Pemerintah Indonesia telah menargetkan penurunan stunting hingga 14% pada 2024. Sayangnya, untuk mencapai target tersebut, pemerintah menghadapi tantangan baru, yakni bagaimana program pencegahan stunting tetap bisa berjalan di tengah pandemi Covid-19.
“Padahal, stunting merupakan salah satu indikator prioritas dalam SDGs, di mana target tahun 2030 adalah terbebas dari malnutrisi. Sejatinya, melalui penanggulangan stunting, maka human capital index Indonesia akan meningkat,” ungkap Kepala Dinas Kesehatan Jawa Barat dr. R. Nina Susana Dewi Sp. PK (K)., Mkes. MMRS, dalam webinar yang digelar awal Juli ini.
Ditambahkan Ketua TP PKK Provinsi Jawa Barat (Jabar) Atalia Praratya Ridwan Kamil, S.iP.,M.I.Kom, permasalahan gizi dan tingginya stunting masih menjadi permasalahan di bidang kesehatan. “Kami khawatir, saat ini, focus kita ke pandemi. Untuk itu, program terkait stunting ini harus disiapkan secara matang, karena kaitannya pada masa depan generasi bangsa,” ucapnya.
Lebih jauh ia menerangkan, di masa pandemi, saat ini, tidak ada lagi posyandu, dikarenakan khawatir terjadinya penularan Covid-19. “Ada beberapa posyandu yang belum tutup, yaitu posyandu keliling, namun tidak optimal karena kondisi PPKM darurat Jawa-Bali,” ungkap Atalia.
Oleh karena itu, menurutnya, diperlukan edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menekan stunting. Edukasi ini termasuk pola asuh, pola makan, dan sanitasi. “PR (pekerjaan rumah) kita adalah capaian target kita sebesar 14 % di tahun 2024, termasuk juga harus berkomitmen zero new stunting di tahun 2023. Ini semua dapat dilakukan dengan kolaborasi,” tegasnya.
Dituturkan Dr. drg. Marion Siagian, M.Epid, Kepala Bidang Kesehatan Masyarakat, angka prevalensi stunting di Jawa Barat berdasarkan Survei status gizi dan balita tahun 2019 sebesar 26,2%. Ini tercatat masih tinggi.
“Stunting ini disebabkan oleh faktor multidimensi sehingga penanganannya perlu dilakukan oleh multisektor. Selain itu, dipengaruhi juga oleh praktik pengasuhan yang kurang baik, terbatasnya layanan kesehatan termasuk layanan Ante Natal Care (ANC) dan pembelajaran dini yang berkualitas, kurangnya akses ke makanan yang bergizi, serta kurangnya akses air bersih dan sanitasi yang layak,” urainya.
Diimbuhkan Vice President General Secretary Danone Indonesia Vera Galuh Sugijanto, untuk mencapai target penurunan stunting, sejatinya tidak bisa dilakukan sendiri. Namun, dibutuhkan kolaborasi multipihak. “Yang paling penting adalah edukasi, karena kita butuh edukasi untuk mengubah mindset, pola pikir, dan gaya hidup masyarakat Indonesia. Melalui kampanye ‘Bersama Cegah Stunting’, kami mengintegrasikan berbagai program intervensi gizi spesifik dan sensitif pencegahan stunting Danone Indonesia, untuk dapat diimplementasikan secara bersamaan,” paparnya.
Sejak 2019, Danone Indonesia bersama Pemprov Jabar telah melakukan kolaborasi dalam upaya penanganan stunting pada 14 kabuapten/kota prioritas di provinsi Jawa Barat. “Upaya tersebut mencakup pemberdayaan kapasitas tenaga kesehatan dan kader posyandu, Puskesmas dan Rumah Sakit dalam hal edukasi pencegahan stunting, pendataan, monitoring, skrining gizi, hingga evaluasi,” urai Vera.