Sampai beberapa tahun lalu, Astra International sempat galau. Ketika Astra melakukan riset untuk mengetahui bagaimana persepsi seluruh stakeholder Astra, termasuk mahasiswa, hasilnya cukup mengagetkan. Beberapa responden yang disurvei ada yang belum mendapat informasi yang baik tentang Astra, sehingga persepsi mereka kurang bagus terhadap Astra dibanding kepada perusahaan lain.
Gambaran itulah yang menjadi pendorong Astra untuk memperbaiki materi komunikasi kepada stakeholders dan lebih gencar lagi berkomunikasi. “Alhamdulillah, sekarang hasilnya sangat bagus,” kata Chief Corporate Human Capital Development Astra Aloysius Budi Santoso.
Dalam beberapa waktu terakhir, semakin banyak perusahaan yang menggunakan employer branding untuk menarik, merekrut dan memastikan bahwa karyawan yang ada terlibat dalam budaya dan strategi perusahaan.
Minat terhadap employer brand dapat dilihat dari banyaknya artikel tentang topik tersebut baik dalam liputan bisnis dan praktisi pers (Frook, 2001; Eisenberg et al, 2001.). Pencarian internet menggunakan Google dan Yahoo! Dengan menggunakan kosa kata "employer brand" menghasilkan lebih dari 3.000 hits.
Dengan kata lain, employer branding berarti menerapkan prinsip-prinsip branding dalam manajemen sumber daya manusia. Seperti halnya merek produk konsumen, employer branding mengedepankan image yang menunjukkan bahwa organisasi tersebut merupakan tempat yang baik untuk bekerja. Dalam beberapa tahun terakhir, banyak perusahaan mengembangkan employer branding atau tertarik dalam mengembangkan program tersebut.
Tantangan bagi employer tidak hanya membuat karyawan potensial menyadari bahwa perusahaan tersebut merupakan tempat yang baik untuk bekerja dan membuat pelamar terbaik berhasil melalui rekrutmen. Namun demikian, yang juga dianggap penting adalah mempertahankan karyawan vcerdas dan berbakat, serta memastikan bahwa mereka faham tentang tujuan dan komitmen perusahaan.
Dalam konsep branding, ada dimensi yang dikenal dengan asosiasi merek atau pikiran dan ide-ide yang bisa membangkitkan nama merek dalam benak konsumen (Aaker, 1991). Asosiasi merek dapat diungkapkan dengan kata, tapi bisa juga berada pada tataran sensorik, perasaan konsumen tentang merek, respons emosional atau memori dari bau, rasa atau sensasi lainnya (Supphellen, 2000). Dengan kata lain, asosiasi merek adalah penentu dari citra (image) sebuah merek.
Brand image didefinisikan sebagai sebuah penggabungan dari persepsi-persepsi yang berkaitan dengan atribut produk dan manfaat baik fungsional atau simbolik yang tercakup dalam asosiasi merek yang berada dalam ingatan konsumen (Keller, 1993). Atribut produk menjelaskan produk secara obyektif dan nyata terkait dengan manfaat fungsional yang didapat karena menggunakan suatu produk atau jasa.
Atribut non-produk lebih merepresentasikan imajinasi konsumen tentang produk daripada yang mereka pikirkan tentang produk lakukan atau memiliki dan sesuai dengan manfaat simbolis bahwa konsumen berusaha untuk memenuhi persetujuan sosial mereka dan kebutuhan ekspresi pribadi mereka.
Employer brand image dapat didefinisikan dengan menggunakan analogi diatas. Berdasarkan analogi tersebut, manfaat fungsional dari employer brand menggambarkan elemen kerja dengan perusahaan yang diinginkan, seperti gaji, tunjangan, tunjangan cuti. Manfaat simbolik berhubungan dengan persepsi tentang prestise perusahaan, dan yang akan mereka nikmati jika mereka bekerja di perusahaan tersebut.
Dalam konteks rekrutmen, pelamar potensial akan tertarik ke perusahaan berdasarkan sejauh mana mereka percaya bahwa perusahaan memiliki atribut yang diinginkan karyawan dan tingkat kepentingan relative atribut-atribut tersebut.
