Bank DBS Indonesia kembali menggelar webinar atau seminar online DBS eTalk Series pada pertengahan Oktober ini (15/10). Pada kesempatan itu, Bank DBS memberikan pandangan terkini akan tren perekonomian dan investasi. Termasuk, membahas topik hangat terkait situasi pandemi global, pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS) di November, dan posisi perdagangan Tiongkok dan Amerika Serikat yang mempengaruhi perekonomian di Asia.
Presiden Direktur PT Bank DBS Indonesia Paulus Sutisna mengatakan, Bank DBS Indonesia telah menggelar kegiatan eTalk Series ini secara rutin sejak April 2020. Hal ini merupakan salah satu upaya Bank DBS untuk dapat tetap berinteraksi dengan nasabah di tengah kondisi pandemi dan sebagai wujud komitmen perusahaan dalam memberikan insight yang relevan terkait situasi ekonomi dan pasar modal terkini, dari kacamata global maupun Indonesia.
Melalui webinar bertajuk 'DBS Macro Economic Insights: Recovering from Covid-19', ia berharap, nasabah Bank DBS akan dapat memahami situasi ekonomi makro saat ini. "Dari wawasan yang diberikan oleh Ekonom DBS, kami berharap nasabah dapat menggali potensi peningkatan usaha dan bisnis, maupun pengembangan portofolio di iklim investasi era baru. Hal ini sejalan dengan komitmen kami sebagai mitra terpercaya berusaha juga untuk pengelolaan dan pengembangan kekayaan," ungkapnya.
Kontraksi dan perlambatan ekonomi telah terjadi pada triwulan kedua tahun 2020, seiring dengan penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). Fakta ini ditandai dengan angka pertumbuhan dan inflasi yang rendah, peningkatan defisit fiskal, angka hutang yang melonjak naik, serta eskalasi geopolitik di berbagai negara.
Seiring dengan kasus positif Covid-19 di Indonesia yang semakin tinggi (ditandai dengan dijalankannya kembali PSBB pada bulan Agustus lalu), Indonesia kembali mengalami deflasi. Berdasarkan data dari Bappenas, Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan kedua mengalami kontraksi sebesar -5,32% secara tahunan. Meskipun demikian, pasar masih optimis akan mengalami pemulihan ekonomi pada triwulan selanjutnya.
Pada webinar ini, para ekonom dari DBS Group Research, Dr. Taimur Baig dan Radhika Rao, berbagi tentang hasil penelitian mereka pada pertumbuhan ekonomi saat ini dan proyeksi mendatang pasca pemulihan ekonomi. Keduanya menyajikan perkiraan mobilitas ekonomi global, kawasan Asia dan beberapa negara terdekat, PDB, inflasi, kebutuhan pembiayaan domestik dan eksternal, dan perubahan nilai mata uang yang diakibatkan oleh pandemi Covid-19.
“Beberapa faktor akan sangat menentukan daya tahan dan kekuatan pemulihan, termasuk penyempurnaan siklus perdagangan, fiskal berkelanjutan dan akomodasi moneter, koordinasi regional untuk membuka kembali perjalanan dan pariwisata, dan mempertahankan praktik terbaik dalam pengelolaan pandemi akan menjadi kunci untuk memastikan pemulihan yang berkelanjutan,” ujar Managing Director and Chief Economist Group Research DBS Bank Dr. Taimur Baig.
Terkait dengan pelaksanaan Pemilihan Presiden AS yang akan dilaksanakan di bulan November, telah membuat pelaku pasar untuk lebih berhati-hati, mengingat bahwa gejolak di pasar dapat melonjak pasca pemilu. Hal ini diprediksikan akan menyebabkan permintaan likuiditas lebih besar dalam beberapa minggu. Namun demikian, pelaksanaan pilpres AS diperkirakan tidak akan mengubah arah persaingan Tiongkok dan AS, sehingga tetap ada optimisme bahwa gejolak dan ketidakpastian ini akan mereda setelah masa pilpres AS selesai.
Laju pemulihan ekonomi di tengah pandemi global di beberapa negara, seperti AS, Eropa, dan Jepang, telah terlihat melandai (flattened) setelah terjadi lonjakan tajam di triwulan ketiga. Prospek perdagangan di Asia juga tampak telah membaik seiring dengan dimulainya kembali rantai perdagangan, yang ditunjukkan dengan terjadinya peningkatan permintaan di Tiongkok. Hal ini menunjukkan bahwa ekonomi di Asia perlahan telah kembali stabil.
"Meskipun masih banyak tantangan, terdapat tanda-tanda bahwa ekonomi di Asia mulai bangkit kembali yang disebabkan dari berhasilnya pengelolaan pandemi, seperti kembalinya demand di Tiongkok, kebijakan moneter yang akomodatif, serta langkah-langkah fiskal yang besar dan tepat untuk mendukung pulihnya sektor konsumen, bisnis, dan sektor keuangan,” ujar Senior Vice President, Economics & Strategy Research DBS Bank Radhika Rao.
Sementara itu, PDB negara diperkirakan akan meningkat 5,5% tahun depan, sedangkan defisit fiskal diprediksi akan tetap terkontraksi ke -5,5% dari sebelumnya di angka -6,3%.
Selain itu, beberapa faktor lainnya yang menjadi risiko pemulihan bagi Indonesia adalah penundaan kembalinya aktivitas jika kasus positif Covid-19 tidak kunjung mereda, tingginya partisipasi dari investor asing di pasar utang dalam negeri, kesehatan fiskal dan tingkat hutang publik, serta rasio cadangan devisa terhadap pembiayaan eksternal bruto yang relatif lebih kecil bila dibandingkan negara-negara lain di kawasan regional.