Ketika perusahaan menghadapi krisis, sudah saatnya peran CEO atau Chief Executive Officer tidak semata mengurusi bisnis. Namun, perannya kini telah berkembang menjadi Chief Reputation Officer (CRO). Peran Chief Reputation Officer-lah yang kini tengah dijalankan oleh Tony Fernandes saat mengelola krisis jatuhnya pesawat AirAsia QZ 8501.
Demikian penilaian Troy Pantouw, Wakil Ketua Umum BPP Perhumas 2011-2014 yang juga pengamat sekaligus profesional komunikasi perusahaan yang saat ini bekerja di perusahaan consumer goods global di Jakarta. Ia meyakini, “Sudah banyak penelitian yang menunjukkan hubungan antara kepemimpinan dan pemulihan reputasi.”
Namun, ditambahkan Troy, ada persyaratan spesifik yang harus dimiliki oleh seorang CEO yang berperan juga sebagai CRO. Antara lain, harus berperilaku jujur, transparansi, dan komunikasi yang efektif—yang di dalamnya menyangkut juga aspek dampak nilai ekonomi yang terlibat dalam pemulihan reputasi perusahaan. “Dan yang terpenting, pernyataan yang disampaikan tidak bersifat defensif atau pembelaan diri,” lanjutnya.
Dalam konteks surat pribadi CEO AirAsia Tony Fernandes kepada seluruh pelanggannya, dinilai Troy, adalah sebagai usaha yang patut diberikan pujian. “Melalui surat itu, Tony mencoba melakukan pendekatan dan keterbukaan. Hanya saja, yang perlu diperhatikan sekarang adalah isi dari penjelasan tersebut jangan sampai menjadi bumerang pertanyaan lebih lanjut tentang proses penyelidikan dan keluhan dari keluarga korban musibah AirAsia yang saat ini sedang dalam tahap penyelesaian,” Troy mengingatkan.
Berbicara soal reputasi, menurut Troy, maka secara umum ada empat langkah besar yang wajib dilakukan untuk mengamankan sekaligus mengembalikan reputasi yang sempat terkikis akibat krisis.
Pertama adalah "Rescue", dalam arti meminimalkan kerusakan yang timbul. Kedua adalah "Rewind" atau melakukan identifikasi hal apa yang keliru atau salah dijalankan. Ketiga adalah "Restore" atau bagaimana membangun kembali reputasi. Keempat adalah "Recover", yaitu bagaimana mempertahankan reputasi untuk jangka panjang.
Lantas, apakah tindakan yang sudah Tony jalankan saat ini—termasuk mengirim surat personal kepada seluruh pelanggannya—sudah dianggap tepat dalam konteks pemulihan nama baik AirAsia? Apakah langkah Tony juga mampu mengembalikan "trust" dari pelanggan AirAsia maupun yang belum menjadi pelanggan AirAsia? Dijawab Troy, “Semuanya harus dibuktikan dalam proses audit reputasi secara tepat dan menyeluruh, bagi kedua target konsumen tersebut maupun pemangku kepentingan terkait lainnya.”
Namun, Troy mengingatkan bahwa peran dan fungsi tim Komunikasi Perusahaan sangat kuat untuk memberikan panduan secara tepat kepada manajemen perusahaan. Oleh karena itu, menurutnya, ada baiknya dalam konteks situasi sekarang ini, langkah "Rewind" atau melakukan introspeksi apa yang keliru dan salah dalam operasionalisasi perusahaan—termasuk dalam konteks penanganan krisis komunikasi yang terjadi saat ini—harus segera dilakukan.
“Akan sangat banyak manfaatnya bagi perusahaan bilamana tim komunikasi perusahaan bersama manajemen perusahaan lebih mendekat kepada pemangku kepentingan inti serta berbagai pihak terkait yang secara langsung dan tidak langsung dapat memberikan masukan dan membantu dalam membangun kembali reputasi perusahaan,” anjur Troy.