Setiap tahun terdapat sekitar tiga puluh ribu produk konsumen (consumer good) baru yang dipajang di rak-rak toko. Sembilan puluh persen dari mereka gagal. Mengapa? Menurut Christensen dan kawan-kawannya, mereka menggunakan praktik segmentasi pasar yang salah arah.
Misalnya, seorang marketer bisa saja membagi pasar berdasarkan jenis pelanggan dan menentukan kebutuhan yang mewakili pelanggan di segmen tersebut. Persoalannya, orang tidak selalu berperilaku seperti rata-rata pelanggan yang ditunjukkan oleh statistik. Akibatnya, marketer mengembangkan produk baru dan yang disempurnakan yang tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Profesional pemasaran harus memahami bagaimana klien mereka menjalani hidup mereka dan menciptakan produk yang relevan yang memecahkan masalah mereka dan memenuhi kebutuhan mereka. Pelanggan membeli produk karena suatu alasan, mereka sering memiliki pekerjaan yang perlu dilakukan namun pekerjaan seringkali tidak diketahui oleh pemasar.
Ketika orang membeli sebuah produk, pada dasarnya mereka "menyewa" sesuatu untuk menyelesaikan pekerjaan. Jika melakukan pekerjaan dengan baik, ketika mereka dihadapkan dengan pekerjaan yang sama, mereka akan mendapatkan produk yang sama lagi. Akan tetapi, jika produk itu melakukan pekerjaan yang payah, mereka "memecatnya" dan mencari-cari sesuatu yang mungkin bisa mereka selesaikan untuk memecahkan masalah.
Apa itu pekerjaan? Menurut Teori Pekerjaan, pekerjaan adalah kemajuan yang seseorang coba buat dalam keadaan tertentu. Definisi pekerjaan ini bukan sekadar cara baru untuk mengkategorikan pelanggan atau masalah mereka. Ini adalah kunci untuk memahami mengapa mereka membuat pilihan yang mereka buat.
Pilihan kata "kemajuan" itu disengaja. Ini mewakili gerakan menuju tujuan atau aspirasi, sebab bagaimanapun pekerjaan selalu merupakan proses untuk membuat kemajuan dan jarang merupakan kejadian tersendiri. Pekerjaan belum tentu hanya sebuah "masalah" yang muncul, meski bentuk kemajuan yang diambil bisa saja berupa penyelesaian masalah tertentu dan perjuangan yang diembannya.
Misalnya, pelanggan tidak menginginkan bor, mereka menginginkan lubang seperempat inci. Oleh karena itu, mereka "menyewa" bor untuk mencapainya. Bergantung pada kelebihan latihan yang mereka pilih, hal itu akan melakukan pekerjaan itu dengan baik atau buruk.
Dengan memahami pekerjaan dan meningkatkan dimensi sosial, fungsional dan emosional suatu produk, maka pekerjaan itu menjadi lebih baik, perusahaan dapat membangun merek yang terkait erat dengan pekerjaan (tujuan merek). Tujuan merek yang jelas mengarahkan pelanggan ke produk yang tepat dan membimbing perusahaan untuk lebih meningkatkan fitur yang relevan dengan pekerjaan, membangun ekuitas merek dari waktu ke waktu. Disini tugas periklanan dan komunikasi pemasaran lainnya menjelaskan sifat pekerjaan dan mengingatkan pelanggan bahwa mereka memiliki pekerjaan untuk diselesaikan, namun periklanan itu sendiri tidak membangun merek.
Jadi alih-alih mencoba memahami pelanggan "khas", seyogyanya marketer mencari tahu pekerjaan apa yang ingin dilakukan orang. Kemudian mengembangkan tujuan yang ingin dicapai dari seuatu merek dengan mempertimbangkan apakah produk atau layanan konsumen dapat "disewa" pelanggan untuk melakukan pekerjaan tersebut. FedEx, misalnya, merancang layanannya untuk melakukan pekerjaan "Saya perlu mengirimkan ini (barang) dari sini ke sana dengan sempurna secepat mungkin." Hasilnya, sejahun ini menurut Christensen, FedEx jauh lebih mudah, handal, dan terjangkau daripada penyedia alternatifnya di AS.
Layanan Pos atau kurir dibayar karena menyediakan tempat di perusahaan penerbangan. Ini -bahwa pebisnis di seluruh dunia mulai menggunakan "FedEx" sebagai kata kerja. Tujuan merek yang jelas bisa berfungsi sebagai kompas dua sisi: Satu sisi mengarahkan pelanggan ke produk yang tepat. Panduan lainnya adalah perancang, pemasar, dan pengiklan saat mereka mengembangkan dan memasarkan produk baru dan lebih baik.
Sebuah restoran cepat saji ingin meningkatkan penjualan milk shake. Seorang peneliti mengamati pelanggan yang membeli milik shake mencatat bahwa 40% milk shake dibeli pelanggan yang terburu-buru pada pagi hari dan dibawa ke mobil pelanggan.
Hasil wawancara (kualitatif) mengungkapkan bahwa kebanyakan pelanggan membeli milk shake untuk melakukan pekerjaan serupa: membuat perjalanan mereka lebih menarik, mencegah kelaparan sampai makan siang, dan memberi mereka sesuatu yang bisa mereka konsumsi dengan bersih dengan satu tangan.
Memahami pekerjaan ini mengilhami beberapa ide peningkatan produk. Misalnya, tempatkan pembuat milk shake ke meja meja bagian terdepan toko dan jual kartu prabayar kepada pelanggan sehingga mereka bisa membuat milk shake sendiri dan menghindari jalur pengendara yang lambat.
Christensen CM, Cook S, Hall T. Marketing Malpractice: The Cause and the Cure. Harvard Business Review, December 2005.