahwa ia telah menemui keluarga penumpang serta keluarga para crew Air Asia QZ8501. Berikut ini salah satu tweet Tony, “Been one of my toughest days. Spent a large part of day meeting families of passangers. Doing whatever we can.”
Lion Air
Sama seperti AirAsia, Lion Air juga memanfaatkan social media sejak pertama kali dinyatakan delay, tepatnya pada Rabu siang (18/1). Berbeda dengan AirAsia, komunikasi krisis Lion Air lewat social media tidak seaktif AirAsia. Sementara itu, pesan komunikasi yang ditampilkan Lion Air pada akun twitter resminya, @OfficialLionAir, tercatat sangat normatif. “Kami meminta maaf untuk pembatalan penerbangan beberapa rute tadi siang. Salam #LionAir,” demikian kicauan akun resmi Lion Air di @OfficialLionAir.
Selanjutnya, pada 19 Februari, Lion Air hanya mengicaukan permintaan maaf, tanpa sedikit pun menyinggung kompensasi dana re-fund. “Atas nama Lion Air kami meminta maaf atas pembatalan jadwal penerbangan di Soekarno Hatta hari ini,” demikian bunyi permintaan maaf Lion Air di akun @OfficialLionAir.
Memasuki 20 Februari, bandara Soekarno Hatta disesaki ratusan calon penumpang Lion Air dari berbagai rute yang antre untuk refund tiket dan mendapatkan kompensasi. Meski antrean sudah sangat panjang, tempat refund tiket dan kompensasi tak kunjung dibuka oleh pihak Lion Air. Banyak penumpang yang mengamuk dan marah-marah melampiaskan kekesalannya. Baru, pada pukul 12.00 WIB, Lion Air kembali mendaratkan kicauannya di akun resmi twitternya. “Berdasarkan hasil rapat pagi tadi (20/2), Otban Soekarno Hatta dan PT Angkasa Pura II menyiapkan bantuan talangan dana refund. Pengembalian PSC dan kompensasi bagi para penumpang Lion Air yang jadwal keberangkatannya sebelum pukul 12.00,” demikian bunyi pesan twitter resmi Lion Air.
Tak lama berselang, Lion Air kembali berkicau untuk meminta kesabaran penumpang terkait dana refund. “Untuk info selanjutnya mengenai proses penyelesaian talangan refund mohon bersabar. Tks,” demikian kicauan resmi akun twitter Lion Air.
2. MENYEBAR PERS RILIS KE MEDIA
Baik AirAsia maupun Lion Air sama-sama memanfaatkan pers rilis untuk mengkomunikasikan krisis mereka kepada media massa—yang notabene dianggap public sebagai pihak yang independen.
3. MEMANFAATKAN PERAN STRATEGIS CEO
AirAsia
Sejak awal krisis, CEO AirAsia Group Tony Fernandes sudah turun tangan sekaligus mengepalai pengelolaan krisis. Selain terlibat aktif mengkomunikasikan up-date terkini terkait insiden jatuhnya pesawat QZ8501 lewat akun twitter pribadinya, Tony juga turut menghadiri pers conference serta menyambangi keluarga korban. Bahkan, Tony juga mengirimkan surat elektronik (email) secara personal kepada seluruh pelanggan AirAsia dengan gaya bahasa yang simpatik. Bahkan, untuk merasakan simpatiknya, Tony memutuskan untuk mengganti corporate color-nya untuk sementara waktu, dari merah menjadi abu-abu.
Lion Air
CEO Lion Group yang juga Dewan Pertimbangan Presiden (Watimpres) serta petinggi partai, Rusdi Kirana, tidak terlibat dalam pengelolaan krisis Lion Air. Rusdi Kirana hingga kini tak terlihat aktif menjadi spoke person atau juru bicara di saat krisis. Hanya Head Of Corporate Secretary Lion Group Capt Dwiyanto Ambarhidayat, yang terlihat aktif menghadapi media.
4. OFF AIR COMMUNICATIONS DENGAN MENDIRIKAN POSKO
AirAsia
Sejak awal dinyatakan hilang, AirAsia bersama Kementrian Perhubungan RI dan Otoritas Bandara mendirikan posko di bandara Juanda maupun kantor Kementerian Perhubungan di Jakarta. Di sana, tim PR AirAsia tampak aktif berkomunikasi dengan media maupun keluarga korban. Bahkan, AirAsia selalu aktif menggelar pers conference sekaligus mengirimkan rilis terkini kepada media tentang berita terkini seputar insiden.
Lion Air
Sejak dinyatakan delay, Lion Air tidak mendirikan posko di bandara untuk keperluan komunikasi seputar dana re-fund. Hal itu membuat ribuan penumpang marah besar, lantaran tak bisa memperoleh kejelasan informasi tentang dana re-fund. Bahkan, penjelasan kru Lion Air yang ada dibandara Soekarno Hatta dianggap penumpang tidak memuaskan, alias mengecewakan. Akibatnya, Lion Air pun dihujat netizen di social media. Meme Lion Air pun beredar luas. “Lie On Air, LION: Late Is Our Nature, We Make People Wait,” demikian salah satu meme yang menyindir tagline Lion Air ‘We Make People Fly’. Bahkan, berita yang ditulis media terkait krisis Lion Air ber-tone negatif.
5. HOTLINE CENTER
AirAsia
Manajemen AirAsia menyediakan hotline yang dapat digunakan para keluarga dan kerabat korban untuk mengetahui informasi terkini. Emergency Call Centre AirAsia di +622129270811. Selain itu, AirAsia juga berjanji akan terus memberikan informasi lebih lanjut dengan situasi terkini. Informasi terkini tersedia di website AirAsia, www.airasia.com.
Lion Air
Tidak ada hotline resmi yang disediakan Lion Air untuk ribuan penumpang yang mengalami delay. Bahkan, website resmi Lion Air, www.lionair.co.id, sama sekali tidak menampilkan informasi seputar krisis delay.
1 thought on “Membandingkan Gaya Komunikasi Krisis AirAsia dan Lion Air”