Kecepatan dan eksklusivitas memang menjadi dua kunci utama dalam memenangkan pertarungan di program berita. Tak mengherankan, jika berbagai media—termasuk media elektronik—saling adu tayangan berita guna memenangkan hati pemirsa. Termasuk, memperoleh rating yang tinggi.
Hal itulah yang kini terjadi pada tayangan berita seputar insiden pesawat AirAsia QZ8501. Ya, dibandingkan pemberitaan turunnya BBM (Bahan Bakar Minyak) yang dirilis pada penghujung tahun ini, tayangan terkini seputar insiden pesawat AirAsia memang lebih menyedot perhatian permirsa.
Tak mengherankan, alih-alih ingin menjadi stasiun televisi pertama sekaligus eksklusif dalam menayangkan program evakuasi jenazah penumpang AirAsia, sejumlah media televisi kerapkali mengabaikan prinsip RESPECT (Respect-Empathy-Sharing-Protection-Emotion Control-Content-Tight up with Resources) terhadap para keluarga korban dan public (lihat pemberitaan sebelumnya berjudul “Perlunya Crisis Communication Coaching untuk Jurnalis”).
Simak saja bagaimana pertarungan dua stasiun televisi berita Metro TV dan TV One dalam menghadirkan tayangan langsung seputar insiden pesawat AirAsia. Lantaran mengabaikan prinsip RESPECT, keduanya belakangan menuai kecaman dari keluarga korban, masyarakat, netizen, dan media asing.
Salah seorang netizen, Dian Paramita, mengungkapkan kekecewaannya lewat akun twitternya @dianparamita, “My country needs to learn respecting individual privacy dead or alive. I am disappointed with TV One & Metro TV for showing victim's corpse.”
Sementara itu, Wina Miranda mengomentari status akun facebook koleganya yang menyayangkan tayangan berulang video mayat terapung oleh Metro TV. “ Nonton Metro TV biar dapet berita, terus enggak kepotong sinetron dll. Eh, kok ya kualitas siarannya kayak begitu? Kalau TV One memang sudah lama di-black list,” ungkapnya.
KPI (Komisi Penyiaran Indonesia), sebagai lembaga yang mengawasi tayangan program, juga mengaku menerima banyak aduan dan keberatan dari masyarakat atas tayangan di beberapa televisi yang meliput langsung proses evakuasi korban musibah jatuhnya Air Asia QZ8501. Aduan tersebut disampaikan langsung kepada KPI, baik melalui SMS, email, social media, serta telepon langsung ke KPI.
Tak menunggu waktu lama, hal itu pun memicu KPI untuk menjatuhkan sanksi teguran tertulis kepada stasiun TV One karena pelanggaran Pedoman Perilaku Penyiaran dan Standard program Siaran (P3 & SPS) yang dilakukan stasiun tersebut pada program siaran jurnalistik “Breaking News”, 30 November 2014 pukul 14.48. Dalam tayangan Breaking News itu, TV One menyiarkan gambar jenazah korban kecelakaan pesawat AirAsia QZ8501 dalam proses evakuasi dengan kondisi mengapung di laut tanpa busana lengkap. KPI juga memberikan peringatan kepada Metro TV dan TVRI atas tersiarnya gambar-gambar korban musibah jatuhnya pesawat AirAsia QZ8501.
Dalam surat yang ditandatangani oleh Wakil Ketua KPI Pusat Idy Muzayyad pada 31 Desember 2014, KPI menilai gambar yang ditayangkan secara close up tanpa edit ini sangat tidak santun dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan dan rasa trauma pada masyarakat, khususnya keluarga korban. “Terbukti, di Surabaya, ada keluarga korban yang langsung pingsan begitu melihat tayangan tersebut,” ujar Idy dalam rilisnya di situs resmi KPI.
Saat munculnya berita duka hilangnya pesawat AirAsia, menurut Idy, KPI sebenarnya sudah mengirimkan surat imbauan kepada seluruh lembaga penyiaran agar berhati-hati dalam melakukan peliputan bencana. Terutama, dengan memperhatikan kondisi psikologis keluarga korban yang tertimba musibah tersebut. “Kami tidak menginginkan kondisi duka yang dialami para keluarga korban akan semakin bertambah berat dengan hadirnya tayangan langsung peliputan bencana yang tanpa empati,” tegasnya.
Akankah aksi kecam publik dan teguran KPI berpengaruh pada brand image media, seperti TV One dan Metro TV? Dijawab Troy Pantouw, Wakil Ketua Umum BPP Perhumas periode 2011-2014 serta penerima beasiswa British Chevening dari pemerintah Inggris dan memetik gelar Master di bidang Media & Communications di sana, bila kecaman publik meluas dan ditunjang dengan aksi media sosial yang massif, maka citra TV One dan Metro TV akan berpotensi anjlok. Terutama, pada viewers menengah ke atas dan decision maker yang notabene adalah audience kedua stasiun televisi tersebut.
“Apalagi, kecaman dilakukan secara konstan oleh aktivis media...