Festive season seperti libur Lebaran, Natal, dan Tahun Baru merupakan peluang yang sangat menjanjikan bagi para pengelola merek. Maklum saja, belanja konsumen pada periode tersebut tercatat lebih tinggi, bahkan sangat tinggi dibandingkan periode di luar festive season.
Meski belanja konsumen terhitung tinggi, menurut James Nguyen--seperti yang dikutip dari Forbes.com--para pengelola merek atau pemasar harus mampu memahami Festive Feelings untuk kemudian diterjemahkan menjadi consumer buying decision (keputusan membeli konsumen).
Pemahaman itu menjadi perlu. Sebab, pada periode itu, hampir semua brand menggelar kampanye pemasaran, sehingga kompetisi menjadi begitu ketat. Belum lagi, tantangan berupa mood konsumen dalam membeli (consumer buying mood) yang wajib dihadapi pemasar. Untuk itu, diyakini James Nguyen, pemasar perlu menjawab semua tantangan itu.
Ia pun memberikan lima prinsip psikologis dasar yang perlu dipahami pemasar agar kampanye pemasaran pada festive season dapat kuat dan efektif.
#1 Menciptakan Kampanye Liburan yang Emosional dan Menarik
Festive season adalah saat-saat yang menyenangkan di setiap tahunnya. Ketika konsumen bahagia, mereka cenderung berbelanja lebih banyak. Oleh karena itu, kampanye merek harus memiliki positioning yang kuat di masa itu. Misalnya, pemasar menawarkan kampanye pemasaran yang mampu membangkitkan nostalgia yang bahagia dari kustomernya. Hal itu telah dilakukan oleh toko buku online Booktopia di Australia. Pada masa festive, mereka meluncurkan kampanye penjualan mainan bertema untuk mendongkrak trafik. Booktopia mendorong kustomer untuk memikirkan liburan ketika mereka melihat kampanye tersebut.
#2 Buat Kejutan Positif
Brand harus menciptakan berbagai antisipasi, misalnya dengan membuat kejutan-kejutan yang positif untuk kustomer. Ciptakan juga kejutan yang menggembirakan untuk mereka. Sebab, secara psikologis, ketika seseorang diberi kejutan berupa reward atau hadiah, kebahagiaanya akan jauh lebih besar ketika mereka menerima hadiah itu sendiri. Google’s Santa Tracker adalah contohnya. Google berhasil meluncurkan new Santa terkait konten setiap harinya hingga 25 Desember. Kampanye tersebut mampu menciptakan buzz. Artinya, secara psikologis, langkah itu mendorong konsumen untuk mengetahui brand tersebut. Sejatinya, memperoleh perhatian konsumen adalah separuh langkah brand dalam memenangkan persaingan.
#3. Konsumen Tidak Ingin Kehilangan Peluang untuk Berbelanja
Setiap kampanye pemasaran yang digelar pada masa festive memiliki tanggal kadaluarsa yang sama. Sementara, konsumen tidak ingin kehilangan peluang untuk berbelanja di masa festive atau liburan tersebut. Contohnya, platform eCommerce dari Australia yang penawarannya dirancangterintegrasi dengan hitungan mundur yang realtime.
#4 Personalisasi Produk dan Pesan
Festive seasosn adalah musim-nya konsumen untuk berbagi atau sharing. Tak hanya berbagi hadiah, namun juga konten. Mereka ingin berbagi hal yang bernilai pada jejaring atau lingkungan mereka. Oleh karena itu, penting bagi brand untuk menciptakan kampanye pemasaran yang mampu meningkatkan emosional konsumen. Pesan atau produk pun harus dibuat custom atau personal. Dengan demikian, ketika kustomer akan berbagi kebahagiaan lewat pesan atau produk, maka mereka pun akan menjawab brand Anda dengan ikatan emosional. Contoh merek yang sukses melakukannya adalah Coca-Cola lewat kampanye pemasaran “Coke’s Share A Coke” dan kampanye “Oreo’s Design A Pack” di 2015 lalu. Keduanya sukses menciptakan ikatan emosional lewat strategi personalisasi, sehingga konsumen memiliki alasan untuk mau men-share-nya ke jejaring atau lingkungan mereka.
#5 Harus Mampu Memberikan Nilai kepada Pelanggan
Liburan identik dengan tradisi memberikan hadiah. Ada prinsip psikologis yang berkerja di sana. Yakni, ketika seseorang menerima hadiah, maka ia yang menerima hadiah itu terdorong untuk kembali memberikan hadiah. Kustomer atau pelanggan pun demikian. Mereka akan membeli produk kembali, jika mereka merasa mendapatkan nilai dari produk atau brand yang mereka beli. Kampanye pemasaran yang sukses akan menawarkan pelanggan mereka hadiah. Hadiah tersebut bisa berupa diskon, produk tambahan, atau konten gratis. Sebuah platform transaksi harian dari Australia, Scoopon, telah membuktikannya. Melalui kampanye Natal mereka selama 12 hari, pelanggan secara psikologis kembali bermurah hati untuk kembali membeli merek mereka.