BISAKAH AGENDA INVESTASI APPLE DI INDONESIA MENGUBAH PETA TEKNOLOGI ASIA TENGGARA?

Apple, sebagai raksasa teknologi global, mengeksekusi strategi investasi yang berbeda di Vietnam dan Indonesia, mencerminkan keunikan ekosistem bisnis dan kondisi pasar setiap negara. Di Vietnam, Apple memilih untuk meningkatkan investasinya dalam pemasok elektronik yang berbasis di negara tersebut, sebuah langkah yang secara langsung memperkuat rantai pasokan komponen dan produksi.

Sebaliknya, di Indonesia, Apple memilih untuk menanamkan investasi dalam pengembangan sumber daya manusia melalui pembukaan Apple Developer Academy, serta mengeksplorasi potensi pendirian pabrik lokal, yang menekankan pada pengembangan ekosistem lokal dan inovasi.

Peningkatan investasi Apple di Vietnam dapat dilihat sebagai bagian dari strategi diversifikasi rantai pasokan, yang menurut teori internasionalisasi yang dikemukakan oleh Dunning (1993) dalam teori OLI (Ownership, Location, Internalization), memberi perusahaan kontrol lebih besar atas kepemilikan dan proses internal.

Di sisi lain, pendekatan Apple di Indonesia, dengan meluncurkan akademi pengembang, mencerminkan strategi 'location' dalam teori OLI, yang berfokus pada pemanfaatan keuntungan lokasi spesifik, dalam hal ini adalah modal manusia Indonesia yang melimpah dan semakin melek teknologi.

Investasi di Vietnam menunjukkan pengakuan Apple terhadap kapasitas manufaktur Vietnam yang telah terbukti, sejalan dengan penelitian oleh Nguyen dan Nguyen (2020) yang menunjukkan bahwa Vietnam telah menjadi salah satu hub manufaktur elektronik di Asia.

Sementara itu, fokus pada pengembangan kapasitas di Indonesia mencerminkan strategi yang lebih jangka panjang untuk membangun infrastruktur inovasi dan keahlian teknis lokal, yang sesuai dengan temuan dari World Bank (2019) mengenai pentingnya investasi dalam pendidikan dan pelatihan untuk pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Perbedaan pendekatan ini juga dapat ditinjau dari perspektif teori institutional voids yang diutarakan oleh Khanna dan Palepu (1997), dimana Vietnam menawarkan 'ruang' institusional yang lebih siap bagi Apple untuk segera melibatkan diri dalam kegiatan manufaktur.

Sedangkan di Indonesia, Apple tampaknya mengisi 'kekosongan' tersebut dengan menciptakan institusi pelatihan sendiri untuk mengembangkan tenaga kerja lokal yang akan memenuhi standar perusahaan dan mungkin untuk mendukung inisiatif manufaktur di masa depan.

Dari komparasi kedua strategi ini, terlihat bahwa Apple menerapkan pendekatan yang sangat disesuaikan dengan kondisi ekonomi, struktur industri, dan peluang yang tersedia di setiap negara. Ini menunjukkan fleksibilitas dan ketangkasan dalam strategi global mereka, serta kesediaan untuk tidak hanya mengambil keuntungan dari pasar yang sedang berkembang, tetapi juga untuk berinvestasi dalam pembangunan kapasitas jangka panjang.

REFERENSI

Dunning, J. H. (1993). Multinational enterprises and the global economy. Addison-Wesley.

Nguyen, T. P. L., & Nguyen, T. C. E. (2020). The rise of Vietnam as a manufacturing hub: Opportunities and challenges. Journal of International Commerce, Economics and Policy, 11(2), 2050002.

The World Bank. (2019). Aspiring Indonesia - Expanding the middle class. World Bank Group.

Khanna, T., & Palepu, K. (1997). Why focused strategies may be wrong for emerging markets. Harvard Business Review, 75(4), 41-51.

https://www.techinasia.com/apple-announces-indonesia-academy-tim-cook-meets-jokowi
https://www.mckinsey.com/featured-insights/asia-pacific/boosting-vietnams-manufacturing-sector-from-low-cost-to-high-productivity
Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)