Dalam beberapa tahun ke depan diprediksikan akan ada banyak perusahaan di dunia yang tutup, bukan karena persoalan tekanan makro ekonomi tetapi karena munculnya generasi pelanggan baru. Sebutan yang tepat untuk mereka adalah generasi D, yang berarti discover (menemukan), devour (melahap), dan demonize (mencap sesuatu sebagai yang patut dicela). Mayoritas dari mereka berusia di bawah 25 tahun.
Tagline klasik dalam sebuah komersial yang berbunyi “I'm a Mac and you're a PC” berhasil tertanam dalam diri generasi D. Proses rapture (memberikan rasa antusiasme) dan devour (melahap) benar-benar termanifestasi dalam diri mereka. Ketika mereka benar-benar mencintai suatu brand, mereka tidak lagi memperhatikan brand. Identitas mereka dengan brand bukan lagi sekedar brand loyalty. Mereka menjadi brand dan brand menjadi mereka.
Lush, brand kosmetik asal Inggris, adalah contoh brand yang juga melalui proses rapture dan devour. Perusahaan tersebut beroperasi di tahun 1994 dengan hanya satu gerai dan kini terdapat lebih dari 800 toko di 50 negara. Lush menjual berbagai produk handmade, mulai dari sabun, shower gel, shampoo, lotion, dan banyak lagi. Semuanya dibuat dari bahan alami atau berasal dari tumbuh-tumbuhan. 60% produknya pun tidak mengandung bahan pengawet.
Kendati segala sesuatunya mengikuti prinsip moral dan ethical, eksekusi marketing Lush tidak terlihat menggurui. Jika Anda pernah berkunjung ke gerai Lush, Anda berarti pernah melihat apa yang membuat brand begitu memberikan rasa antusiasme kepada Gen D. Karyawan toko terdiri dari Gen D. Mereka tidak memaksa konsumen untuk membeli, seperti yang banyak dilakukan brand lain. Mereka energik dan tidak terlihat seperti bekerja. Kelihatannya seolah-olah mereka hanya hang-out, bersenang-senang dan menunjukkan teman-teman mereka produk yang mereka cintai. Kemudian cara display produk pun unik. Menurut seorang pakar marketing, cara display mirip dengan display jual buah-buahan. Produk dibiarkan terbuka dan tidak diberi kemasan. Anda bisa memilih ukuran dan bentuk sabun. Lush sendiri melabeli brand nya dengan “toko kelontong kosmetik”.
Jika Lush adalah sesuatu yang memberikan rasa antusiasme, sesuatu yang Gen D ingin lahap, lalu apa contoh yang tepat dari demon (sesuatu yang patut dicela)?
Coba bayangkan saja bagaimana rasanya, saat Gen D sedang mencari suatu item untuk dibeli di dunia maya, lalu muncul iklan yang berhubungan dengan item tersebut atau item yang serupa kemudian iklan tetap muncul di website manapun yang ia kunjungi.
Mungkin hal yang sama juga menimpa diri Anda. Misalnya saat Anda mencari blender baru di dunia maya, lalu setelahnya Anda terus diikuti dengan iklan blender di website manapun yang Anda kunjungi. Walaupun Anda bukan termasuk Gen D, Anda mungkin menganggap ini menyebalkan. Coba ingat, di salah satu adegan di film Minority Report, Tom Cruise berjalan menyusuri koridor kaca dan terus diikuti dengan penawaran dari pegawai toko. Saat itu kita mungkin menganggap hal tersebut canggih. Tapi sekarang kenyatannya, hal itu terasa menyebalkan dan menganggu.
Berbicara tentang Gen D, berarti berbicara juga tentang online advertising. “Aku tidak suka”. Ya, itulah salah satu tanggapan Gen D dalam sebuah survey yang diadakan oleh retailcustomerexperience.com tentang iklan yang muncul di YouTube sebelum video tayang. Mayoritas mereka lewati iklan di YouTube. Tetapi ada juga yang menunggu hingga lima detik.
Lima detik. Anda para advertisers punya waktu lima detik untuk mengoptimalkan iklan Anda demi menarik perhatian mereka.
Terkadang YouTube tidak membiarkan Anda lewati iklan. Anda harus menonton keseluruhan iklan. Bagaimana tanggapan Gen D mengenai hal ini? Menurut survey tersebut, sebagian dari mereka tetap menonton iklan dengan fitur suara yang di mute. Sementara sebagian lain akan reload video untuk menghindari iklan atau mendapat iklan yang lebih unik.
“Video komersial bagiku adalah cara marketing yang paling tidak efektif,” ujar salah seorang Gen D dalam survey tersebut. Gen D lain bahkan bentuk iklan apapun dan dimanapun tayang –TV, bioskop, radio ataupun YouTube.
Brand yang beriklan dengan sasaran Gen D mungkin tidak menyadari bahwa sebenarnya mereka membuat Gen D marah karena telah menghabiskan waktu mereka, padahal mereka dalam keadaan membutuhkan atau mencari sesuatu.
“Aku sedang melakukan sesuatu. Aku sedang mendengarkan radio, menonton film. Lalu tiba-tiba Anda menggangguku dan berbicara tentang urusan Anda. Aku tidak peduli”, tutur salah seorang Gen D.
Anda - pengiklan - telah dicap sebagai sesuatu yang patut dicela. Anda telah diperlakukan oleh salah satu unsur ‘D’(demonize) oleh Gen D.