Tren hijabers yang tengah menjamur di Tanah Air turut memicu tumbuh suburnya pasar busana muslim di Indonesia. Sejumlah model busana muslim syra’i, seperti kaftan dan gamis, kini tengah diminati pasar. Bisnis ritel busana muslim yang menjanjikan itupun tercium oleh Hikmat Fashion. Sukses memasarkan produk busana muslimnya ke kawasan Timur Tengah, Afrika, Eropa, hingga Amerika, tepat di tahun 2012 Hikmat Fashion memutuskan untuk menjajaki pasar ASEAN.
Indonesia pun dipilih sebagai basis produksi Hikmat Fashion guna memenuhi kebutuhan pasar ASEAN, seperti Malaysia, Brunei Darussalam, dan Singapura. “Indonesia dipilih karena merupakan negara dengan penduduk muslim terbesar di dunia. Selain itu, bahan kualitas nomor satu yang selama ini digunakan untuk Hikmat Fashion berasal dari Indonesia. Oleh karena itu, kami memutuskan untuk membuka pabrik di Marunda, Jakarta Utara,” ungkap Hikmat Saleh Ahmad, CEO sekaligus Pendiri Hikmat Fashion.
Di tengah membanjirnya pemain busana muslim di Indonesia, strategi niche market dengan menghadirkan konsep busana abaya dipilih Hikmat Fashion. “Abaya adalah busana syar’i untuk segmen muslimah yang mirip dengan gamis, yang berasal dari budaya Timur Tengah. Abaya selalu identik dengan warna hitam. Melalui Hikmat Fashion, kami mencoba menampilkan abaya dengan desain yang modern, elegan, dan sangat eksklusif. Kami pun mamadukan abaya Hikmat Fashion dengan detil aksesoris seperti mute, manik-manik, dan border. Bahan busana dan aksesoris yang kami gunakan juga yang terbaik di kelasnya. Contohnya, untuk bahan, kami menggunakan Jet Black (super hitam) kualitas ekspor yang berasal dari Indonesia dan pernak-pernik aksesoris dari Korea,” terang Hikmat yang menyebutkan bahwa Hikmat Fashion menyasar kelas menengah atas dengan range harga produk berkisar Rp 600 ribu hingga Rp 1,4 juta.
Meski abaya identik dengan warna hitam, Hikmat memilih tidak monoton untuk menghadirkan satu warna. Bersama sang istri, Hikmat juga mendesain koleksi Hikmat Fashion dengan warna lainnya. Misalnya, warna merah dan pink yang memang disukai oleh pasar Indonesia. Diterangkan Hikmat, “Memasuki tahun 2016, tren abaya memang masih didominasi warna hitam. Meski demikian, warna-warna di luar hitam juga akan menjadi pilihan pasar. Untuk itu, sebagai pasar acuan abaya di Indonesia, di tahun 2016 kami akan menampilkan busana abaya yang lebih beragam, guna menembus kekakuan busana tradisional Timur Tengah.”
Diakui Hikmat, istilah dan desain abaya memang belum begitu dikenal akrab di masyarakat Indonesia. Untuk itu, sebagai pendatang baru serta ingin menjadi pelopor desainer abaya di Indonesia, berbagai upaya marketing komunikasi untuk memperkenalkan sekaligus mengedukasi market dilakukan. Aneka channel komunikasi, ditambahkan Hikmat, dimanfaatkan untuk membangun brand awareness Hikmat Fashion. Di antaranya, beriklan di media konvensional seperti koran dan majalah-majalah yang menyasar segmen muslim, mengikuti pameran, menyebar ratusan katalog ke seluruh customer dan reseller, menggunakan media luar ruang seperti neon box, menjadi peserta fashion show seperti Indonesia Fashion Week 2015 dengan memperkenalkan sepuluh koleksi Hikmat Fashion, hingga kegiatan Public Relations seperti media gathering. “Kami juga menggunakan media digital seperti website di www.hikmatfashion.com serta social media seperti facebook, isntagram, dan twitter,” tandasnya.
Bicara soal penjualan, diakui Hikmat, Hikmat Fashion memang fokus pada produk ritel (grosir) dengan memproduksi busana dalam kapasitas besar. Oleh karena itu, channel penjualan yang dimanfaatkan Hikmat Fashion adalah para reseller—yang kini sudah berjumlah lebih dari seratus reseller—untuk merangsek seluruh pelosok Indonesia. Hikmat Fashion juga memanfaatkan jalur modern channel seperti jaringan Metro Department Store, Pasar Raya, hingga Sarinah. Belum cukup, untuk menyasar segmen urban, maka situs belanja online pun dipilih untuk memasarkan produk abaya Hikmat Fashion. “Sampai saat ini, kami baru memasarkan abaya Hikmat Fashion di Zalora. Ke depan, kami akan menambah jumlah kemitraan dengan situs belanja online lainnya,” lanjutnya.
Hasilnya? Sejak hadir di tahun 2012, kapasitas produksi abaya di pabrik Marunda mencapai 5.000 potong per hari, dengan jumlah total karyawan tak kurang dari 200 orang. “Untuk penjualan, tahun 2014, kami berhasil menjual 50 ribu potong busana. Tahun 2015, penjualan kami meningkat menjadi 60 ribu potong busana abaya. Jika dulu kontribusi pasar lokal (Indonesia) mencapai 90%, saat ini kontribusi pasar lokal mencapai 70%. Untuk memenuhi ekspansi pasar ke mancanegara, pada tahun 2016, kami berencana memperluas pabrik hingga kapasitas produksi bisa bertambah menjadi dua kali lipat,” targetnya.
1 thought on “Banjir Busana Muslim, Hikmat Fashion Pilih Strategi Niche Market”