Perusahaan biasanya menetapkan harga lebih rendah dari harga yang dapat mereka tawarkan untuk produk barunya. Ini kebiasaan yang sangat buruk.
Berapa harga yang harus Anda patok untuk sebuah produk baru? Ditawarkan terlalu mahal, barang tidak akan terjual—tapi problem ini relatif lebih mudah diperbaiki dengan menurunkan harga. Dipatok terlalu murah, jauh lebih berbahaya.
Jika dipatok terlalu murah, perusahaan tidak hanya akan gagal memperoleh pendapatan dan keuntungan yang signifikan, tapi juga harus memperbaiki value position produk di pasar yang terlanjur rendah.
Merumuskan harga yang tepat di pasar sangat sulit, bahkan nyaris tidak mungkin. Pengalaman Mc Kinsey menunjukkan bahwa 80%-90% produk baru diluncurkan pada harga yang terlalu rendah.
Perusahaan secara konsisten menetapkan harga rugi (undercharge) meskipun mereka telah membelanjakan jutaan bahkan miliaran dollar untuk mengembangkan atau mengakuisisi merek tersebut.
Benar bahwa konsumen menginginkan harga murah untuk value yang lebih. Karena itu perusahaan yang ingin cepat menarik pangsa pasar atau return on investment (ROI) melakukan penawaran harga rendah—karena dengan harga yang tinggi kedua objektif tersebut (pangsa pasar dan ROI) akan lebih sulit dicapai.
Konsen ini mendorong perusahaan untuk mengambil incremental approach (pendekatan tambahan) untuk pricing: mereka menggunakan produk yang ada sebagai referensi mereka. Jika sebuah penawaran baru biaya pembangunannya 15% lebih mahal dibandingkan versi yang sebelumnya, misalnya, mereka mematok harga 15% lebih mahal untuk produk itu. Khususnya di pasar konsumer, mereka mungkin mengeset harga sedikit lebih mahal atau lebih murah dibandingkan kompetitor utama mereka.
Namun pendekatan incremental tersebut seringkali menilai lebih rendah (underestimate) value produk baru tersebut. Dalam kasus produk revolusioner (revolutionary product) portable bar code readers, misalnya, perusahaan pengambil harga produk stationary reader dan menaikkannya secara proposional, hanya berdasarkan pertimbangan kemampuannya menghemat waktu. Strategi ini dilakukan perusahaan untuk melakukan penetrasi ke pasar secara cepat.
Padahal, value produk ini sebetulnya lebih banyak, tidak sekadar untuk menghemat waktu dengan memperbaiki proses pembayaran di kasir, tetapi juga memungkinkan perusahaan mendesain kembali supply chains mereka.
Kemudahannya dibawa ke mana-mana, akses yang instan kepada informasi, dan dapat mengontrol inventory secara real time, sangat membantu memperbaiki perencanaan logistik dan delivery barang yang tepat waktu.
Perusahaan portable bar code readers tersebut tidak hanya gagal menangkap keseluruhan value produk baru tersebut, tetapi juga mengeset harga pada tingkat yang sangat rendah—dibandingkan dengan value-nya. Keputusan pricing yang tidak memperhitungkan banyak aspek ini telah melenyapkan potensi keuntungan lebih dari US$ 1 miliar!
Sebelum membidik tepat harga yang menjanjikan keuntungkan jangka panjang yang besar, perusahaan harus mengetahui harga tertinggi dan terendah yang dapat mereka pakai. Analisis price-benefit harus dilakukan lebih awal dalam siklus pengembangan produk.
Ketika pertama kali perusahaan menggali pasar, dia tidak boleh hanya melihat rintangan harga sebagai penilaian kelayakan produk. Tetapi dia harus menemukan atribut konsumen mana yang paling mau membayar pada harga tertentu.
Mengeksplorasi Opsi Harga
Untuk produk mee too atau produk yang menawarkan perbaikan yang sedikit (evolutionary products), ruangan untuk melakukan manuver relatif terbatas, dan pendekatan incremental mungkin akan mendekatkan harga pada optimal price.
Namun mematok harga 1% lebih murah saja dibandingkan harga optimal, bisa berarti kehilangan 8% keuntungan potensial operasional. Jadi penting bagi perusahaan untuk mengeksplorasi kemungkinan pricing yang lebih luas.
Karena pendekatan incremental cenderung fokus kepada batas bawah dari range harga (floor price), perusahaan seharusnya mulai melakukan hal sebaliknya.