Karyawan potensial mengembangkan employer brand image dari asosiasi merek yang merupakan hasil dari sebuah employer brand perusahaan. Begitu calon karyawan mengembangkan asosiasi employer brand berdasarkan sumber informasi yang tidak bisa dikendalikan employer, employer branding yang efektif melakukan pendekatan proaktif dengan mengidentifikasi asosiasi merek yang diinginkan dan kemudian berusaha untuk mengembangkan asosiasi ini.
Sebagai contoh, Railtrack, perusahaan Inggris yang mempertahankan layanan kereta api di Inggris, menampilkan kampanye employer branding untuk meningkatkan dan memperkuat asosiasi bahwa karyawan potensial memiliki perusahaan sebagai employer. Dengan menekankan fleksibilitas dan kesempatan karir, mereka mampu meningkatkan jumlah pelamar yang memenuhi syarat untuk posisi profesional sebesar 30 persen
Dalam melihat employer branding, konsep tersebut harus dibedakan dengan konsep corporate branding. Dalam corporate brand, eksekutif komunikasi atau pemasaran mengidentifikasi empat tujuan sebagai hal yang paling penting: memberikan janji merek kepada pelanggan (melalui karyawan); membantu karyawan untuk menginternalisasikan nilai-nilai perusahaan; merekrut dan mempertahankan pelanggan; dan menanamkan nilai-nilai merek ke dalam proses kunci (misalnya, layanan pelanggan).
Disini, eksekutif HR memberikan prioritas tertinggi untuk memberikan janji merek kepada pelanggan; membantu karyawan untuk menginternalisasikan nilai-nilai perusahaan; merekrut pelanggan; dan mencapai reputasi sebagai perusahaan pilihan.
Dalam employer brand, eksekutif komunikasi/pemasaran diidentifikasi sebagai tujuan utama mereka: membantu karyawan menginternalisasi nilai-nilai perusahaan; mencapai reputasi sebagai perusahaan pilihan; merekrut dan mempertahankan karyawan; dan menanamkan nilai-nilai merek ke dalam proses kunci. Para eksekutif HR memilih: membantu karyawan untuk menginternalisasikan nilai-nilai perusahaan; merekrut karyawan; mempertahankan karyawan; dan mencapai reputasi sebagai perusahaan pilihan.
Upaya Astra membangun reputasi positif terhadap lingkungan kampus, mahasiswa, pengajar dan para alumni diantaranya dengan menginformasikan kepada mereka tentang apa dan siapa Astra secara menyeluruh. Tentang apa saja yang sudah dilakukan, sedang lakukan dan akan menjadi apa Astra ke depannya. Kemudian, mendukung kegiatan mereka melalui partisipasi langsung, menyediakan diri menjadi source person yang bisa memberi nilai tambah terhadap mereka, serta mengundang mereka untuk melihat secara langsung apa yang sudah dan sedang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan di lingkungan Astra.
“Kami juga memberdayakan karyawan untuk membangun citra dan reputasi sebagai employer yang dimininati oleh Generation Y, diantaranya melalui program sharing dari para leader Astra di perguruan tinggi almamaternya,” imbuhnya. Selain itu, dengan terus menciptakan suasana kerja yang profesional yang berlandaskan pada nilai-nilai Catur Dharma—yang merupakan visi dan misi Astra, maka secara langsung dan tidak langsung para karyawan telah membangun citra dan reputasi sebagai employer yang baik.
Sementara program PR dilaksanakan melalui penerbitan majalah internal, corporate video untuk mahasiswa/calon karyawan, buku corporate profile, annual report, workshop wartawan, press release serta berbagai materi presentasi dan publikasi dalam setiap pameran Astra di perguruan tinggi maupun edukasi mengenai korporasi dan grup seperti pada pameran di pasar modal. Tak ketinggalan, Astra Group memanfaatkan media sosial Facebook, Twitter, dan LinkedIn untuk mengkomunikasikan berbagai kegiatan.