Strategi Revitalisasi Motorola Pasca Comeback ke Indonesia

Hampir satu dekade vakum, akhirnya Motorola memutuskan untuk kembali ke Indonesia pada Oktober 2016 lalu. Kembalinya Motorola ke pasar ponsel (Telepon selular) di Tanah Air tak lepas dari campur tangan Lenovo—yang notabene telah mengakuisisi merek Motorola. Dijelaskan Miranda Vania Warokka, MBG Marketing Lead Lenovo Indonesia, “Kembalinya Mototola ke Indonesia bertepatan dengan telah selesai dibangunnya pabrik Motorola di Serang pada Oktober 2016 lalu, guna memenuhi TKDN (Tingkat Komponen Dalam Negeri).”

Diakui Miranda, ada sejumlah alasan mengapa Lenovo memutuskan untuk mengembalikan kejayaan Motorola di Indonesia. Pertama, Motorola sudah memiliki basis pelanggan yang kuat. “Mereka bukan hanya loyal customer yang sekadar membeli, tetapi brand ownership mereka terhadap Motorola juga tinggi,” yakinnya.

Alasan kedua, Motorola termasuk brand heritage di Tanah Air. Lantaran, kehadiran Motorola di pasar Indonesia sudah lebih dari 80 tahun silam. Bahkan, dikatakan Miranda, Motorola adalah pionir sebagai merek ponsel pertama yang ada di dunia.

Alasan lainnya, Indonesia merupakan pasar smartphone yang sangat potensial. Di Asia Pasifik, Indonesia menempati posisi nomor dua setelah India. “Oleh karena itu, kami sangat yakin untuk merevitalisasi Motorola yang sempat vakum di pasar Indonesia. Jika Lenovo menyasar pasar middle to affordable, maka Motorola akan menyasar pasar middle high,” lanjutnya.

Lantas, strategi apa yang dilakukan perusahaan untuk merevitalisasi Motorola? Dijawab Miranda, langkah pertama yang dilakukan Motorola adalah dengan melakukan inovasi terhadap produk dan teknologi yang berbasis customer centric. “Sebagai langkah awal, kami meluncurkan Moto E3 Power yang dibandrol dengan harga Rp 1,8 juta. Lalu, disusul dengan seri Moto Z seharga Rp 8,5 juta serta Moto Z Play seharga Rp 5,5 juta pada Januari 2017, dan Moto M seharga Rp 3,9 juga pada Maret 2017,” paparnya.

Dituturkan Miranda, ada dua tantangan besar dalam menghidupkan kembali Motorola di pasar Indonesia. Pertama, segmen millennial belum mengenal Motorola. Artinya, mereka mungkin saja pernah mendengar merek Motorola, namun tidak pernah memiliki brand experience dengan produk Motorola. Kedua, peta persaingan pasar smartphone makin ketat. Bahkan, tak sedikit merek-merek lokal makin agresif mendekati pasar dengan menawarkan keunggulan masing-masing. “Data IDC menyebutkan bahwa pada akhir tahu 2017 akan ada 49 juta ponsel yang akan masuk ke Indonesia. Dan, 32 juta di antaranya adalah produk smartphone,” ia menerangkan.

Oleh karena itu, sejalan dengan strategi inovasi, kata Miranda, Motorola gencar melakukan edukasi ke segmen millennial—yang potensinya sangat tinggi di Tanah Air. Langkah edukasi yang dilakukan adalah dengan menggelar brand activation yang melibatkan millennial. Antara lain, roadshow ke lokasi-lokasi hang out, tempat makan, hingga mall dengan Moto Bus, yang digelar sejak Desember 2016 lalu.

“Moto Bus adalah sebuah bus yang kami rancang dengan menyajikan DJ serta product experience. Dengan demikian, millennial dapat menikmati musik sekaligus melakukan produk experience. Sampai saat ini, aktivasi roadshow masih berlangsung dan kami masih fokus pada wilayah Jakarta. Kegiatan lainnya, Motorola siap mensponsori DJ Performance Marshmello pada 27 April mendatang,” terangnya.

Di televisi, Motorola juga menggelar program blocking satu jam dengan mengusung tema “Moto is Back”. Program entertainment show itu dihadirkan di Net TV dengan mengusung dua produk, yakni Moto Z dan Moto Z-Play.

Sebagai segmen yang sangat “melek” digital, maka Motorola juga tidak melewatkan program edukasi sekaligus membangun brand awarness Motorola di digital. Oleh karena itu, diuraikan Miranda, sebagai langkah awal, Motorola menggandeng sejumlah media online sebelum produk diluncurkan. “Mereka kami kesempatan untuk melakukan product experience guna menciptakan story telling kepada publik tentang produk Motorola,” ucapnya.

Langkah lainnya, Motorola juga mengganden para Key Opinion Leader sebagai strategi jangka pendek dan para influencer untuk strategi jangka panjang. Ditambahkan Miranda, “Kami juga memanfaatkan seluruh saluran social media kami maupun partner.”

Sementara itu, dari sisi promosi, diungkapkannya, Motorola juga aktif menggelar in-store activation. Mulai dari meningkatkan visibility, live demo di ritel, hingga menghadirkan promotor secara masif guna mengedukasi market yang datang ke ritel. “Tentu saja, kami juga menyajikan special promo di tingkat ritel. Termasuk, memanfaatkan e-commerce atau virtual shop untuk melakukan penetrasi pasar,” tegasnya.

Meski millennial adalah pasar yang sangat potensial, bukan berarti Motorola melepaskan segmen mature atau matang, yang selama ini menjadi customer loyal Motorola. “Untuk segmen ini, mereka tentu sudah tahu betul Motorola, baik dari sisi awareness maupun produk. Oleh karena itu, untuk me-remind mereka, kami menggelar program bundling dengan operator, hingga menawarkan gimmick dengan beragam merchandise,” ia menandaskan.

Hasilnya? Dijawab Miranda, “Sampai saat ini, Motorola baru satu semester kembali ke pasar Indonesia. Penjualan tiap bulannya sudah meningkat cukup signifikan. Kami berharap tahun ini, Motorola dapat tumbuh di atas pertumbuhan pasar. Bahkan, ke depannya, kami berharap Motorola dapat menjadi merek lima besar yang menguasai pasar smartphone di Indonesia.”

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)