Menjadi perusahaan yang bertanggung jawab dengan mengedepankan tata kelola perusahaan yang berbasis good corporate governance tentu manjadi idaman setiap perusahaan. Sejatinya, dengan prinsip tersebut, perusahaan dapat selalu dicintai oleh konsumen maupun masyarakat. Bahkan, bermodal “kebaikan” yang diciptakan perusahaan, konsumen masih akan setia, meski perusahaan tengah dirundung krisis.
Adalah Unilever Indonesia menjadi salah satu perusahaan yang mampu menjelma menjadi perusahaan yang bertanggung jawab. Melalui Yayasan Unilever Indonesia yang didirikan pada November 2000, Unilever Indonesia mewujudkan tanggung jawab sosialnya di Indonesia. Konsep “Unilever Sustainable Living Plan” pun dipilih sebagai dasar dari setiap kegiatan Corprate Social Responsibility (CSR) Unilever Indonesia.
Ide-ide pembangunan berkelanjutan dan tumbuh bersama dengan masyarakat, sebenarnya, tidak dapat dipisahkan dari konsep visioner mantan Chairman dan CEO Unilever Indonesia dari tahun 1998 hingga 2003, Nihal Kaviratne. Sebagai pemimpin perusahaan kala itu, ia sangat memperhatikan upaya untuk membangun budaya perusahaan melalui transformasi organisasi dan perubahan. Termasuk, tata kelola perusahaan dan tanggung jawab sosial perusahaan.
Pada awalnya, program pemberdayaan masyarakat yang dilakukan oleh Unilever Indonesia masih tidak merata dan tidak terintegrasi. Tak mengherankan, jika hasilnya jauh dari optimal, apalagi berkelanjutan. Berangkat dari fakata itulah, akhirnya Yayasan Unilever Indonesia dihadirkan dan diberi mandat untuk melakukan progra CSR Unilever Indonesia secara terpadu.
Dari sejumlah program CSR yang digelar Unilever, ada tiga program andalan yang dinilai sukses dan dapat dijadikan pembelajaran bagi para pemasar. Pertama adalah program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam. Melalui Yayasan Unilever Indonesia, Unilever Indonesia melaksanakan program pengembangan komunitas petani kedelai hitam sejak tahun 2001.
Menyadari bahwa perempuan memiliki potensi untuk mendorong kemajuan masyarakat, Unilever pun merilis Program Pemberdayaan Perempuan Saraswati sejak tahun 2006 untuk memperkuat Program Pemberdayaan Petani Kedelai Hitam. Dengan demikian, kedua program tersebut dapat memberikan perbaikan taraf hidup keluarga petani secara menyeluruh.
Program tersebut, sejatinya, terbentuk atas dasar kesadaran Unilever bahwa operasi bisnisnya memiliki dampak yang signifikan bagi kehidupan para petani yang terlibat di dalam rantai produksi, salah satunya produksi Kecap Bango.
General Manager Yayasan Unilever Indonesia Sinta Kaniawati mengatakan, “Sejalan dengan salah satu pilar Unilever Sustainable Living Plan (USLP) untuk meningkatkan penghidupan masyarakat, Yayasan Unilever Indonesia yang selama 15 tahun menjadi perpanjangan tangan dari Unilever Indonesia melaksanakan program pengembangan komunitas petani kedelai hitam. Kami menyebutnya istimewa karena program ini bukan saja mengembangkan petani kedelai hitam, melainkan turut menggandeng dan memberdayakan ribuan perempuan. Mulai dari buruh tani, istri petani, dan kelompok sortasi kedelai hitam yang terlibat dalam kegiatan pemilahan kedelai hitam fase paska panen.”
Menurut Sinta, inisiatif itu bermula ketika Yayasan Unilever Indonesia menjalankan program pengembangan petani kedelai hitam di tahun 2001 untuk menghasilkan kedelai hitam bermutu tinggi kultiver Malika. Program tersebut dilakukan melalui kemitraan dengan tim peneliti dari Universitas Gadjah Mada. “Program pembinaan petani kedelai hitam meliputi penyediaan benih unggul, bantuan akses keuangan, teknik penanaman dengan prinsip pertanian berkelanjutan, pendampingan teknis di lapangan, serta jaminan pasar yang pasti bagi hasil panenan mereka,” cerita Sinta.
Hasilnya, kesuksesan Malika tidak hanya membawa dampak positif...