Dalam beberapa tahun terakhir, non-governmental organization (NGO) atau lembaga swadaya masyarakat (LSM) semakin profesional dalam kegiatan mereka. Aksi mereka yang besar memerlukan anggaran yang besar pula sehingga bagi NGO ketrampilan mengelola kegiatan dan keuangan menjadi sangat penting.
Dalam beberapa tahun terakhir, peran NGO sebagai bagian dari stakeholder perusahaan semakin penting. Mereka aktif melakukan kampanye advokasi untuk masyarakat. Dalam melakukan kampanye, NGO telah menggunakan teknologi dan strategi komunikasi yang relative tinggi. Mereka memanfaatkan jaringan media sosial dan jaringan media konvensional.
Mereka juga melakukan tekanan kepada perusahaan baik langsung maupun tidak langsung. Beberapa NGO melakukan tekanan pada perusahaan baik langsung maupun tidak langsung melalui upaya mempengaruhi masyarakat yang terkena dampak dari suatu kegiatan perusahaan, legislator, pemerintah pusat dan daerah, dan melalui pemanfaatan media massa.
Dalam memperkuat pesan kampanyenya, NGO sekarang juga semakin canggih. Penelitian atau pengamatan langsung yang mereka lakukan memperkuat pandangan bahwa tanggung jawab sosial serta lingkungan merupakan isu utama bagi masyarakat. Dengan kata lain, kampanye advokasi yang mereka lakukan didukung dengan data hasil penelitian, baik pengamatan, percobaan atau wawancara dengan orang yang berkaitan dengan isu yang ingin diangkat sehingga kemungkinan besar bisa mempermudah dan meningkatkan kesadaran publik, menghasilkan dukungan publik dan mempengaruhi pembuat kebijakan.
Mereka juga menampilkan wajah baru dalam aktivitasnya yakni dengan melibatkan publik dengan menggalang setiap orang untuk melakukan atau mendukung kampanyenya. Misalnya dengan melakukan penjualan atau pembagian kaos, souvenir dan sebagainya. Perkembangan teknologi baru semakin memperkuat kemungkinan kelompok-kelompok kecil pengunjuk rasa untuk membuat pesan mereka semakin mudah menjangkau dan didengar melalui penggunaan alat yang bisa diakses secara elektronik seperti berita, e-mail, sms, klaim hukum dan aksi tersebut. Teknologi internet dan telekomunikasi mobile, tidak hanya membantu mengatur, juga membantu untuk menginformasikan segala sesuatu tentang kegiatan mereka.
Saat ini, semakin banyak pengelola perusahaan yang mengakui bahwa isu-isu lingkungan dan sosial dapat memberikan manfaat komersial bagi perusahaan -- mulai dari untuk menjadi atribut yang membedakan produk hingga memotong biaya. Karena itu, kinerja lingkungan semakin dilihat sebagai isu kompetitif dan strategis bagi perusahaan. Selain itu, hubungan dengan NGO berkontribusi bagi perusahaan dalam membangun sistem radar peringatan dini dari masalah risiko yang berpotensi merusak.
Salah satu contoh hubungan antara perusahaan-NGO adalah kemitraan antara IKEA dan Greenpeace sebagai bagian integral dari stratei bisnis untuk mendapatkan keunggulan bersaing. Sebagai pengecer furniture terbesar di dunia, sebelum 1991, IKEA banyak mendapatkan kritikan:
• Pada pertengahan 1980-an, IKEA dituntut oleh pemerintah Denmark atas pelanggaran peraturan tentang emisi maksimum formaldehid.
• Menjadi sasaran demo NGO di Jerman yang memprotes penggunaan klorin dalam proses pemutihan pulp untuk katalog IKEA. NGO juga keberatan karena pembuatan katalog tersebut membutuhkan sejumlah pohon yang ditebang.
• Menjadi target kampanye vokal Greenpeace karena dituduh berranggung jawab atas penebangan pohon kayu dari hutan alami.
Dalam upaya untuk memperbaiki masalah lingkungan yang dihadapi, IKEA menghubungi Greenpeace untuk mengembangkan kemitraan untuk meningkatkan kinerja lingkungannya. Seperti diketahui, di Eropa, NGO dianggap oleh publik sebagai lembaga yang jauh lebih bisa dipercaya daripada bisnis dalam hal kesehatan lingkungan dan masalah sosial. Dari sisi ini, perusahaan mendapat manfaat karena NGO juga mengkomunikasikan bahwa perusahaan telah memnuhi standard pengelolaan hutan secara bertanggung jawab.
Karena itu, ada gagasan bahwa hubungan kerja yang efektif antara NGO dan bisnis dapat mendukung kredibilitas dan meningkatkan reputasi perusahaan. Pada tahun 2000, Home Depot, Inc. – raksasa jaringan toko bahan bangunan, menjalin hubungan dengan Forest Stewardship Council (FSC). Tujuannya adalah untuk kerjasama memilih dan memasarkan bahan bangunan dari hasil hutan yang dipanen dengan teknik bertanggung jawab terhadap lingkungan. Kesepakatan ini mengakhiri perdebatan panjang dan penuh kebencian. FSC menuduh Home Depot dan pedagang (pemasok Home Depot) bahan bangunan lainnya sebagaiperusak lingkungan.
Forest Stewardship Council (FSC) adalah organisasi non-profit internasional yang didirikan pada 1993 untuk mempromosikan manajemen hutan yang bertanggung jawab. Ini antara lain dilakukan dengan menetapkan standar pada hasil hutan, melakukan sertifikasi dan label bahwa produk itu ramah lingkungan.
Aliansi ini membantu Home Depot bisa mengklaim bahwa teknik pemasaran yang mereka lakukan adalah bertanggung jawab terhadap lingkungan, sehingga menyelaraskan kepentingannya dengan kelompok-kelompok lingkungan dan dengan pelanggan yang menginginkan kualitas tetapi bahan bangunan yang ramah lingkungan. Hubungan ini juga bisa membantu Home Depot membela kebijakan pemasaran mereka terhadap serangan yang lebih radikal dari Rainforest Action Network.
Perusahaan bahan bangunan lainnya (Wicke’s, Lowe’s, and Anderson Corporation – sebuah perusahaan raksasa khusus jendela-bangunan) bergabung ke dalam koalisi ini untuk memenuhi standar lingkungan FSC. Organisasi-organisasi ini terlibat dalam komunikasi dua arah untuk bersama-sama membuat keputusan. Proses ini bisa membangun kepercayaan, menyelaraskan kepentingan, menunjukkan komitmen lingkungan, bersikap kooperatif, mengadopsi kompatibel pandangan / pendapat, dan berkomitmen untuk mendukung pasar global untuk bahan bangunan dengan cara yang bertanggung jawab terhadap lingkungan.
Setelah perjanjian ini telah tercapai, public relations bisa menggunakan hubungan media menyebarkan informasi tentang perjanjian, menarik dan mempertahankan pelanggan, dan mengurangi kritik aktivis. Perjanjian ini memperkuat reputasi Home Depot sebagai perusahaan yang bertanggung jawab terhadap lingkungan. Itu bisa menjadi nilai tambah bagi image FSC sebagai advokat untuk pengelolaan sumber daya alam yang bijaksana.