Bisnis Moge Bergairah Lagi di Indonesia

Motor gede

Sejalan dengan meningkatnya jumlah kelas menengah atas Indonesia, pasar produk gaya hidup sekelas motor gede pun menggeliat—ditandai dengan kehadiran merek baru seperti Triumph dari Inggris serta kembalinya Suzuki lewat brand Hayabusa di Indonesia pada tahun ini. Seberapa besar potensi pasarnya? Bagaimana mereka menciptakan pasar dan membangun kebanggaan konsumen kepada brand-nya?

Bertumbuhnya kelas menengah atas di Indonesia telah membuat pasar motor besar atau motor gede (moge) di Indonesia kembali bergairah. Sepeda motor bermesin di bawah 500 cc memiliki market size 7 juta unit tiap tahunnya. Sedangkan moge bermesin di atas 500 cc diperkirakan pelaku bisnis ini akan mencapai 3.000-3.500 unit dalam setahun. Jika satu unit moge dibandrol dengan rata-rata Rp 300 miliar hingga Rp 400 juta, maka nilai bisnis moge di Tanah Air dalam setahun bisa mencapai sekitar Rp 900 miliar hingga Rp 1,4 triliun. Pasar moge Indonesia ini menjadi sangat seksi dan sayang dilewatkan oleh pelaku industri ini.
Sementara itu, menurut catatan MIX pasar moge di Indonesia masih di bawah 3.000 unit pada tahun ini. Merek moge yang sudah eksis di sini seperti Harley Davidson, Ducati, dan Kawasaki masing-masing membukukan penjualan tidak lebih dari 300 unit per tahun. Harley Davidson penjualannya sekitar 200-300 unit. Sementara Ducati pada tahun lalu membukukan penjualan 260 unit. Akan halnya Kawasaki, secara total pada tahun lalu mencatat penjualan 123 unit (termasuk motor di bawah 500 cc).
Selain existing brand moge di pasar Indonesia seperti Ducati, Harley Davidson, dan Kawasaki, sejumlah merek asing belakangan turut merangsek pasar Tanah Air, salah satunya merek Triumph dari Inggris. Menurut Paulus B. Suranto, Managing Director PT Triumph Motorcycles Indonesia, baru tahun ini kompetisi antar merek–merek moge di Indonesia kembali bergairah, bahkan trend memakai moge bergairah kembali.
“Itu sebabnya, kami sangat serius menggarap pasar moge di Indonesia dengan mendirikan kantor sekaligus one stop outlet di daerah Kemang. Di sana, selain menerapkan 3S (Sales, Service, Sparepart), kami juga menghimpun komunitas,” ungkap Paulus menunjukkan keseriusan Triumph di Indonesia.
Di pasar global, produk keluaran Triumph tercatat laku keras. Namun di Indonesia, diakui Paulus, Triumph baru masuk tahap penetrasi dengan menyiapkan dua belas varian produk yang sesuai dengan pasar dan keinginan konsumen di Tanah Air.
Untuk memperkenalkan produknya itu, Triumph memanfaatkan momen Indonesia International Motor Show (IIMS) 2014 dengan menampilkan 7 dari 12 varian yang diusung di Indonesia, di antaranya Bonneville T-100 dan Truxton untuk model Modern Classic; Street Tripple 675R ABS dan Speed Tripple 1050 ABS dari model Roadster; serta Daytona 675 R ABS, Tiger Explorer, dan Rocket III Roadster, yang masing-masing mewakili model Supersport, Adventure, dan Cruiser.
“Positioning Triumph adalah emotional bike. Maksudnya, motor Triumph bukan sekadar motor untuk dipakai bepergian dari satu tempat ke tempat lain. Tetapi, untuk merasakan bagaimana nikmatnya bermotor dengan penuh percaya diri dan kebanggaan. Brand proposition-nya adalah what we stand for and deliver – real riding obsession,” terang Paulus.
Itu artinya, Triumph menyasar para urban sport, adventurer, and icon—alias para penikmat motor yang pastinya sangat paham tentang Triumph. Segmennya berada di level high end dengan kisaran harga produk di angka Rp 300 juta hingga Rp 500 juta per unit. “Kami melihat konsumen di pasar tersebut terus bergerak meningkat dan bertambah banyak. Hal itu bisa dilihat dari data AISI (Asosisasi Industri Sepeda Motor Indonesia), dimana pertumbuhan motor di bawah 500 cc meningkat sekitar 10% tiap tahunnya,” yakinnya.
Tak mau ketinggalan, Suzuki, incumbent yang sudah lama tiarap dengan produk moge-nya, tergiur untuk kembali. Mulai 2014 ini, kata Senior Director Motorcycle Sales and Marketing Suzuki Indomobil Sales Endro Nugroho, Suzuki meluncurkan varian terbaru untuk segmen moge, yaitu Suzuki GSX1300R atau dikenal dengan nama Hayabusa, Suzuki GSR 750, Suzuki V-Strom 650, dan Suzuki Burgman 200.
“Hadirnya empat produk tersebut menunjukkan bahwa Suzuki menilai Indonesia sebagai pasar yang sangat strategis bagi penjualan sepeda motor premium. Mengingat tiap tahunnya angka penjualan moge selalu meningkat. Lantaran, pertumbuhan konsumen kelas menengah di Indonesia dalam kurun waktu lima tahun terakhir telah mendorong peningkatan permintaan moge untuk naik kelas,” kata Endro.
Keempat jenis tersebut memiliki tawaran yang berbeda. Bagi penggemar mesin berkecepatan tinggi, menurut Endro, Suzuki GSX1300R model yang paling cocok. Sementara bagi para penyuka motor cepat yang ingin tampil penuh gaya, bertenaga, dan canggih, GSR 750 merupakan salah satu model yang paling digemari.
