Upaya Indosat untuk merehabilitasi mereknya akibat iklan kontroversial “Liburan ke Aussie Lebih Mudah Dibanding ke Bekasi” rupanya tak semudah membalikkan telapak tangan. Pendekatan Public Relations (PR) Indosat ke sejumlah media, elemen masyarakat Bekasi, dan tokoh-tokoh penting di Bekasi masih belum berhasil meredam kemarahan sebagian warga Bekasi.
Demo warga Bekasi di depan kantor Indosat area Bekasi, lantaran iklan @IndosatMania yang dianggap melecehkan warga Bekasi
Paska mengirimkan rilis permohonan maaf ke sejumlah media, kunjungan petinggi Indosat ke sejumlah tokoh Bekasi seperti Budayawan Bekasi Komarudin Ibnu Hikam serta berbagai elemen masyarakat Bekasi, termasuk melakukan kampanye simpatik di kawasn car free day Bekasi, kantor Indosat di Bekasi justru didemo warga. Dalam demonstrasi tersebut, para pendemo meminta Indosat menutup kantornya di Bekasi seraya melakukan aksi mematahkan kartu Indosat.
Tak hanya warga Bekasi yang protes, Walikota Bekasi Rahmat Effendi juga menyayangkan iklan viral PT Indosat Tbk yang mem-bully Bekasi. Rencana petinggi indosat yang akan sowan ke Walikota pun urung terlaksana. Lantaran, sang walikota masih banyak urusan dengan program ke warga. Sebaliknya, Walikota Bekasi justru bersiap melakukan upaya investigasi dengan PT Indosat, guna mencari tahu dampak kerugian atas iklan viral tersebut. Bahkan, jika dampak kerugian dinilai besar, Walikota Bekasi mengaku tak segan-segan akan mengambil jalur hukum.
Di tengah kisruh iklan yang belum tuntas, Indosat sudah dibayangi ancaman sang kompetitor, XL. Lewat Kampanye simpatik bertajuk #LoveBekasi, XL sepertinya siap mengakuisisi para pelanggan Indosat yang kecewa akan iklan blunder Indosat.
Dinilai Janoe Arijanto, CEO Dentsu Strat, memang tidak ada langkah rehabilitasi yang spontan. “Langkah rehabilitasi Indosat harus dilakukan dalam spectrum yang lebih lebar dari skala geografis Bekasi. Sebab, publik yang melakukan penilaian akan langkah rehabilitasi dari Indosat, bukan hanya publik yang ada di wilayah Bekasi,” tandasnya.
Oleh karena itu, ditambahkan Janoe, yang perlu dilakukan Indosat adalah melakukan usaha rehabilitasi merek secara sosial. Di antaranya, dengan membangun langkah-langkah non komersial.
Sementara itu, Indosat juga tidak perlu membuat respon dengan logika marketing untuk membalas kampanye #LoveBekasi dari XL. “Sebab, merespon iklan dengan iklan, akan membuat riuh pro-kontra dan memperpanjang masalah,” tegas Janoe.
Belajar dari kasus Indosat, Janoe mengingatkan, peluang membangun conversation yang mudah di social media memang seringkali membuat persoalan etika dianggap enteng. Batas-batas antara text resmi-tak resmi, guyonan dan serius, berita palsu dan asli, menjadi pudar.
“Di sinilah marketer sering terjebak dan gagal memilah-milah persoalan. Sementara itu, fakta di masyarakat Indonesia menunjukkan bahwa secanggih-canggihnya percakapan di dunia maya, ukuran-ukuran etika dam moral tidak pernah ditinggalkan begitu saja,” tandasnya.***