Salah satu inovasi yang dilakukan Pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) dalam membangun Indonesia adalah dengan menghadirkan Lembanga Baru yang disebut Badan Ekonomi Kreatif (Bekraf). Melalui Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 6 Tahun 2015 tentang Badan Ekonomi Kreatif, Presiden Jokowi pun melantik Triawan Munaf yang dipercaya menempati posisi Kepala Bekraf.
Selanjutnya, 16 Juni 2015 lalu, Jokowi menandatangani Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Presiden Nomor 6 Tahun 2015 terkait Bekraf. Dalam Peraturan Presiden terbaru itu ditegaskan bahwa Bekraf adalah lembaga pemerintah non kementerian yang berada di bawah dan bertanggung jawab kepada presiden melalui menteri yang membidangi urusan pemerintahan di bidang pariwisata—sebelumnya tidak melalui Menteri Pariwisata).
Sejumlah target tentu saja dipatok pemerintahan Jokowi dari lembaga baru tersebut. Ada tiga target utama yang juga menjadi Key Performance Indicator Bekraf. Ketiganya adalah peningkatan ekonomi kreatif terhadap Pendapatan Domestik Bruto (PDB), peningkatan jumlah tenaga kerja di sektor ekonomi kreatif, dan pertumbuhan ekspor di sektor ekonomi kreatif.
Bagaimana sepak terjang Bekraf selama dua tahun hadir di Indonesia, di tengah keterbatasan tim dan keterbatasan anggaran, lantaran regulasi kelembagaannya masih dalam proses? Simak wawancara langsung MIX-Marketing Communication dan tim Bekraf pada awal Januari 2017 (9/1), yang diwakili oleh Ricky Pesik, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Pada kesempatan itu, MIX pun menjadi media pertama di Indonesia yang berkesempatan bertemu langsung tim lengkap Bekraf—Kepala, Wakil Kepala, dan jajaran inti (tim eselon satu)—untuk mengupas lebih jauh profil Tim Bekraf—yang akan disajikan di Majalah MIX edisi Januari 2017.
Ricky Pesik, Wakil Kepala Badan Ekonomi Kreatif
Bagaimana awal berdirinya Bekraf?
Awal berdiri, sekitar Januari 2015, Bekraf hanya terdiri dari Triawan dilantik sebagai Kepala Badan Ekonomi Kreatif. Kala itu, beliau masih sendirian dan belum ada kantor. Pada Maret 2015, beliau mengajukan pengangkatan Sekretaris Utama (Sestama), dengan mengajukan mantan Dirjen Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Harry Waluyo. Saat itu, mereka masih berdua saja dan belum ada kantor.
Ternyata, untuk membentuk tim dan dapat terakselerasi dengan cepat, Perpres perlu direvisi. Sebab, model kelembagaan Bekraf belum terakomodir dalam Perpres No. 6 tahun 2015. Dengan demikian, berbagai pihak meminta ditegaskan dalam bentuk kelembagaannya. Termasuk DPR pun meminta itu. Akhirnya, ditetapkan Perpres No. 72 tahun 2015 bahwa Bekraf adalah lembaga pemerintahan non kementerian. Kepalanya setingkat menteri. Perpres itu antara lain untuk mengakomodir bentuk dan struktur kelembagaan Bekraf.
Selanjutnya, Bekraf mulai melakukan seleksi terbuka secara bertahap untuk Wakil Kepala dan pejabat eselon satu hingga empat. Pada saat dilantik Wakil Kepala dan enam Deputy yang merupakan pejabat eselon 1, Bekraf juga masih belum memiliki kantor. Akhirnya, kami bekerja sementara di co-working space di wilayah Kemang. Namun, begitu jumlah tim dari 9 orang menjadi 50 orang, yang juga terdiri dari eselon dua hingga empat, maka co-working space sudah tidak menampung. Lalu, diuruslah peminjaman gedung kepada Kementerian Pariwisata. Pada September 2015, kami dapat pinjaman dua lantai di kantor Kementerian Pariwisata di Jalan Kimia.
Berikutnya, Bekraf merekrut pegawai tambahan, terutama pegawai tidak tetap, guna menunjang kerja administrasi. Itu prosesnya cukup panjang sampai Desember 2015. Pada saat bersamaan, Sestama kami sakit dan izin sakit. Oktober hingga November 2015, Bekraf agak vakum. Kemudian, beliau pada November 2015 mengajukan pengunduran diri karena alasan kesehatan. Akhirnya, posisi itu sempat kosong.
Lantas, bagaimana Bekraf bergerak paska pengunduran diri Sestama?
Sestama itu akan menjadi kausa pengguna anggaran, yang harus diisi oleh Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan setingkat eselon satu. Sayangnya, semua eselon satu di Bekraf bukanlah PNS. Sehingga, Bekraf harus mengurus permohonan dispensasi agar jabatan Sestama dapat dirangkap oleh Wakil Kepala yang eselon satu dan non PNS. Itu prosesnya juga panjang, hingga ke Menteri Keuangan. Akhirnya, akhir Desember 2015, setelah surat pengunduran diri resmi diterima Presiden, saya pun diangkat jadi Plt. Sestama merangkap wakil kepala. Dua rangkap jabatan itu saya lakukan hingga Agustus 2016, hingga sestama baru dilantik. Pada awal Maret 2016, Bekraf pun bisa mengakses anggarannya sendiri.
Jadi, sebenarnya, dari Januari 2015 hingga awal Maret...