#5 Libatkan Konstituen
Social media tercatat sebagai tools komunikasi yang jitu bagi para politisi. Melalui social media, politisi mampu berhubungan langsung dengan pemilih, termasuk mendengarkan langsung keinginan mereka. Oleh karena itu, politisi dapat melibatkan konstituennya untuk membangun personal brandingnya dengan menggunakan social media.
#6 Gandeng Komunitas sebagai Peluang
Menjangkau orang-orang di dalam komunitas merupakan peluang bagi politisi dalam menjaring suara potensial, di luar loyalisnya. Oleh karena itu, penting bagi politisi untuk menggandeng komunitas dan terlibat di dalamnya.
#7 Jika Tak Sengaja Melakukan Kesalahan, Segera Minta Maaf
Seringkali seorang politisi tergelincir dari tindakan dan omongan yang spontan. Hal itu tentu saja berpotensi menjadi umpan bagi pihak lawan guna memviralkannya di social media. Seorang politisi yang cerdas tidak akan mencoba untuk menutupi kesalahannya. Sebab, setiap upaya untuk menyembunyikan kesalahannya, kemungkinan akan cepat terungkap oleh orang-orang yang telah mengambil screenshot-nya secara cepat untuk kemudian mem-posting ulang. Mengakui bahwa hal itu pernah terjadi, dan meminta maaf kepada orang-orang yang tersinggung, merupakan langkah yang tepat. Langkah meminta maaf, sejatinya akan membuat pemberitaan buruk dari pers akan menyusut. Terkait pemilihan gubernur DKI Jakarta, fase ini sebenarnya dapat dilakukan kandidat Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama atau yang akrab disapa Ahok, untuk menghadapi isu pelecehan ayat suci Alquran, Al-Maidah.
(Source: www.reputationdefender.com)