Ceiling price atau batas atas harga—berdasarkan benefitnya, mungkin pada akhirnya membuktikan bahwa pada tingkat harga itu terlalu banyak ruang untuk kompetitor. Tetapi membuat batas atas akan memastikan bahwa masing-masing harga potensial tersebut bisa dibawa ke dalam diskusi.
Untuk membuat sebuah ceiling price, pengertian yang jelas tentang benefit produk adalah penting. Untuk mendapatkan ukuran yang akurat dari benefit produk yang ditawarkan—dan menemukan ceiling price yang benar—riset pasar mungkin harus didesain untuk mendapatkan umpan balik yang lebih terbuka dibandingkan yang biasanya diperoleh melalui kuesioner pilihan ganda atau teknik trade off, yang keduanya dapat membatasi respon.
Pricing cost-plus (penentuan harga berdasarkan cost per unit plus margin yang mewakili ROI minimal) seringkali dicemooh lemah, tetapi itu memainkan peran penting dalam menentukan harga dasar.
Analisis yang akurat tentang cost per unit, plus margin mewakili ROI minimal yang bisa diterima, membuka tingkat harga paling rendah yang masuk akal.
Meskipun model cost-plus terkenal, perusahaan seringkali tersandung dalam dua hal. Pertama, mereka tidak menghitung semua biaya yang seharusnya dialokasikan untuk produk; ada tendensi mengabaikan pengeluaran R&D serta goodwill pada saat akuisisi produk baru.
Kedua, mereka membuat proyeksi pasar yang terlalu optimistis sehingga membuat perkiraan biaya (elemen fixed cost) yang salah.
Kisaran harga untuk produk me too biasanya pendek. Diperlukan pemahaman asumsi yang mendasari perhitungan range harga itu dan tingkat kesalahan yang kecil dapat secara permanen menjaga produk menjadi profitable.
Jika kemampuan hidup sebuah produk tergantung kepada penghematan biaya yang dibangkitkan oleh skala ekonomi, perkiraan ukuran pasar (the size of market) atau segmen pelanggan yang salah akan menjadi bencana.
Karena itu, diperlukan riset untuk mengukur size of market atau segmen pasar pada tingkat harga yang beragam, di bawah ceiling price. Secara naluri, Anda barangkali mengira harga lebih rendah akan mendorong demand lebih tinggi.
Itu tidak selalu benar! Harga yang terlalu murah untuk kualitasnya, justru bisa menempatkan produk pada zona kematian.
Sebuah perusahaan, contohnya, menawarkan sebuah sistem manajemen data yang diklaim dapat menghemat ratusan juta dollar setiap tahun. Tetapi untuk menembus pasar secara cepat, dia mengeluarkan software inti dengan fee lisensi perusahaan kurang dari US$ 100.000.
Pelanggan potensial tidak menanggapi klaim perusahaan tersebut secara serius karena jika klaim tersebut benar, software tersebut seharusnya dihargai pada range yang sama dengan paket ERP (enterprise resource planning) lain, yang biayanya bisa lebih dari US$ 1 juta.
Setelah perusahaan menentukan pilihan pricing pada range yang penuh dan ukuran pasar pada berbagai poin dalam range tersebut, kini saatnya memformulasikan harga pelepasan (release price).
Membidik segmen pasar yang paling luas dengan range tersebut mungkin menggiurkan, tetapi untuk memperoleh keuntungan maksimal, memaksimalkan volume tidak perlu dilakukan (lihat boks “Penetration Pricing”).
Mempersembahkan sebuah harga ke pasar membutuhkan komunikasi yang lihay dan sabar. Barangkali akan sulit menjelaskan value dan benefit dari produk revolusioner (produk yang benar-benar baru) kepada pembeli yang skeptis. Tetapi bagaimanapun kondisinya, strategi pricing tidak boleh merusak pesan value-nya sendiri.
Keberuntungan produk selama enam bulan pertama sampai satu tahun setelah menyentuh pasar memiliki pengaruh yang kritis kepada positioning value-nya. Selama periode ini, perusahaan harus mengawasi operasi pricing mereka.
Diskon dapat dilakukan sejauh tidak mengorbankan persepsi pasar terhadap value-nya. Untuk mempercepat penetrasi perusahaan sebaiknya melakukan teknik sampling karena tidak akan mempengaruhi referensi harga.@ (Disarikan dari The McKinsey Quarterly, 2003 Number 3)