Kecerdasan Emosi Pengaruhi Kinerja Marketers

Kecerdasan emosi, kini, menjadi salah satu variable bagi perusahaan dalam melakukan rekrutmen karyawan. L'Oreal misalnya, sejak tahun 1990, sudah mulai menggunakan kecerdasan emosi sebagai salah satu variable-nya saat menyewa marketers atau tenaga pemasarnya.

kecerdasan emosi

Langkah yang diambil L'Oreal tersebut tak lepas dari pertimbangan pengetahuan emosional yang sanggup mempengaruhi kinerja marketers. Ya, marketers dengan kecerdasan emosi yang bagus, rupanya sanggup menjual US$ 91.370 setiap tahun lebih banyak, jika dibandingkan rekan-rekan lainnya. Hasilnya, mereka mampu mencetak pendapatan bersih sampai US$ 2,5 juta.

Tak mengherankan, jika baru-baru ini, kerajaan pizza Chicago, Lou Malnati, menempatkan kecerdasan emosi sebagai pusat bisnisnya. "Ada 2.400 orang yang bekerja di perusahaan ini. Pekerjaan terbesar adalah menciptakan hubungan dan melayani orang," kata CEO Marc Malnati kepada Business Insider.

Gerhard Blickle, psikolog dari Universitas Bonn, Jerman—seperti dikutip Sidney Morning Herald—meyakini bahwa semakin baik mengenali emosi, maka akan semakin besar pendapatan seseorang.

Untuk itu, bersama timya, baru-baru ini Blickle mempublikasikan hasil penelitian mereka tentang bagaimana kemampuan membaca emosi dapat mengarahkan orang di dunia kerja untuk menghasilkan lebih banyak uang.

Pada eksperimen itu, ada 142 responden dewasa diminta melihat gambar-gambar dan mendengarkan rekaman aktor serta anak-anak yang mengungkapkan perasaan hatinya. Dalam kesempatan itu, para responden diminta untuk menyebutkan emosi apa saja—baik sedih, marah, atau bahagia—yang terungkap di sana.

Hasilnya, mereka yang paling baik mengenali emosi, memiliki potensi sukses 90 persen. Sebaliknya, yang kurang mengenali emosi hanya bisa sukses 60 persen.

Selanjutnya, para peneliti menindaklanjuti dengan menanyai para kolega dan penyelia para responden penelitian, mengenai seberapa tulus, berpengaruh, dan cepatkah responden-responden itu dalam menjalin hubungan di tempat kerja. Tim peneliti mereplikasi penelitannya pada 156 responden yang berbeda berdasarkan jenis kelamin, umur, pelatihan, jam kerja, dan titelnya.

"Kami mengamati semua varian ini. Efek kemampuan dalam mengenali emosi terhadap pendapatan rupanya masih bertahan. Tak mengherankan, jika sejumlah perusahaan yang berpikiran maju, telah memasukkan kecerdasan emosi sebagai salah satu variable dalam rekrutmen dan manajemen,” tutup Blickle.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)