Dari Komunikasi Krisis ke Komunikasi Karyawan

Ada pergeseran peran corporate communication. Pentingnya pengalaman pelanggan mendorong perusahaan untuk lebih fokus pada komunikasi dengan karyawan.

Dua hari belakangan ini di kita ramai dibicara soal
pemadaman listrik yang cakupan areanya luas, DKI Jakarta, Banten dan Jawa
Barat. Beberapa kali corporate communications PLN memberikan penjelasan soal
kejadian pemadaman. Namun, pelanggan tetap merasa kurang. Presiden Jokowi pun
sempat menyatakan kekesalannya di depan jajaran Direksi PLN soal lambatnya
penanganan musibah tersebut.

Melihat kejadian ini, saya jadi teringat peristiwa hilangnya
pesawat miliki maskapai penerbangan Malaysia, MAS. Anggota keluarga penumpang
pesawat yang hilang itu menunggu dan menunggu kabar terbaru tentang pencarian
pesawat hilang itu. Mereka merasa Tim pencari dan petugas lambat memberikan
informasi kepada mereka.  

Mereka mungkin sudah bekerja keras berusaha menemukan
pesawat hilang tersebut, namun mungkin karena merasa Tim yang berhubungan
langsung dengan keluarga penumpang tak ada informasi baru yang perlu
disampaikan, mereka tidak berkomunikasi. Ini berbeda dengan yang dilalukan Air
Asia saat pesawatnya jatuh di perairan Laut Jawa.

Balik lagi ke kasus PLN, bayangan saya adalah PLN
menunjukkan kepada publik apa saja yang sudah, sedang dan akan mereka kerjakan
terkait pemadaman itu. Saat ini akses informasi jauh berubah dibandingkan masa
lalu. Bayangan saya tak ada hambatan sinyal dalam komunikasi antara petugas PLN
di lapangan yang bekerja keras mengatasi masalah dan yang berada di kantor
pusat yang berkomunikasi dengan publik.

Pertanyaan saya adalah apakah memang menjadi policy PLN
untuk menyediakan sistem satu pintu informasi kepada publik. Taka da yang
salah. Persoalannya adalah bagaimana arus informasi kepada publik sesuai dengan
harapan publik. Mungkin petgas lapangan selalu melaporkan perkembangannya, atau
mungkin petugas lapangan juga mempunyai pandangan bahwa kalau tidak ada yang
baru kenapa harus dikomunikasikan?       

Disini menurut saya pentingnya komunikasi degan karyawan.
Teoritis, tujuan komunikasi karyawan adalah membangun kepatuhan dan
menyemangati karyawan untuk mencapai tujuan bersama. Dalam konteks ini, kejauhan
teknologi mengharuskan perusahaan untuk memikirkan ulang komunikasi dengan karyawannya
sehingga bagaimana caranya, ketika perusahaan menghadapi masalah, karyawan juga
berperan sebagai komunikator yang baik dengan public.

Pertengahan Juli 2019, wacana public diramaikan dengan
adanya maskapai penerbangan nasional Indonesia yang banyak mendapat kritikan karena
melarang pengambilan gambar dalam penerbangan. Larangan itu ibarat minyak dalam
api kecil setelah seorang blogger video populer memposting foto secara online
yang menunjukkan menu tulisan tangan yang diberikan pada kelas bisnis maskapai
itu.

Travel v-logger tersebut dilaporkan polisi. Yang terjadi
kemudian ramailah sosial media dengan diskusi soal itu. Kondisi ini makin ramai
setelah maskapai penerbangan itu mengeluarkan imbauan bagi penumpang untuk
tidak mengambil foto di dalam pesawat. Diskusipun makin ramai. Hari berikutnya
saham Garuda anjlok. 

Ada kepercayaan luas di dunia manajemen bahwa dalam
masyarakat saat ini, masa depan sebuah 
perusahaan sangat tergantung pada bagaimana perusahaan itu dilihat oleh para
pemangku kepentingan utamanya. Para pemegang saham dan investor, pelanggan dan
konsumen, karyawan dan anggota masyarakat selalu memperhatikan keberadaan perusahaan
itu.

Aktivisme publik, globalisasi, dan skandal akuntansi yang
terjadi beberapa tahun silam semakin memperkuat keyakinan ini. Ini juga membawa
karya para praktisi komunikasi ke orbit yang lebih dekat. Perusahaan dan
industri saat ini dihadapkan pada beberapa tingkat transformasi. Ada beberapa
kekuatan yang mendorong transformasi ini - gangguan digital, pengawasan praktik
bisnis yang lebih besar, persyaratan peraturan yang terus berkembang dan
pelanggan yang semakin cerdas dan berpengetahuan luas.

Komunikasi adalah darah kehidupan semua organisasi. Itu
adalah media di mana perusahaan besar dan kecil mengakses sumber daya penting
yang mereka butuhkan agar perusahaan berjalan. Melalui komunikasi, organisasi
memperoleh sumber daya primer yang mereka butuhkan (seperti modal, tenaga
kerja, dan bahan mentah) dan membangun cadangan sumber daya sekunder yang
berharga (seperti "legitimasi" dan "reputasi") yang
memungkinkan mereka untuk beroperasi.

Pages: 1 2

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)