Tahun 2015, tak sedikit pemasar yang memanfaatkan influencer (individu yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian) sebagai bagian dari strategi marketing mereka. Terutama, influencer yang diambil dari ranah social media. Tak mengherankan, jika influencer marketing menjadi pilihan yang popular bagi pemasar di berbagai industri.
Sejatinya, memanfaatkan influencer media sosial jauh lebih terukur. Artinya, analisis untuk mengukur keberhasilan kampanye pemasaran dengan menggandeng influencer social media, jauh lebih mudah. Alhasil, para pemasar berbondong-bondong menggunakan inluencer marketing untuk meningkatkan brand awareness, loyalitas, product awareness, serta meningkatkan penjualan.
Belajar dari sejumlah brand yang memanfaatkan strategi influencer marketing di tahun lalu, maka para pemasar harus mampu memperhatikan empat hal ini untuk strategi influencer marketing di tahun 2016 ini.
#1 Think Beyond Millennials
Selama ini, pemasar sering berpikir bahwa influencer marketing sebagai tools untuk menyasar pasar anak muda. Namun, hal itu telah berubah. Dengan diambil alihnya Instagram untuk Capital One, fotografer Kimberly Genevieve, Paul Octavious dan Zach Rose menunjukkan pengikut mereka totalnya mencapai lebih dari 750.000. Saat itu, Capital One terikat proyek untuk kampanye iklan di sebuah platform. Menurut sebuah studi Instagram, 25 persen iklan justru di recall oleh mereka yang berusia antara 45 tahun dan lebih tua lagi. Pelajaran yang dapat diambil dari kasus itu adalah pemasar harus bersedia mengeksplorasi strategi influencer marketing untuk berbagai khalayak. Artinya, influencer marketing tidak selalu hanya untuk milenium. Menemukan benang merah antara pelanggan Anda dan memilih influencer yang tepat merupakan langkah yang harus dilakukan pemasar di tahun 2016 ini.
#2 Be Unexpected
Persepsi adalah hal pertama yang dibentuk oleh peers. Jaguar menggunakan hal itu untuk menyegarkan kembali cita mereknya yang selama ini terkesan tua, kaya, dan british driver (pengemudi Inggris). Oleh karena itu, Jaguar menggunakan bintang Instagram Jaycie Duprie, fashion blogger berusia 29 tahun di belakang "Damsel in Dior", untuk mempromosikan seri F Jenis coupe. Ia pun berpose dengan mengenakan cocktail dress berwarna putih untuk mencocokkan coupe yang ramping. Jaycie pun menawarkan ide Jaguar sebagai mobil untuk bersenang-senang (fun), untuk anak muda Amerika seperti dirinya yang notabene memiliki lebih dari 265.000 pengikut.
Langkah itu memang bertentangan dengan merek tradisional Jaguar. Namun, upaya itu harus dilakukan demi menarik perhatian para pengendara millenial. Hasilnya, Jaguar melaporkan bahwa September menjadi bulan penjualan terbaik untuk seri F-nya. Bahkan, mampu meningkatkan 8% penjualan Jaguar.
Pelajaran yang dapat dipetik adalah pemasar harus mampu bereksperimental. Kadang-kadang orang atau tokoh yang terbaik untuk brand Anda adalah orang atua sosok yang berlawanan dari ekspektasi konsumen Anda. Jadi, pilihlah influencer berdasarkan pada bagaimana Anda ingin kustomer Anda mempersepsikan brand Anda, bukan pada bagaimana mereka mempersepsikan pada hal yang sudah ada.
#3 Think More Influencers
Mengetahui jenis konten seperti apa yang akan dikonversikan ke penjualan adalah bagian penting dari influencer marketing. Oasis Fashion menemukan bahwa ia dapat mengambil berbagai jenis konten dari berbagai influencer, bukan dari sedikit influencer. Bahkan, terkadang brand mendapatkan hasil terbaik dengan sedikit memberikan bimbingan dan arahan kepada para influencer mereka.
Untuk melibatkan lebih banyak pembeli Amerika, brand meluncurkan kolaborasi Instagram dan berfokus pada Shopping Link dengan hastag #upmystreet, yang langsung mengarah pada blogger dari Los Angeles, Miami, Brooklyn, Dallas, dan pasar-pasar utama lainnya, guna menangkap momen pada saat hangout favorit mereka ketika mengenakan pakaian Oasis. Kampanye itu menghasilkan rata-rata lebih dari 400 like per post. Sementara itu, Instagram Oasis sendiri naik menjadi lebih dari 116K (116 ribu) pengikut.
Pelajarannya, pelanggan Anda tentu bervariasi, baik dari sisi kepribadian, minat, dan gaya mereka. Oleh karena itu, bekerja dengan sekelompok influencer yang dapat berhubungan dengan audiens yang berbeda dengan cara yang meaningful tentu menjadi lebih efektif daripada hanya memilih satu atau dua influencer yang berpengikut besar.
#4 Engage Your Customers
Kadang-kadang pendukung terbaik adalah pelanggan Anda sendiri. Brand Lululemon menemukan bahwa antusiasme konsumen yang paling aktif dapat menghasilkan hasil yang inspiratif. Menggunakan platform Olapic untuk mengumpulkan foto dengan hastag #TheSweatLife, perusahaan dengan mulus mampu menarik foto secara bersamaan hingga lebih dari 7.000 pelanggan berpengaruh, bahkan mampu menarik 40.000 selama sembilan bulan. Kampanye itu memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan Lululemon, lantaran kampanye tersebut mampu menciptakan engagement dengan audience-nya.
Pelajarannya, semua orang suka jika mereka bagian dari sesuatu (brand). Dan, pelanggan Anda lebih mungkin untuk berbagi konten yang pribadi. Oleh karena itu, melibatkan pelanggan Anda dengan memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam kampanye brand, termasuk memamerkan kontribusi mereka dalam kampanye itu, merupakan cara yang efektif. (sumber: Business2community.com)