Mengapa Penjualan Unilever Masih Tumbuh 3,7% hingga Q3 2017?

Pada kuartal kedua 2017, pertumbuhan GDP di industri manufaktur--termasuk di dalamnya Fast Moving Consumer Goods (FMCG)--tercatat melemah. Jika tahun 2016 lalu pertumbuhan GDP di sektor tersebut mencapai 4,3%, maka pada Q2 2017, pertumbuhan GDP di sektor manufaktur hanya 3,5%. Itu artinya, pertumbuhan GDP di sektor manufaktur berada di bawah pertumbuhan total GDP Indonesia yang mencapai 5% di Q2 2017 ini.

Pertumbuhan GDP paling tinggi dan signifikan justru terjadi pada industri informasi dan komunikasi, yang pada Q2 2017 ini mencapai 10,9%. Sedangkan pada tahun 2016, industri tersebut juga mencatatkan pertumbuhan GDP yang tertinggi sekaligus signifikan, yakni 8,9% atau di atas rata-rata pertumbuhan total GDP Indonesia yang mencapai 5% di tahun lalu.

Demikian data Biro Pusat Statistik yang dikemukakan oleh Tevilyan Yudhistira Rusli, Direktur Keuangan PT Unilever Indonesia Tbk., di sela-sela acara Paparan Publik yang digelar hari ini (1/11) di kantor Unilever di BSD-Tangerang. Pada kesempatan itu, ia mengatakan bahwa penjualan Unilever masih dapat tumbuh 3,7% hingga Q3 2017. "Pertumbuhan 3,7% berdasarkan price, sedangkan berdasarkan volume, tidak terjadi pertumbuhan atau stagnan," ungkapnya.

Diakui Yudhistira, tingkat konsumsi produk rumah tangga tahun ini memang mengalami pelemahan. Pada tahun 2014 hingga 2016, tingkat konsumsi produk rumah tangga--termasuk di dalamnya FMCG--selalu di atas 70%. Jika tahun 2014 tingkat konsumsi rumah tangga mencapai 70,3%, maka tahun 2015 dan 2016 angkanya mencapai 70,2% dan 72,8%. Sayangnya, pada semester pertama 2017, tingkat konsumsinya melorot menjadi 68,3%. Sementara pada periode yang sama tahun 2016, angkanya masih di 71,8%.

"Saat ini, konsumen Indonesia memilih saving atau menabung. Pada semester pertama 2017 ini, 19,9% pendapatan rumah tangga mereka digunakan untuk menabung. Padahal periode yang sama tahun lalu, persentase saving masih di 18,2%," paparnya.

Lebih lanjut ia menerangkan bahwa hingga Q3 2017 atau September 2017, Unilever Indonesia berhasil mencetak penjualan bersih sebesar Rp 31,2 triliun dengan laba meningkat 10,1%. Pada periode tersebut, kategori Foods dan Refreshment berhasil membukukan penjualan sebesar Rp 10,1 triliun atau naik 7,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Adapun kategori Home dan Personal Care mencatat penjualan sebesar Rp 21 triliun hingga September 2017 atau naik 2,1%.

Menghadapi tantangan melemahnya tingkat konsumsi rumah tangga dan sengitnya persaingan di pasar, diuraikan Yudhistira, sejumlah langkah telah dilakukan Unilever. Di antaranya, melalui dua strategi utama. Pertama adalah kampanye pemasaran "Bangga Jadi Indonesia" lewat consumer dan trade promo, meluncurkan kemasan khusus edisi terbatas, hingga aktivasi dan display. Kedua, inovasi dengan meluncurkan produk baru, Pureline Hijab Fresh untuk value segment (menengah bawah) dan segmen hijabers serta Molto Parfum Perancis yang menyasar segmen menengah atas.

Dari seluruh brand Unilever, memang ada sejumlah brand yang penjualan dan kontribusinya tercatat signifikan. Ditambahkan Presiden Direktur PT Unilever Indonesia Tbk. Hemant Bakshi, brand-brand yang mengusung misi sosial dan lingkungan, yang disebut sebagai sustainable living brand, tercatat mengalami pertumbuhan sangat signifikan. Di antaranya, brand Bango, Lifebuoy, dan Pepsodent.

Lifebuoy misalnya, memiliki misi untuk mengubah perilaku kebersihan dari 1 miliar konsumen di seluruh dunia. Di Indonesia, Lifebuoy memiliki target untuk menjangkau 100 juta orang lewat edukasi perilaku hidup bersih dan sehat pada tahun 2020 mendatang. "Sampai saat ini, kami berhasil menjangkau 88 juta orang di 16 propinsi melalui program Cuci Tangan Pakai Sabun," papar Hemant.

Sementara itu, melalui brand Bango, lanjutnya, Unilever memilki komitmen untuk memasok bahan baku dari sumber yang menjaga lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan para petani. Misalnya, melalui petani kedelai Malika binaan, yang saat ini jumlahnya telah mencapai 10.500 petani malika. Bango juga melakukan misi sosial dengan melestarikan warisan kuliner nusantara, antara lain dengan bekerja sama dengan para penjaja makanan lewat aktivasi dan program Festival Jajanan Bango.

Untuk brand Pepsodent, ungkap Hemant, Unilever selama 21 tahun telah secara konsisten mengedukasi masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut. Misalnya, dengan mengedukasi mereka mengenai menyikat gigi yang benar. "Sampai tahun ini, Pepsodent telah menjangkau hampir 14 juta anak di lebih dari 250 kita di seluruh Indonesia," tuturnya.

Selain ketiga brand itu, brand lain dari Unilever juga turut mengusung misi sosial. Sebut saja, kategori home care seperti Super Pell, Vixal, Molto, dan Rinso yang memiliki program "Bersih-Bersih 1001 Masjid" di 11 provinsi di Indonesia; Sunlight dengan kampanye "Ibu Bersinar Sunlight" di mana Unilever menggelar kegiatan Arisan Mapan dengan menggandeng 900 ribu ibu untuk diberikan pelatihan kewirausahaan; Dove dengan kampanye "Dove Self Esteem Project"; serta brand Fair and Lovely yang menggelar program "Fair and Lovely Bintang Beasiswa".

Berangkat dari kinerja brand-brand tesebut, Hemant meyakini bahwa menjalani praktik bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan akan membuat bisnis Unilever tumbuh positif. "Untuk itu, kami ingin keberadaan Unilever selalu memberikan manfaat, tidak hanya secara ekonomi tetapi juga sosial dan memberikan manfaat yang baik kepada lingkungan," tutupnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)