Terdapat 340.000 kewirausahaan sosial (sociopreneur) di Indonesia dengan kontribusi terhadap perekonomian sebesar 1,9% dari Pendapatan Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Demikian studi yang dirilis The United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific. Meskipun terhitung masih kecil, namun kewirausahaan sosial menawarkan sarana-sarana inklusif yang dapat mandiri secara finansial untuk mendukung proses pembangunan di Indonesia.
Bank DBS Indonesia sebagai lembaga keuangan yang aktif dan peduli dalam mendukung perkembangan wirausaha sosial di Indonesia, pada awal semester kedua tahun ini(6/8) menggelar program “DBS Social Enterprise (SE) Meet Up”. Program tahunan yang dihelat DBS Foundation itu untuk mendukung wirausaha sosial di Indonesia.
“Bank DBS meyakini bahwa wirausaha sosial memiliki peran penting dalam pertumbuhan ekonomi Indonesia dan inklusi sosial. Kegiatan SE Meet Up kali ini agak berbeda, karena tujuan utama kegiatan kali ini adalah sesi berbagi pengalaman, tantangan, dan ekosistem kewirausahaan sosial di Indonesia dan Singapura. Oleh karena itu, kami juga berharap DBS SE Meet Up dapat menjadi sarana para pelaku wirausaha sosial untuk memperluas jaringan bisnis mereka,” tutur Mona Monika, Executive Director, Head of Marketing Communications PT Bank DBS Indonesia.
Lebih lanjut ia menjelaskan, ada dua isu utama yang dibahas pada DBS SE Meet Up kali ini. Pertama adalah Ekosistem Wirausaha Sosial yang terdiri dari kebijakan, karakteristik geografi, pasar, sumber daya manusia, budaya, dukungan sosial, dan pendanaan keuangan. Upaya ini penting untuk dilakukan karena tidak ada kepastian terhadap manfaat, identifikasi, dan lembaga hukum bagi wirausaha sosial. Indonesia tertinggal jauh di belakang banyak negara di Asia terutama ASEAN seperti Thailand dan Singapura terhadap pengakuan akan wirausaha sosial.
Isu lainnya adalahPengukuran Dampak. Dijelaskan Mona, masalah kedua untuk pengembangan wirausaha sosial di Indonesia adalah pengukuran dampak. Jika wirausaha sosial dapat menaklukkan peluang dan tantangan terhadap ekosistem yang ada, maka para pelaku wirausaha sosial perlu menghitung dampak dari bisnis yang dilakukan. Dampak bisnis menjadi sangat penting untuk diketahui oleh publik khususnya pemerintah, agar dapat menjadikan wirausaha sosial sebagai prioritas nasional di mana mereka memiliki peran yang signifikan terhadap kinerja ekonomi.
Bank DBS Indonesia, diakui Mona, hingga saat ini telah membina lebih dari 400 wirausaha sosial sejak tahun 2014. Wirausaha sosial binaan DBS tersebut antara lain:
#1 Sukkha Citta
Salah satu DBSF Grant Awardee tahun 2018 ini bertujuan untuk membawa perubahan ekonomi yang inklusif dengan membentuk generasi baru para pengrajin, yang dapat bersaing di pasar global dan merasa bangga akan hasil karya mereka. Para wirausaha sosial ini mengerti sektor kerajinan tangan dalam negeri yang memiliki potensi yang besar untuk pengembangan ekonomi dan sosial. Sukkha Citta mengapresiasi pengrajin rumahan Indonesia di pedesaan dengan menyediakan pengetahuan tentang industri melalui pelatihan dan sertifikasi yang setara dengan pasar internasional, sehingga menghilangkan praktek eksploitatif dalam menjaga keberlanjutan industri. Hibah akan digunakan untuk melatih lebih banyak pengrajin lokal, memberikan sertifikasi kepada masyarakat desa, dan meningkatkan kapasitas produksi.
#2 Du’Anyam
Du’Anyam, sebuah wirausaha sosial yang bertujuan untuk memberdayakan perempuan, meningkatkan kesehatan ibu dan anak melalui produksi dan pemasaran produk kerajinan anyaman daun lontar di daerah terpencil Indonesia. Sebagai penerima DBSF Grant pada tahun 2017, Du’Anyam bekerja sama dengan hampir 1.000 ibu-ibu penganyam di 50 desa di Flores Timur dan Lembata, Nusa Tenggara Timur (NTT) serta Nabire, Papua, dan telah berhasil meningkatkan pendapatan mereka sebesar 40%. Du’Anyam juga telah memasok lebih dari 90.000 produk kerajinan anyaman bagi hotel, perusahaan, maupun pembeli retail di Indonesia dan di mancanegara. Model bisnis wirausaha sosial seperti Du’Anyam dapat menjadi pilihan untuk usaha kecil dan menengah (UKM) bertransformasi dalam mengembangkan bisnis dan memberikan dampak positif bagi lingkungan sekitarnya.
#3 Mycotech
Selain Suka Chitta, Mycotech juga terpilih sebagai salah DBSF Grant Awardee tahun 2018. Mycotech merupakan wirausaha sosial yang membantu peningkatan daur ulang limbah pertanian dan meningkatkan pendapatan tambahan untuk petani di Indonesia. Dengan menggunakan teknologi yang dipatenkan, Mycotech menghasilkan sebuah perekat alami yang menyatukan serat organik - menciptakan material bangunan yang ramah lingkungan, kokoh, dan ringan. Bahan bangunan ini dapat menghasilkan panel dan ubin yang mewah untuk perabot, rak, dan perlengkapan interior lainnya. Petani kecil yang direkrut sebagai mitra Mycotech juga memperoleh pendapatan tambahan dengan menjualkan limbah agrikultural. DBS Foundation memberikan hibahpurwarupa kepada Mycotech pada 2016 untuk mengoptimalkan pabrik tanaman percobaan, serta demi mendapatkan sertifikasi yang dibutuhkan untuk mulai bekerja. Tahun ini, hibah akan digunakan untuk meningkatkan kapasitas produksi Mycotech dan merumuskan strategi pengelolaan IP yang lebih baik.
#4 Waste4Change
Waste4Change (W4C) adalah wirausaha sosial yang didirikan pada tahun 2014 dengan misi memberikan layanan pengelolaan sampah yang ramah lingkungan dan bertanggung jawab untuk Indonesia bebas sampah. Layanan pengelolaan sampah menyeluruh yang terdiri dari Consulting, Campaigning, Collecting, and Creating produk daur ulang untuk lingkungan yang berkelanjutan. W4C memungkinkan setiap klien untuk melacak di mana limbah mereka disimpan dan bagaimana prosesnya. Metode Zero Waste to Landfill merupakan ciri khas Waste4Change dalam pengelolaan sampah di mana pemilahan sampah di sumber dan memastikan pengolahan untuk seluruh sampah tanpa ada yang dikirim ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA), dan adanya pelaporan alur sampah yang komprehensif. Waste4Change merupakan mitra Bank DBS Indonesia untuk pengelolaan limbah yang bertanggung jawab di kedua kantor DBS.