Begini Strategi Pemerintah Melawan Hoax

Hoax memang tak bisa lepas dari tingginya pertumbuhan social media di Tanah Air. Sejatinya, social media memang menjadi wadah yang paling efektif dalam memviralkan informasi, baik fakta maupun hoax (tidak benar). Celakanya, sejumlah media mainstream yang diharapkan dapat menjadi filter dari berita hoax, justru kerapkali terpancing dengan menjadikan isu di social media--yang belum jelas kebenarannya--sebagai tema berita.

Pemerintah Indonesia menyadari betul akan bahaya dan ancaman hoax. Dijelaskan Johan Budi, Juru Bicara Presiden RI, hoax memang menjadi concern Presiden Joko Widodo. Oleh karena itu, pada beberapa bulan lalu digelar rapat kabinet yang khusus membahas tentang ancaman hoax, untuk kemudian mengusulkan dibentuknya tim khusus guna menghadapi hoax.

Diakui Johan, hoax yang menyerang pemerintah terjadi karena ada distorsi informasi. Selanjutnya, distorsi informasi tersebut dijadikan sebagai bahan atau materi hoax oleh para produser hoax. "Hoax terjadi karena informasi atau pesan yang disampaikan pemerintah ke publik tidak clear, sehingga informasi yang tidak clear tersebut berpeluang dijadikan role material untuk membuat hoax oleh para produser hoax," tutur Johan pada perhelatan ICON 2017 yang digelar GDP Venture, hari ini (9/5), di Jakarta.

Ia mencontohkan bagaimana distorsi informasi terjadi ketika pemerintah menginformasikan bahwa Indonesia kebanjiran turis dari China sebanyak 10 juta wisatawan. Informasi tersebut kemudian dimanfaatkan para produsen hoax. Distorsi informasi juga terjadi ketika pemerintah mengumumkan kenaikan BBM non subsidi dan kenaikan pajak untuk kendaraan bermotor.

Oleh karena itu, dikatakan Johan, pemerintah harus menjalankan sejumlah strategi guna menghadapi hoax. Strategi pertama adalah lewat Menkominfo, yang notabene humasnya pemerintah. Pemerintah membuat tim khusus untuk menjelaskan apakah informasi yang sampai ke publik fakta atau hoax.

"Kalau dulu, jaman Orde Baru ada Bapak Harmoko yang menjadi pusat informasi publik dalam mengetahui kebenaran informasi dari pemerintah, maka saat ini seharusnya ada yang seperti itu. Tentu saja, dengan format yang berbeda yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi digital sekarang. Misalnya, dengan menghadirkan media khusus yang 'ansih' dan hanya menjadi kanal pemerintah. Melalui kanal khusus tersebut, publik yang tengah mendapati informasi pro-kontra dapat mengetahui apakah informasi itu fakta atau hoax. Artinya, ketika publik ragu dengan informasi yang terkait pemerintah, mereka bisa langsung mengakses kanal atau media khusus pemerintah tersebut," Johan menyarankan.

Strategi kedua adalah pemerintah mencoba memperbaiki komunikasi antara pemerintah dengan publik (rakyat). "Komunikasi dan pesan pemerintah harus dibuat clear dan tepat sasaran, sehingga peluang para produser hoax untuk menjadikan hal itu sebagai bahan hoax jadi kecil," tambah Johan, yang menyebutkan bahwa pendapatan para produser hoax per bulannya tercatat fantastis, yakni Rp 300 juta hingga Rp 400 juta.

Dewan Pers sebagai wadah yang menaungi media massa di Indonesia juga tidak tinggal diam. Berbagai upaya tengah dilakukan Dewan Pers untuk menghadapi hoax. Salah satunya adalah dengan menggelar program verfikasi untuk media-media di Indonesia. Menurut catatan Dewan Pers, dari 2.000 media cetak di Indonesia, hanya 300 media cetak yang telah mendaftar di Dewan Pers. Sementara itu, dari 43 ribu media online, baru 168 media online yang terverifikasi. Adapun TV, ada 500 TV yang tersebar di Indonesia dan ada 670-an radio yang tersebar di seluruh Indonesia.

"Melalui program verifikasi ini, maka kami akan memastikan apakah media tersebut memiliki alamat yang jelas, mengikuti kode etik jurnalistik, dan jurnalisnya pun sudah tersertifikasi," jelas Ratna Komala yang mewakili Dewan Pers.

Program kedua yang juga tengah dijalankan Dewan Pers dalan melawan hoax adalah edukasi ke publik lewat program literasi media digital. Salah satunya, edukasi ke segmen millennials yang notabene sangat melek digital, seperti edukasi ke sekolah-sekolah. "Program edukasi ini harus massif dilakukan, kalau perlu program ini dapat dilakukan bersama pemerintah. Bahkan, kalau perlu ada lembaga independent yang dapat membantu publik secara cepat mengecek apakah informasi yang mereka terima fakta atau hoax," anjur Ratna.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)