Loyalty Marketing, Bukan Program Loyalitas


Belum banyak perusahaan di Indonesia yang benar-benar menerapkan loyalty marketing. Kebanyakan dari mereka baru sampai tahap menjalankan program loyalitas jangka pendek. Bagaimana seharusnya?

Loyalty marketing (LM) sebetulnya bukan barang baru di dunia pemasaran. Menurut Brian Woolf, penulis buku Loyalty Marketing: The Second Act, LM sudah dipraktikkan sejak kelahiran ritel di dunia ini. Pelayanan yang ramah dan toko yang bersih dengan berbagai macam barang yang menarik dan berkualitas serta harga yang fair selalu menjadi kunci sukses bisnis ritel.

Pengelola toko yang paling baik mengkombinasikan layanan, kebersihan, keragaman barang, kualitas, dan harga seperti itu akan mencetak pembelian yang lebih banyak dibandingkan kompetitornya. Inilah yang disebut loyalty marketing. Dalam bahasa sederhananya, LM barangkali bisa diterjemahkan sebagai pemasaran yang di-drive oleh berbagai upaya perusahaan untuk menciptakan loyalitas pelanggan.

Dipicu oleh kenyataan bahwa pasar semakin jenuh dan biaya untuk mendapatkan pelanggan baru semakin mahal, saat ini kesadaran akan pentingnya LM meningkat. Namun demikian, belum banyak perusahaan di Indonesia yang benar-benar menerapkan LM.

Kebanyakan dari mereka baru sampai tahap menerapkan program loyaty untuk jangka pendek seperti program diskon—yang tujuannya hanya untuk meningkatkan omset pada saat itu. Karena itulah mereka perlu mememikirkan kembali program loyaty marketing mereka. Maklum, zaman sudah berubah.

Dengan kata lain, masih ada kekurangan yang mendasar dalam penerapan LM, misalnya kurangnya dukungan database yang kuat, programnya tidak terdiferensiasi dengan baik (diterapkan secara general kepada semua jenis pelanggan) —padahal agar efektif seharusnya dibuat diferensiasi antarsegmen yang berbeda, dan terakhir programnya tidak bersifat jangka panjang serta cenderung hanya meniru (follower).

Brian Woolf dalam buku bertajuk Loyalty Marketing: The Second Act—yang dibaca oleh para eksekutif perusahaan dunia itu, menengarai ada enam prinsip untuk membangun dan mempertahankan loyalitas pelanggan, yaitu play to win-win, be picky, keep it simple, reward the right result, listen hard talk straight, dan preach what you practice. Keenam prinsip itu pada dasarnya mencakup penegakan standard mutu yang baik (excelence), kejujuran, keadilan, kemudahan, rasa hormat, dan tanggung jawab. Untuk memahami masing-masing prinsip itu, mari kita kupas satu per satu.

Play to win-win. Upaya memberikan value terbaik kepada pelanggan sehingga dalam jangka panjang akan mendatangkan keuntungan kepada perusahaan. Menurut Woolf, hanya mengambil keuntungan dari customer adalah “jalan pintas untuk mencapai jalan buntu.” Artinya, perusahaan yang hanya mencari untung, tanpa memberikan value terbaik kepada customer, akan segera tamat riwayatnya.

Be picky. Upaya memilih customer yang tepat—sesuai dengan positioning-nya—sehingga perusahaan dapat memberikan value yang sesuai kepada mereka. Jika Anda ingin memaksimalkan pertumbuhan omset dan keuntungan yang berkelanjutan, menurut Woolf, perusahaan harus fokus kepada pelanggan yang tepat.

Keep it simple. Upaya membuat segala sesuatunya menjadi mudah bagi konsumen. Bila suatu perusahaan memiliki customers databased (mencakup antara lain nomor kursi dan menu favorit, kebiasaan mereka saat terbang) harusnya peusahaan tersebut bisa memberikan kemudahan kepada pelanggan.

Di bisnis airline misalnya, karena memiliki data penumpang yang menggunakan jasanya setiap minggu sebanyak 2-3 kali, etika pelanggan yang bersangkutan memesan untuk menggunakan jasanya, dengan mudah dia akan mendapatkan layanan sesuai dengan kebutuhan dan preferensi mereka.

Reward the right result. Memberikan penghargaan atas hasil yang benar. Memberikan penghargaan sering kali menjadi upaya favorit perusahaan dalam mempertahankan loyalitas pelanggan. Namun faktanya seringkali insentif perusahaan itu salah sasaran sehingga tidak sesuai dengan tujuannya untuk menciptakan loyalitas. Lebih parah lagi, kalau pelanggan tidak diberi penghargaan atas loyalitas mereka.

Page: 1 2

Edhy Aruman

Edhy Aruman - Wartawan Utama (2868-PWI/WU/DP/VI/2012...), pernah menjadi redaktur di majalah SWA. Sebelum di Swa, Aruman pernah meniti karier kewartawanan di harian Jawa Pos, Berita Buana, majalah Prospek, Harian Republika dan editor eksekutif di Liputan 6 SCTV, sebelum pindah ke SWA (http://www.detik.com/berita/199902/990212-1319.html). Lulus S3 Komunikasi IPB, Redaktur Senior Majalah MIX, dosen PR FISIP UI, dosen riset STIKOM LSPR Jakarta, dan salah satu ketua BPP Perhumas periode 2011-2014.

Recent Posts

Sambut Ramadan, Sweety Luncurkan Popok Bayi dengan Teknologi Dual Zone

MIX.co.id - Memanfaatkan momen ramadan tahun ini, Sweety menghadirkan Sweet Welcome, yakni kejutan spesial bagi…

25 mins ago

Bio Disc 3 QNET, Tingkatkan Kualitas Air Jadi lebih Sehat

MIX.co.id – Amezcua Bio Disc 3, produk yang dikembangkan oleh QNET, secara signifikan terbukti meningkatkan…

2 hours ago

Gelar Pameran Omotenashi #DenganHati, Sharp Patok Penjualan Rp 3 Miliar

MIX.co.id - Menginjak usia 55 tahun, Sharp Electronics Indonesia berkomitmen untuk melayani dengan sepenuh hati…

2 hours ago

Studi Tunaiku: 53,5% Responden Punya Tabungan Khusus untuk Hiburan dan Konser

MIX.co.id - Studi yang dirilis Tunaiku dari Amar Bank melalui akun media sosialnya, terhadap 254…

2 hours ago

Inovasi AI Mentransformasi Industri Telekomunikasi

MIX.co.id – Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) menjadi pusat dari industri telekomunikasi saat ini…

3 hours ago

FNM Society, UNFPA, dan Takeda Dorong Perempuan Indonesia Sehat dan Berdaya

MIX.co.id - Farid Nila Moeloek (FNM) Society, United Nations Population Fund (UNFPA), dan Takeda, menggelar…

5 hours ago