Ada sejumlah parameter yang dapat digunakan dalam mengukur efektivitas sebuah kampanye komunikasi, terutama kampanye di above the line. Sejatinya, parameter ini sangat diperlukan agar belanja komunikasi yang sudah dikeluarkan tidak terbuang percuma.
Maya Carolina Watono, Managing Director Dwi Sapta Group
Diasuh Oleh: Maya Carolina Watono, Managing Director Dwi Sapta Group dan Penulis Buku ‘’IMC That Sells (2011)’’
Bagaimana cara mengukur efektivitas sebuah kampanye komunikasi terutama di televisi? Biasanya, apa saja yang menjadi tolok ukur atau parameternya? (Joe – mahasiswa Fakultas Komunikasi Universitas Nasional, Jakarta)
Komunikasi merupakan salah satu elemen penting dalam keberhasilan sebuah brand. Oleh karena itu, brand owner harus jeli dalam merumuskan setiap strategi komunikasinya agar belanja komunikasi yang sudah dikeluarkan tidak terbuang sia-sia. Selama proses kampanye komunikasi, kita harus terus mengevaluasi pelaksanaannya untuk mengetahui apakah strategi yang telah direncakan berjalan sesuai rencana.
Bicara tentang parameter efektivitas sebuah kampanye komunikasi, maka hal pertama yang dapat kita lihat adalah obyektif brand dalam berkomunikasi. Biasanya, ada beragam obyektif yang ditetapkan dalam mengkomunikasikan sebuah brand. Mulai dari membangun awareness yang lazimnya menjadi obyektif dari sebuah peluncuran produk baru; meningkatkan awareness untuk produk yang sedang pada tahap pemeliharaan brand; memulihkan reputasi untuk brand yang sedang mengalami krisis pencitraan; hingga meningkatkan sales untuk produk yang sedang menggenjot penjualannya.
Agar obyektif tersebut dapat kita ukur pencapaiannya, kita harus menetapkan Key Performance Indicator (KPI). Ambil contoh, peluncuran Adem Sari di pasar. Sari Enesis Group sebagai produsen memiliki obyektif menciptakan awareness lewat kampanye iklan di televisi. Di kala brand incumbent hadir dalam bentuk larutan, Adem Sari sebagai pendatang anyar muncul dalam bentuk serbuk. Bahkan, harga yang dibandrol Adem Sari hanya sepertiga dari produk penguasa pasar ketika itu.
Di media televisi, Ada dua Key Performance Indicator (KPI) yang menjadi penentu tercapai-tidaknya obyektif yang dipatok di awal. Pertama, penetrasi audience dengan melihat effective frequency dan effective reach.Effective frequency mengacu pada seberapa sering (number of times) pesan sebuah produk mencapai target audience, sedangkan effective reach adalah persentase target audience yang terekspos terhadap pesan sebuah produk.
Biasanya, sebelum iklan tayang di televisi, antara brand owner dengan agensi advertising telah menyepakati beberapa poin penting terkait keberhasilan dari placement iklan. Dalam dunia periklanan televisi kita kenal Gross Rating Point (GRP) yang dapat memberikan jumlah kumulatif pemirsa yang menonton iklan kita di suatu periode waktu tertentu. Indikator lainnya antara lain adalah Reach dan Opportunity To See (OTS). Poin- poin itu mampu menggambarkan jangkauan iklan Adem Sari terhadap target audience dalam periode waktu kampanye tertentu.
Indikasinya, semakin sering audience melihat TVC Adem Sari, maka potensi konsumen untuk membeli Adem Sari semakin tinggi. Mengapa? Misalnya bila seseorang baru melihat iklan satu kali (Reach 1+), pada tahap ini barangkali audience baru menangkap kesan namun belum tentu memahami isi pesannya. Begitu audience 5 hingga 7 kali melihat iklan, potensi mereka untuk membeli akan semakin besar lantaran mereka sudah memahami pesan iklan dengan lebih baik. Termasuk, telah mengenal kegunaan dan manfaat produk yang dilihat di iklan tersebut.
Oleh karena itu, tim media dari sebuah agensi, memiliki tugas untuk senantiasa memonitor pencapaian seluruh tolak ukur yang sudah ditetapkan bersama tadi. Tim media secara berkala memonitor sekaligus menganalisis setiap pergerakan rating dari program TV yang sudah dipesan untuk TVC yang akan ditayangkan. Guna memonitor pergerakan rating tersebut, biasanya ada sejumlah tools yang dimanfaatkan. Salah satunya, yang paling sering digunakan adalah software Ariana oleh Nielsen.
Kedua, penerimaan pesan iklan atau yang biasa disebut recall. Artinya, seberapa jauh audience mampu memahami sekaligus menerima pesan iklan yang telah disampaikan lewat TVC. Untuk mengetahui recall, maka agensi dapat melakukan riset kuantitatif post ad recall maupun berbagai riset dengan metodologi lainnya.
Ada sejumlah pertanyaan penting yang biasa dilontarkan kepada audience dalam riset kuantitatif tersebut. Antara lain, apakah audience memahami pesan iklan, apakah audience percaya dengan pesan iklan, elemen mana dalam iklan yang menarik dan mudah diingat, apa relevansi pesan iklan tersebut dengan produk, dan yang terpenting adalah apakah audience tertarik pada iklan tersebut, sehingga berminat untuk membeli produknya.
Apabila setelah dievaluasi ada hasil yang tidak sesuai ekspektasi, kita harus responsive segera melakukan penyesuaian atau perubahan terhadap komunikasi yang ada agar diperoleh hasil yang lebih baik. Akan lebih baik bila kita dapat melakukan pengukuran efektivitas sebuah kampanye komunikasi secara berkala dan continue. Dengan itu kita dapat melakukan tracking yang berkesinambungan atas hasil kampanye komunikasi kita sehingga hasilnya kita dapat melakukan continuous improvement sepanjang waktu.