Gelar Diskusi Publik, YLKI Dukung Migrasi BBM ke BBG
MIX.co.id - Diskusi publik bertajuk “Pengendalian BBM Bersubsidi Tepat Sasaran di Wilayah DKI Jakarta” baru saja digelar KBR (Kantor Berita Radio) bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), pada awal November ini. Diskusi yang digelar secara virtual itu menghadirkan sejumlah pembicara, seperti Tulus Abadi, Ketua Pengurus Harian YLKI; Luckmi Purwandari, ST.M.Si, Direktur Pencemaran Udara KLHK; Prof. Ir. Tutuka Ariadji M.Sc. Ph.D., IPU, Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi ESDM; serta Dr. Syafrin Liputo, A.T.D.,M.T, Kepala Dinas Perhubungan DKI Jakarta.
Disiarkan secara live melalui KBR dan direlay oleh ratusan radio jaringan di daerah, diskusi publik ini juga diikuti oleh para akademisi, pengamat, pemerintah, BPH Migas, kalangan milenial, jurnalis, dan sebagainya.
Berikut ini tujuh fakta berhasil dihimpun terkait BBM (Bahan Bakar Minyak) Bersubsidi.
1. Masyarakat sering salah kaprah dengan membeli BBM yang lebih murah, tapi penghematannya tidak signifikan. Sedangkan dampaknya, justru bisa lebih besar. Jadi masyarakat sebenarnya merugi, karena harus mengeluarkan biaya maintenance yang lebih tinggi.
2. Di sisi lain, ada fenomena kesadaran di kalangan generasi muda bahwa BBM bersubsidi akan merusak mesin, mesin jebol, sehingga mereka lebih memilih menggunakan BBM yang lebih bagus, seperti Pertamax.
3. Pemerintah didorong lebih konsisten dalam kebijakannya. Misalnya, dalam migrasi ke BBG (Bahan Bakar Gas). Penggunaan BBG bagus, ORGANDA mendukung, sayangnya pemerintah tidak konsisten. BBG memang lebih efisien dan lebih ramah lingkungan.
4. BBM bersubsidi punya dua dimensi, adil secara ekonomi dan adil secara ekologis. Jika merujuk pada UU tentang Energi, maka subsidi energi peruntukannya adalah untuk masyarakat tidak mampu. Jadi, jika BBM bersubsidi mayoritas digunakan oleh pemilik kendaraan bermotor, maka ini bentuk ketidakadilan dari sisi ekonomi. Dari sisi ekologis, BBM bersubsidi adalah bentuk ketidakadilan ekologis. Sebab, yang berhak atas subsidi energi adalah energi baru terbarukan, bukan energi fosil seperti BBM, apalagi BBM dengan kadar oktan yang rendah.
5. Pemerintah diharapkan mengembangkan transportasi umum yang baik, nyaman, murah, sehingga ketika terjadi migrasi dari pengguna kendaraan pribadi ke angkutan umum massal, akan menekan tingkat polusi di kota kota besar, khususnya Jakarta.
6. Harus ada kebijakan berupa insentif dan disinsentif bagi warga. Sebagai contoh, bagi kendaraan yang tidak lulus uji emisi, maka bisa dikenakan tarif parkir progresif dan lebih mahal. Hal ini sudah mulai diujicobakan di Jakarta. Daerah lain bisa menerapkan hal yang sama.
7. Upaya pemerintah untuk mempromosikan kendaraan listrik, belum cukup efektif untuk mengurangi polusi di Jakarta. Sebab jumlahnya masih minimalis jika dibandingkan jumlah kendaraan bermotor yang berbasis bensin. Oleh karena itu, yang mendesak untuk mengurangi polusi di Jakarta adalah migrasi ke angkutan umum, dan mengganti atau menggunakan bahan bakar yang berkualitas baik dan ramah lingkungan.