Industri mainan di dunia tercatat terus mengalami pertumbuhan tiap tahunnya. Jika tahun 2017 nilai bisnisnya mencapai US$ 89 miliar, maka tahun 2022 diprediksi menyentuh angka US$ 99. Sementara itu, Indonesia termasuk salah satu pasar mainan terbesar di dunia dengan nilai ekspor yang sudah mencapai US$ 300 juta pada 2017.
PT Sunindo Adipersada sebagai produsen mainan—boneka, hands puppet, dan kostum—terbesar di Indonesia dan telah menyasar pasar ekspor, tentu tak melewatkan peluang bisnis di industri mainan. “Sejak kehadiran kami pada tahun 1991, kami memang telah berorientasi pada pasar ekspor. Sampai saat ini, pasar ekspor kami berkontribusi sebanyak 85%, dimana Amerika Utara dan Kanada menyumbang 30%, Eropa 40%, Australia 10%, dan Asia 5%. Sisanya, 15% adalah pasar domestik,” ujar CEO PT Sunindo Adipersada Iwan Tjen, pada hari ini (10/9), di kantornya, di Jakarta.
Diakui Iwan, sepanjang menekuni industri mainan, Sunindo mengalami tiga gelombang besar yang notabene menjadi tantangan bagi para pelaku bisnis di industri mainan. Mulai dari gelombang pertam adi tahun 2000, gelombang kedua di tahun 2010, dan saat ini gelombang ketiga bertepatan dengan perang dagang Amerika dan China.
“Gelombang ini sebenarnya bisa menjadi peluang bagi pelaku bisnis yang memang sudah siap menghadapinya. Bagi perusahaan yang sudah pernah melakukan ekspor ke pasar Amerika, maka gelombang ketiga berupa perang dagang Amerika dan China ini bisa menjadi peluang,” lanjutnya.
Lebih lanjut ia menegaskan, eskpor mainan anak dari Indonesia ke Amerika pada tahun 2018 baru mencapai US$ 280 juta. Bandingkan dengan ekspor mainan anak dari China ke Amerika yang sudah mencapai US$ 26,7 miliar. Sementara itu, dari total ekspor mainan Indonesia ke Amerika, Sunido mampu berkontribusi sebesar 3%. “Dengan adanya perang dagang Amerika dan China, maka seharusnya perusahaan mainan di Indonesia dapat memanfaatkan hal itu sebagai peluang,” jelasnya.
Tahun ini dan ke depan, diakui Iwan, Sunindo masih akan tetap fokus pada pasar ekspor, salah satunya menggenjot pasar Amerika. “Tahun ini, kami targetkan omset Sunindo mencapai Rp 300 miliar. Itu artinya, naik dibandingkan tahun lalu yang mencapai Rp 200 miliar. Selanjutnya, dengan menggenjot pasar Amerika pada tahun depan, kami berharap omset bisa mencapai Rp 500 miliar di 2020,” patok Iwan.
Guna mencapai target tersebut, Sunindo mendapatkan program pendampingan dari Kementerian Perindustrian. Pendampingan yang dilakukan juga terkait implementasi industri 4.0 pada industri mainan. Industri 4.0 merupakan program pemerintah untuk membawa industri manufaktur Indonesia bisa berdaya saing baik di dalam dan luar negeri. “Kami menjadi satu satunya perusahaan mainan yang dipilih oleh Kementerian Perindustrian dan menjadi pilot project (Percontohan),” ucapnya.
Dalam rangkain program pendampingan tersebut, maka Sunindo akan hadir di pameran teknologi manufaktur terbesar di dunia, “Hannover Messe 2020”. Lantaran, tahun depan, Indonesia resmi menjadi country partner pada pameran bergengsi tersebut. “Tahun 2019, negara yang ditunjuk menjadi country partner adalah Swedia,” ujar Iwan.
Selain menggenjot pasar eskpor seperti Amerika, diakui Iwan, Sunindo juga akan mengambil langkah strategis lainnya demi mencapai target omset tersebut. Di antaranya, akan membangun pabrik baru di Jawa Tengah dalam 1-2 tahun ke depan serta melakukan IPO pada semester kedua 2020. “Saat ini, kami baru memiliki satu pabrik yang ada di daerah Cileungsi, Jawa Barat,” pungkasnya.