57% User di Indonesia Tidak Tahu Keamanan Perangkat Digital

Pengguna (user) perangkat mobile di Indonesia mengalami peningkatan sejak setahun lalu. Ketergantungan terhadap layanan mobile untuk mendukung aktivitas sehari-hari semakin tinggi, sekaligus membuat mereka semakin berisiko terpapar ancaman siber di dunia digital.

Laporan terbaru 2021 Consumer Security Mindset: Mobile Edition dari McAfee yang dirilis menjelang ajang Mobile World Congress 2021, mengungkap bahwa lebih dari sepertiga user perangkat mobile di Indonesia tidak menerapkan protokol keamanan apapun di perangkat mereka.

Kondisi tersebut sangat berisiko, terlebih lagi dengan munculnya ancaman keamanan baru seperti aplikasi palsu, Trojan, dan pesan singkat yang bertujuan untuk menipu.

Senior Vice President Consumer Business Group at McAfee, Judith Bitterli, mengatakan ancaman mobile semakin berbahaya dan metodenya juga semakin canggih. “Kami berkomitmen untuk terus membantu pengguna perangkat mobile mengamankan perangkat dan yang terpenting, data pribadi mereka,” ujarnya dalam rilis yang diterima redaksi pada Selasa (29/6), di Jakarta.

McAfee mengungkapkan fakta bahwa lebih dari setengah (57%) user perangkat mobile di Indonesia mengatakan tidak tahu tentang keamanan perangkat mobile. Hanya 38% responden yang mengerti informasi apa saja yang disimpan di perangkat mobile mereka.

Survei McAfee dilaksanakan bekerja sama dengan MSI International terhadap lebih dari 1.013 orang Indonesia berusia 18-75 tahun. Survei 30 Maret hingga 8 April 2021.

Menurut McAfee, terdapat tiga tren ancaman mobile, yaitu malware terkait Covid-19. Lebih dari 90% malware yang terkait pandemi berbentuk Trojan. Seperti kasus di India, mulai marak kasus penipuan lewat pesan SMS dan WhatsApp yang meminta korbannya mengunduh aplikasi pendaftaran vaksinasi palsu, dan setelah diunduh, malware ini menyebarkan diri ke seluruh data kontak lewat SMS atau WhatsApp.

Kemudian, malware tagihan layanan aplikasi palsu, bernama Etinu. Banyak dijumpai di wilayah Asia dan Timur Tengah. Etinu menyebar via Google Play, sempat mencapai 700 ribu unduhan hingga akhirnya terdeteksi dan dihapus. Apabila korban mengunduh aplikasi yang membawa malware ini, maka ia bisa secara otomatis mencuri pesan SMS atau Notifikasi, kemudian melakukan pembelian dan mendaftar ke layanan berbayar atau berlangganan yang akan ditagihkan ke rekening pengguna.

Ancaman selanjutnya adalah Trojan yang mengincar data perbankan. Selama Q3 dan Q4 2020, peningkatan aktivitas Trojan yang mengincar data perbankan mencapai 141%. McAfee menemukan Trojan bernama BRATA (Brazilian Remote Access Tool Android), yang berkali-kali berhasil masuk ke Google Play Store, dan menipu para pengguna untuk mengunduhnya.

“Keseharian kita makin lekat dengan perangkat mobile dan data. Oleh karena itu, kita juga harus semakin tahu cara-cara melindunginya,” pesan Raj Samani, McAfee Fellow and Chief Scientist. ()

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)