MIX.co.id – Tahun 2025 menjadi tahun terberat bagi industri minuman di Tanah Air. Situasi global maupun kondisi dalam negeri berupa pelemahan daya beli masyarakat berdampak pada anjloknya kinerja industri minuman.
Asosiasi Industri Minuman Ringan (ASRIM) mencatat, pelemahan di industri minuman ringan sebenarnya telah menunjukkan gejalanya sejak tahun 2023, ditengarai adanya penurunan volume penjualan pada beberapa kategori minuman non-AMDK (Air Minum Dalam Kemasan).
“Situasi ini menjadi lebih menantang di awal 2025, seiring dengan realisasi pertumbuhan ekonomi nasional Q1 sebesar 4,87 persen yang berada di bawah ekspektasi,” ujar Ketua Umum ASRIM, Triyono Prijosoesilo, kepada media di Jakarta, Rabu (14/5).
Direktur Eksekutif CORE Indonesia, Mohammad Faisal, mengungkapkan pertumbuhan ekonomi 2025 kemungkinan melambat, berada di kisaran 4,8%-5,0%, bahkan berpotensi menuju 4,6%-4,8% dalam skenario tertentu, sedikit di bawah target APBN sebesar 5,2%.
Data BPS untuk triwulan I-2025 pun menunjukkan realisasi pertumbuhan 4,87% (y-on-y) dengan kontraksi 0,98% (q-to-q).
Data BPS juga menyebutkan, IHP (Indeks Harga Produsen) sektor akomodasi, penyediaan makanan minuman mengalami tekanan harga tertinggi, pada triwulan I-2025 naik 0,56 persen terhadap triwulan IV-2024 (q-to-q) dan naik 2,84 persen terhadap triwulan I-2024 (y-on-y) yang dapat berdampak pada harga konsumen dan margin pelaku usaha di sektor tersebut pada tahun ini.
“Pelemahan permintaan domestik dapat berimplikasi pada sektor-sektor konsumsi seperti makanan dan minuman. Selain itu, industri juga menghadapi tekanan biaya dari sisi produksi,” kata Faisal.
Pihaknya mengakui, Ramadan dan Lebaran yang biasanya mengerek konsumsi masyarakat, tahun ini justru tidak tampak. Sebaliknya, IPR (Indeks Penjualan Riil) kelompok Makanan, Minuman, dan Tembakau justru hanya tumbuh 1,3% pada kuartal I 2025, jauh di bawah pertumbuhan tahun lalu yang menyentuh 7,5%.
Meskipun konsumen lebih berhati-hati dalam pengeluaran, mengutip data NielsenIQ, mereka tetap menganggap produk minuman siap saji sebagai kategori yang esensial dan berkontribusi signifikan terhadap total belanja barang konsumsi cepat saji (FMCG). Namun, kenaikan harga (32%) dan pelemahan ekonomi (27%) menjadi kekhawatiran utama masyarakat.
Terkait hal tersebut, ASRIM menekankan perlunya sinergi kebijakan yang tepat untuk menjaga stabilitas industri minuman di tengah tantangan ekonomi melalui dialog dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri.
“ASRIM percaya bahwa dialog terbuka dan kolaborasi antara pemerintah dan pelaku industri menjadi semakin krusial,” tutur Triyono
....