Haruskah Marketers Menggunakan “One Brand” Strategy?

Bulan lalu, Coca-Cola melakukan keputusan yang berani terkait branding. Ya, Coca-Cola meluncurkan "One Brand" strategy untuk 11 market. Strategi tersebut dimulai Coca-Cola di Inggris, yang lebih dikenal dengan Strategi Master Brand Coca-Cola, dimana Coca-Cola membawahi semua sub-brand-nya, termasuk Diet Coke, Coca-Cola Life, Coca-Cola Zero, dan Coke regular.

Coca-Cola Luncurkan "One Brand" Strategy Coca-Cola Luncurkan "One Brand" Strategy

Salah satu langkah yang dilakukan Coca-Cola paska peluncuran strategi “One Brand” adalah iklan empat produk sekaligus--Coca-Cola regular, Coca-Cola Life, Coca-Cola Zero, dan Diet Coke--dengan merek Coca-Cola. Pada iklan tersebut, Coca-Cola mengusung pesan brand rendah kalori atau tanpa gula. Pesan komunikasi itu cukup dimaklumi, karena hanya lima persen dari konsumen saat ini yang tahu bahwa Coca-Cola menawarkan lebih rendah kalori dan produk bebas gula.

Sejatinya, langkah tersebut membuat brand-brand di bawah Coca-Cola bersinergi. Yang paling penting, belanja marketing pun bisa menjadi efesien, karena sinergi ke-11 brand di bawah Coca-Cola berada pada pengeluaran pemasaran satu merek saja. Akhirnya, Coca-Cola mampu memperluas mereknya lewat platform multimedia baru, Coca-Cola Journey.

Namun, menurut Larry Lucas, Partner di Vivaldi Partners Group, strategi “One Brand” Coca-Cola tidak berarti nihil resiko. Contohnya, strategi tersebut juga harus mengubah kemasan sejumlah produk di bawah bendera Coca-Cola. Dan, setiap perubahan kemasan akan memicu kebingungan konsumen. Artinya, konsumen merasa asing dengan perubahan pada kemasan tesebut. Ambil contoh, konsumen Diet Coke—yang notabene identik dengan minuman karbonasi bebas gula—tentu akan berpikri ulang untuk mengambil Diet Coke dengan bendera Coca-Cola. Mengingat, hanya 5% konsumen yang tahu bahwa Coca-Cola rendah kalori dan bebas gula.

Oleh karena itu, diyakini Larry, banyak hal yang harus dipertimbangkan perusahaan dalam memanfaatkan strategi “One Brand” dengan menggunakan master brand, seperti halnya Coca-Cola. Untuk mengetahui seberapa besar potensi perusahaan dalam menerapkan strategi “One Brand”, maka marketers harus mampu menjawab empat pertanyaan di bawah ini.

1. Apa saja janji merek secara keseluruhan dan hubungan seperti apa yang ingin diciptakan antara seluruh brand dengan konsumen?
Tujuh tahun lalu, janji merek Coca-Cola dalah “refreshment” atau kesegaran. Selanjutnya, janji merek Coca-Cola berubah menjadi lebih emosional, “open happiness”. Berikutnya, paska peluncuran strategi “One Brand”, Coca-Cola memodifikasi sedikit janji mereknya menjadi “choose happiness” guna menekankan pilihan kepada konsumen. Dengan begitu, poin penting tentang janji merek tunggal dapat memperkuat Coca-Cola menuju “Branded House” strategy.

2. Apa peran merek dalam konteks kehidupan sehari-hari konsumen?
Untuk mencapai strategi pertumbuhan, Coca-Cola menargetkan 30 kali minum dan bercita-cita untuk menjadi bagian dari kehidupan konsumen dalam konteks kehidupan konsumen. Untuk mengeksekusi hal itu, maka Coca-Cola mengubah perannya: dari “minuman yang harus dimiliki saat konsumen berpergian”, menjadi "minuman keluarga di rumah".

3. Seperti apa dinamika kompetisi dalam ekosistem bisnis?
Persaingan sangat ketat dalam kategori cola atau minuman karbonasi. Belum lagi, pergeseran preferensi konsumen dan tekanan pengecer yang sangat signifikan. Sebuah jajak pendapat Gallup AS terbaru menunjukkan bahwa 63% orang Amerika menghindari soda, yang menjelaskan penurunan volume penjualan soda dalam sepuluh tahun terakhir. Fakta itu penting untuk mengenali bahwa Coca-Cola tidak hanya bersaing dengan merek cola lainnya, seperti Pepsi, tetapi juga bersaing dengan minuman penyegar alternatif lainnya. Termasuk, bersaing dengan mereka yang tidak mengkonsumsi produk cola. Dengan berpindah ke strategi “Branded House”, Coca-Cola telah memberikan pengecer insentif tambahan sekaligus dukungan pemasaran untuk membawa banyak portofolio.

4. Bagaimana Master Brand menciptakan value?
Strategi "Branded House" Coca-Cola yang baru telah mampu menyederhanakan janji banyak merek ke dalam satu janji merek atau janji tunggal. Toh, konsumen tidak selalu membutuhkan lebih banyak pesan atau cerita, lebih banyak konten, lebih banyak janji merek, dan lebih banyak pilihan. Dan, "Choose Happiness" telah menyederhanakan pilihan kepada konsumen Coca-Cola. Sejatinya, strategi ini juga menciptakan value bagi Coca-Cola dengan menggenjot penetrasi yang lebih tinggi melalui trial dan konsumsi dari masing-masing empat sub-merek tersebut. Dengan bundling pemasaran dan spending marketing pada satu merek, maka akan mampu menciptakan lebih besar share of voice.

Disarankan Larry, pada akhirnya, sebuah langkah menuju strategi "branded house" harus menjadi sebuah keputusan yang harus dipertimbangkan betul oleh marketers. “Marketers harus berhati-hati, terutama risiko yang harus diambil dari strategi Branded House,” ungkap Larry.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)