Untuk para pecinta petualangan, V-Strom 650 adalah motor yang sempurna untuk dikendarai di berbagai medan. Ada pun Burgman 200 menawarkan body yang elegan, dengan mesin 200cc yang bertenaga. Model itu, ditambahkan Endro, sesuai untuk para pengendara yang ingin menikmati saat-saat berkeliling kota atau pulang-pergi ketika bekerja.
“Positioning kami jelas, Suzuki selalu bicara soal ketangguhan, kecepatan, dan karakter untuk produk mogenya,” tegas Endro, yang menyebutkan bahwa Suzuki menargetkan total penjualan sekitar 27.000-30.000 unit sepeda motor per bulan setelah Lebaran 2014. Selanjutnya, pada September—pasca peluncuran varian moge-nya—Suzuki mematok kenaikan penjualan 10%-15% tiap bulannya.
Mencoba berbeda, Suzuki mengemas peluncuran empat varian moge anyarnya itu lewat strategi khusus. Salah satunya, dengan memadukan brand dengan tempat nongkrong yang dinilai menjadi trendsetter, “Suzuki Rolling Stone Cafe”.
“Rolling Stone dan Rolling Stone Cafe itu trend setter anak muda. Jadi, anak-anak muda bisa datang ke sini, lihat produk kami yang dipajang di sini. Lewat acara peluncuran Suzuki Amazing Night (25/9, Cafe and Resto milik Majalah Rolling Stone ini akan menyasar pasar yang sesuai dengan segmen dan target dari Moge Suzuki,” imbuh Endro.
Sementara strategi lainnya, Suzuki juga akan menggunakan kanal komunikasi tradisional seperti produk motor lainnya. Sebut saja, iklan TV yang masih belum tayang, print ad, dan radio. Termasuk, berpartisipasi dalam berbagai acara pameran dan exhibition otomotif maupun pameran umum.
Soal kanal digital, Suzuki juga akan memanfaatkan Website yang terus di-update informasinya hingga social media. “Namun, yang kami jaga terus engagement-nya adalah komunitas. Sebab, di dunia otomotif, peran komunitas sangatlah penting,” aku Endro, yang berharap pada 2015 penjualan moge Suzuki bisa terus meningkat.
Menggarap pasar moge, menurut Endro, jelas berbeda dengan menggarap motor bebek atau jenis motor lainnya. Tantangannya bukan terletak pada kesulitan mencari pasar, tapi pada bagaimana menjaga eksistensi dan kualitas sekaligus menjaga engagement dengan para pengguna motor.
“Oleh karena itu, selalu dekat dengan komunitas, menjalin komunikasi yang harmonis, adalah kuncinya. Itu sebabnya, treatment yang diberikan kepada para pengguna moge harus juga lebih personal approach,” tandas Endro.
Sementara itu, sebagai pendatang baru, Triumph tentu tak mau kalah gesit dengan merek-merek incumbent. Untuk itu, sebagai upaya penetrasi pasar, Triumph menggandeng sejumlah distributor. Untuk DKI Jakarta, PT Triumph Motorcycles Indonesia telah menunjuk PT Gerai Motor Terpadu, sebagai dealer eksklusif untuk menangani penjualan dan layanan purna jual di wilayah Jakarta. Sedangkan untuk wilayah Serpong dan Banten, telah ditunjuk PT Megah Putra Motorindo guna menangani penjualan dan layanan purnajual di area tersebut. “Kami juga tengah mengembangkan jaringan distribusi Triumph di wilayah lain, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, JawaTimur, dan Bali,” ucap Paulus.
Sebagai merek yang baru saja resmi hadir di Indonesia, diakui Paulus, tentu belum banyak yang dilakukan Triumph. Namun, Triumph mengklaim telah memiliki basis pencinta motor yang sangat kuat dan solid di Indonesia. Hal itu dibuktikan dengan new customer Triumph di Indonesia terus bertambah.
“Saat ini, fokus kami adalah meningkatkan edukasi tentang kecintaan terhadap Triumph ke konsumen, how to safety riding, serta bagaimana menikmati berkendara dengan percaya diri, sesuai dengan positioning Triumph sebagai emotional bike,” lanjut Paulus.
Masih dalam rangka menumbuhkan kecintaan dan fanatisme kepada brand—salah satu syarat pemasaran brand life style semacam moge, Triumph membangun divisi khusus untuk memproduksi merchandise seperti jaket, kaos, tas, dan berbagai aksesoris. ”Kami menjual itu semua untuk membangun komunitas Riders Association of Trumph (RAT) di Indonesia. Jika ada yang membeli motor Triumph misalnya, maka mereka akan langsung mendapatkan no anggota klub RAT dengan nomor keanggotaan klub. Mereka juga nantinya akan bisa mempergunakan jaket khusus klub,” Paulus menerangkan.
Kanal digital tentu saja tidak dilewatkan Triumph—dilakukan dengan menyediakan fasilitas berkomunikasi secara digital melalui akun Facebook yang dapat diakses melalui official page Triumph Motorcycles Indonesia, Twitter @TriumphRiders, Website www.triumphmotorcycles.co.id, serta microsite www.triumphrider.id. Ke depan, katanya, Triumph juga akan menghadirkan akun Instagram dan YouTube.
“Acara touring di berbagai kota dan acara konvoi dalam kota juga bagian dari strategi untuk bisa bonding dengan konsumen. Sebab, bagi kami, Triumph bukan sekadar merek, melainkan keluarga para biker,” ungkap Paulus yang mematok target market share pada tahun pertama lebih dari 10% dari produk-produk yang sudah ada.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)