Dunia yang kita tinggali saat ini benar-benar berbeda dari 20 atau bahkan 10 tahun yang lalu. Kemajuan teknologi telah meningkatkan sekaligus mengganggu kehidupan kita. Ambil misalnya, bagaimana kecerdasan buatan (Artificial Intelligence - AI) telah mengubah cara kita berkomunikasi dan menyelesaikan berbagai hal.
Kita juga tidak dapat mengabaikan bahwa selama beberapa dekade sedikit demi sedikit mesin telah menggantikan pekerjaan yang kita sebagai manusia. Belakangan perkembangan itu pesat sehingga seringkali membuat kita terkaget-kaget bahkan was-was. Jangan-jangan pekerjaan robot menggantikan semua pekerjaan kita.
Jika Siri dapat menjawab pertanyaan yang diajukan orang dan Uber dapat mengembangkan mobil yang bisa mengendarai sendiri tanpa sopir, apa lagi yang berubah? Kecerdasan buata telah mengubah semua aspek komunikasi, termasuk public relations, periklanan, dan sebagainya. Proses otomatisasi kini juga sedang diperkenalkan dan sedikit banyak telah mengubah praktek jurnalisme klasik, mulai dari investigasi, produksi konten, hingga distribusi.
Peran manusia di jurnalistik sedikit demi sedikit digantikan oleh proses otomatis dan robot. Dalam beberapa tahun terakhir, semakin banyak perusahaan media yang "mempekerjakan" jurnalis robot untuk menemukan tren dan insight tersembunyi melalui analisis big data dan menuliskannya dalam bentuk narasi tanpa keterlibatan manusia.
Associated Press misalnya, mengambil keuntungan dari penggunaan AI. Dengan menggunakan mesin atau robot, dengan AI, AP bisa menghasilkan 3.500 tulisan tentang analisis keuangan yang dibuat berdasarkan laporan keuangan setiap kuartal perusahaan- perusahaan publik di AS. AP juga mampu memproduski artikel tentang 10.000 pertandingan liga baseball setiap tahun.
Statistik permainan yang dicatat oleh ahli statistik Liga Baseball adiolah dengan AI dan menarasikannya sehingga menghasilkan liputan standar editorial AP yang lengkap. Dengan menggunakan mesin AI untuk menangani tugas-tugas ini, pekerja manusia dapat memfokuskan waktu mereka pada pekerjaan yang membutuhkan kemampuan kognitif, sesuatu yang tidak dimiliki mesin AI.
Sudah setahun lebih The Washington Post menggunakan teknologi kecerdasan buatan yang dirancang sendiri, Heliograf. Lebih dari ribuan laporan singkat dihasilkan, termasuk informasi tentang Olimpiade Rio. Heliograf kini juga dimanfaatkan untuk membuat laporan tentang pemilihan anggota kongres dan gubernur dan pertandingan sepak bola sekolah menengah di Washington.
Pada tahun pertama, Post memproduksi sekitar 850 artikel dengan menggunakan Heliograf. Itu termasuk 500 artikel seputar pemilihan yang menghasilkan lebih dari 500.000 klik. Ini memberikan gambaran laporan yang dihasilkan robot dan mendistribusikannya melalui online, termasuk smartphone ikut membantu memperluas jangkauan ke pembaca.
Koran USA Today menggunakan perangkat lunak video untuk membuat video pendek. Tahun 2015 New York Times mengimplementasikan proyek percobaan AI yang dikenal sebagai Editor. Tujuan dari proyek untuk menyederhanakan proses jurnalistik. Saat menulis artikel, seorang wartawan dapat menggunakan tag untuk menyoroti frasa, judul, atau poin utama dari teks.
Efisiensi ekonomi besar karena penggunaan robot diharapkan dapat meningkatkan daya tarik bagi para pemegang saham perusahaan-perusahaan media. Bisa dibilang, pengenalan AI dan robot ke dalam fungsi tradisional jurnalis, seperti jurnalisme investigatif dan bercerita, menimbulkan ancaman serius bagi masa depan profesional jurnalisme manusia yang misi utamanya adalah sebagai penjaga demokrasi.
Namun, AI memiliki keterbatasan. Ini menciptakan peluang baru bagi jurnalis untuk berkembang dan bersaing dengan pesaing mereka, robot. Bahkan, keterbatasan ini dapat memberdayakan mereka alih-alih menggantikan pencipta konten lainnya. Teknologi dan aplikasi new media mengubah sifat penceritaan jurnalistik. Karenanya, agar sebuah cerita atau berita sesuai dengan tuntutan generasi baru konsumen media, cerita jurnalisme baru dibangun berdasarkan kemampuan gabungan antara jurnalis dan robot.
Kemampuan AI dalam mensegmentasikan target suatu maket media memungkinkan media memberikan informasi sesuai dengan kebutuhan pembacanya berdasarkan identitas digital mereka secara akurat. Algoritma AI dapat mengirimkan iklan kepada konsumen berdasarkan perilaku mereka saat melihat halaman web, belanja online untuk produk dan layanan, mengetik kata kunci ke mesin pencari atau kombinasi dari ketiganya.
Konten jurnalistik dipantau secara konstan saat konsumen berinteraksi dan menentukan pilihan informasinya. Informasi ini dimasukkan ke dalam model pembelajaran dinamis yang terus diperbarui. Ini dimungkinkan karena AI memiliki kemampuan “mempelajari” profil dan konten yang disukai konsumen. Mesin AI juga memonitor parameter kontekstual dan keadaan emosional konsumen selama interaksi atau konsumsi dengan menganalisis tanggapan verbal atau tanggapan konsumen lainnya.
Seiring waktu, komputer belajar untuk mengenali tag semantik ini dan mempelajari bagian yang paling menonjol dari sebuah artikel. Dengan mencari data secara real time dan mengekstrak informasi berdasarkan kategori yang diminta, seperti acara, orang, lokasi dan tanggal, Editor dapat membuat informasi lebih mudah diakses, menyederhanakan proses penelitian dan menyediakan pemeriksaan kembali fakta-fakta secara cepat dan akurat.