Ini memberikan peluang lebih banyaknya waktu yang dimiliki oleh seseorang. Tetapi bagaimana jika banyak orang tiba-tiba punya lebih banyak waktu? Bagaimana jika banyak orang menginginkan lebih banyak waktu? Bagaimana jika mereka mulai membuat keputusan bukan berdasarkan kecepatan — memilih hal-hal yang dapat dikonsumsi atau dilakukan dengan cepat, atau yang memungkinkan mereka melakukan sesuatu dengan lebih cepat — tetapi pada nilai-nilai lain? Hasilnya, seperti yang ditulis Linda Nazareth dalam The leisure economy : how changing demographics, economics, and generational attitudes will reshape our lives our and our industries (John Wiley & Sons, 2007) akan menjadi radikal.
Konsumen ini membuat “ekonomi rekreasi,” makin berkembang dan itu akan memengaruhi semua orang, mulai dari para pekerja, investor, perusahaan hingga pemerintah. Kenyataannya, ekonomi waktu luang sudah dalam proses, dan selama beberapa dekade berikutnya hanya akan bertambah banyak. Jika Anda ingin berada di depan kurva, Anda harus memahami mengapa itu terjadi dan apa kemungkinan kejatuhannya. Berkonsentrasilah terlalu banyak pada ekonomi timecrunch dan Anda mungkin kehilangan perubahan ekonomi terbesar untuk memukul Amerika Utara dalam beberapa dekade.
Ini bisa dilihat fenomenanya. Generasi yang lahir paska 1970an akhir, mulai menggantikan generas baby boomer. Generasi ini dikenal sebagai generasi Y. Ungkapan Generasi Y mulai dipakai pada editorial koran besar Amerika Serikat yang dipopulerkan William dan Neil penulis buku. Waktu generasi ini lahir, teknologi komunikasi tengah gencar dikembangkan. Ponsel dan internet belum terintegrasi, tapi sudah booming SMS, email, pesan instan (Yahoo Messenger, ICQ, dsb). Ketika generasi Y mulai remaja, muncullah media sosial seperti Friendster, MySpace, Facebook, Twitter. Games online juga mulai populer. Koneksi internet sudah mulai membaik dan mulai mudah diakses sehingga membuat generasi ini sangat kecanduan dengan internet.
Ketika mereka beranjak dewasa, datang Generation Net – Generation Z (lahir antara 1998 – 2010). Disebut juga dengan nama iGeneration, generasi net, atau generasi internet. Mereka memiliki kesamaan dengan generasi Y, tapi mereka mampu mengaplikasikan semua kegiatan dalam satu waktu seperti nge-tweet menggunakan ponsel, browsing denan PC, dan mendengarkan musik menggunakan headset (multitasking).
Yang mereka lakukan kebanyakan berhubungan dengan dunia maya. Generasi Z ini sangat diuntungkan dengan kemajuan infrastruktur yang memungkinkan internet diakses mudah dan cepat, dan lumayan murah. Sejak lahir Generasi Z sudah berhubungan dengan beragam aplikasi internet. Sehingga generasi ini sangat mudah beradaptasi dengan teknologi komunikasi.
Orang melihat seakan masyarakat memiliki lebih banyak waktu. Mereka yang sedikit lebih muda dari generasi baby boomer bekerja lebih longgar dan masih sempat mengantarkan anak-anaknya ke mana-mana, dan mereka bangga melakukan itu. Jika seseorang bertanya kepada Anda bagaimana Anda, Anda harus mengatakan, “Saya benar-benar sibuk” mungkin beberapa orang, terutama yang masih muda sedikit tertawa seakan menunjukkan pandangan yang mencerminkan penilaian atas ketdakmampuan generasi itu dalam bekerja secara efisien.
Perkembangan teknologi yang pesat, kemudahan akses dan penyebaran informasi memberikan peluang bagi orang-orang yang memiliki kemampuan seperti generasi net secara ekonomi berkembang. Semakin banyak orang yang merasa tidak perlu menjadi karyawan. Sebaliknya semakin banyak orang yang ingin menjadi entrepreneur dan bekerja tanpa keterkaitan waktu, bahkan kalau bisa dikerjakan di rumah.
Orang tidak menyangka bagaimana seorang remaja seperti Febrian, alumni STIKOM LSPR Jakarta, yang lahir dari keluarga yang nyaris melarang anaknya melanjutkan sekolahnya ke pendidikan tinggi karena keterbatasan dana, berkembang menjadi seorang yang berpenghasilan tinggi.
Febrian tak pernah menyangka bila hobi jalan-jalannya dan menulis bisa menjadi pekerjaan dan bisnis yang menyenangkan, menghasilkan dan membuat orang lain bahagia. Bukan hanya itu, perjalanannya yang gratis itu justru malah menghasilkan pendapatan. Beberapa perusahaan mempercayakan mereknya kepada alumnus Jurusan Komunikasi Massa STIKOM LSPR itu sebagai ambassador. Salah satunya, Lumix. Lumix adalah merek kamera digital keluaran Panasonic, perusahaan elektronik terkemuka di Jepang.
Fenomena Febrian memberikan gambaran tumbuhnya entrepreneur yang bisa mendorong pertumbuhan kelas menengah. Ini sekaligus menunjukkan makin tingginya tingkat ekonomi mereka sehingga muncul asumsi makin tingginya kemauan mereka untuk menyisihkan sebagian besar pendapatan untuk liburan atau nongkrong di kafe/mal.
Golongan kelas menengah milennials ini mulai menggeser prioritas pengeluarannya dari konsumsi barang ke konsumsi pengalaman. Kini mulai menjadi tradisi, rumah-rumah tangga mulai berhemat dan menabung untuk keperluan berlibur di tengah/akhir tahun maupun di hari-hari libur kejepit. Mereka juga mulai banyak menghabiskan waktunya untuk bersosialisasi di mal atau nongkrong di kafe sebagai bagian dari gaya hidup urban.
Page: 1 2Lihat Semua
MIX.co.id - Perhelatan bergengsi untuk para runner anthusiast, Tokyo Marathon 2025, baru saja digelar di…
Keputusan bisnis yang diambil Sony dalam menolak tawaran Steve Jobs untuk menjalankan Mac OS di…
MIX.co.id – Di bulan suci Ramadan yang penuh berkah ini, brand kuliner asal Bandung, Ayam…
MIX.co.id - Opella berhasil meraih sertifikasi B Corp di wilayah Asia Pasifik, Timur Tengah, dan…
MIX.co.id – Paramount Land kembali hadir ke tengah masyarakat dengan beragam produk unggulan dan promo…
Presiden Direktur PT AXA Mandiri Financial Services (AXA Mandiri), Handojo G. Kusuma (kanan) dan Head…