Japfa dan PKGK UI Rilis Hasil Studi Kecukupan Gizi Anak Indonesia

MIX.co.id - Japfa Comfeed Indonesia, Yayasan Edufarmers, serta Pusat Kajian Gizi dan Kesehatan Universitas Indonesia (PKGK UI) baru saja merilis hasil studi untuk mengukur kecukupan gizi anak-anak Indonesia.

Studi dilakukan terhadap lebih dari 1.000 anak sekolah dasar, taman kanak-kanak, dan balita. Mereka mendapatkan makanan bergizi pada Mei-Juni 2024 lalu di lima kota, yakni Padang, Sragen, Mempawah, Malang, dan Makassar.

Studi ini menguji tiga model pemberian makan bergizi, yakni Ready to Eat (RTE), Ready to Cook (RTC), dan Swakelola. Objektifnya adalah untuk menganilisis efektivitas setiap model sekaligus memantau proses produksi, pemenuhan kebutuhan gizi, hingga distribusinya.

Dijelaskan Direktur Corporate Affairs Japfa Comfeed Indonesia Rachmat Indrajaya, “Konsumsi protein hewani di Indonesia masih rendah jika dibandingkan dengan negara maju dan beberapa negara ASEAN. Sebagai produsen protein hewani berkualitas, Japfa berkomitmen untuk menyediakan pangan yang bergizi dan terjangkau, sejalan dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) nomor 2: Zero Hunger, serta mendukung visi Indonesia Emas 2045.”

Studi ini disiapkan selama tiga bulan, mulai dari konsep model pemberian makan hingga pemilihan lokasi, sebelum akhirnya disosialisasikan pada awal Mei 2024 lalu. Wilayah cakupan studi meliputi daerah sekitar unit operasional Japfa, yakni SDN 06 Batang Anai di Padang, Sumatera Selatan; SDN 01 Duyungan di Sragen, Jawa Tengah; Posyandu Kecamatan Bululawang di Malang, Jawa Timur; SDN 03 Sungai Pinyuh di Mempawah, Kalimantan Barat; serta SD Bugatun Mubarakah dan TK Asoka di Makassar, Sulawesi Selatan. Selama enam minggu berturut-turut, setiap wilayah diuji coba selama 10 hari untuk setiap model pemberian makanan, yang kemudian diukur dan dievaluasi angka kecukupan gizi dan efektivitas pelaksanaannya.

Pada kesempatan yang sama, Prof. Dr. drg. Sandra Fikawati, MPH, ahli gizi kesehatan masyarakat PKGK UI, menambahkan, “Dari observasi lapangan, kami menemukan bahwa konsumsi protein hewani masih relatif rendah, kecuali telur. Selain itu, sebanyak 63% siswa tidak terbiasa membawa bekal. Meskipun demikian, status gizi siswa dilihat dari berat dan tinggi badan, tergolong normal berdasarkan standar WHO dan Kemenkes.”

Dari ketiga model pemberian makanan bergizi yang dilakukan, lanjut Prof. Fika, model Swakelola memiliki tingkat konsumsi tertinggi di antara siswa dengan persentase 84%, diikuti oleh Ready to Cook (RTC) dengan persentase 83%. Secara keseluruhan, jumlah anak dengan status gizi buruk/kurang, berkurang 2,8% pasca program. Program ini berhasil meningkatkan asupan gizi siswa, terutama dalam hal protein dan buah yang penting untuk pertumbuhan dan perkembangan siswa.

I Dewa Made Agung, Direktur Eksekutif Indonesia Food Security Review (IFSR), menegaskan pentingnya kolaborasi multi stakeholder dalam mendukung keberhasilan program makan bergizi. Yang tidak kalah penting, edukasi mengenai menu dan konsumsi makanan bergizi, serta pengelolaan food waste perlu diberikan kepada anak dan orang tua.

“Studi percontohan yang dilakukan oleh Japfa dan PKGK UI dapat menjadi referensi penting untuk implementasi program makan bergizi di sekolah-sekolah. Dari studi ini juga dapat dilihat penyusunan rentang biaya yang perlu disesuaikan dengan daerahnya. Selain itu, perlunya memastikan bahwa produsen menghasilkan bahan makanan yang berkualitas dan terjamin keamanan pangannya, serta higienitas dalam proses produksi untuk hasil yang optimal. Seperti daging ayam yang berasal dari rumah potong ayam yang memenuhi standar dan memiliki sertifikat NKV,” pungkas Dewa.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)