Gelar Webinar, Klinik Hayandra Perkenalkan Teknologi HY-Gene

Kanker tercatat sebagai salah satu penyakit tidak menular yang memiliki angka kematian tertinggi di dunia, bersama dengan penyakit jantung dan kardiovaskular, serta diabetes melitus. Pada 2014, World Health Organization (WHO) merilis data bahwa terdapat 14 juta kasus baru dengan 1 dari 6 orang penderita kanker meninggal dunia.

Oleh karena itu, pada hari ini (9/8), Klinik Hayandra menggelar kesehatan bertajuk “Penatalaksanaan Terkini Kanker Payudara dan Kanker Kolorektal”. Pada kesempatan ini, sejumlah pembicara dihadirkan. Di antaranya, Imam Rosadi, M.Si, Scientific Director HayandraLab Jakarta; Dr. dr. Sonar S. Panigoro, SpB(Onk), M.Epid, MARS, Kepala Departemen Medik Ilmu Bedah FKUI-RSCM yang juga konsultan di Klinik Hayandra; dr. Fajar Firsyada, SpB, KBD, Kepala SMF Bedah Digestif dari RS Kanker Dharmais; dan Dr. dr. Karina, SpBP-RE, doktor bidang ilmu biomedik sekaligus CEO Klinik Hayandra dan HayandraLab.

Selain mengedukasi masyarakat tentang pentingnya pencegahan penyakit kanker, melalui webinar kesehatan ini, Klinik Hayandra juga memperkenalkan teknologi HY-Gene yang dapat mendeteksi dini kanker pada DNA. Teknologi ini sudah dimiliki Klinik Hayandra.

Diungkapkan Imam, setiap individu memiliki variasi DNA, dimana sebagian dari variasi tersebut berpotensi meningkatkan risiko kanker. Guna meredam tingginya risiko kanker, maka perlu dilakukan pencegahan dengan mendeteksi kanker melalui pemeriksaan DNA.

“Salah satu teknologi mutakhir untuk deteksi dini kanker pada DNA adalah menggunakan teknologi HY-Gene, genetic-related disease test dari HayandraLab, yang merupakan teknik in house pertama di Indonesia yang menerapkan Next Generation Sequencing (NGS) yang berasal dari California, Amerika Serikat,” paparnya.

Metode NGS ini, lanjut Imam, telah digunakan oleh banyak negara maju untuk Human Genome Project (HGP). Teknologi yang digunakan oleh HayandraLab ini sangat sensitif dan akurat untuk mendeteksi adanya mutasi yang terkait dengan penyakit pada DNA. Dengan teknik ini, DNA akan dibaca berulang sebanyak 300 kali agar menghasilkan hasil yang valid dan lebih reliable atau dapat dipercaya.

“Hanya dengan 3 mL darah, DNA dapat dianalisis dan potensi risiko terhadap 74 jenis kanker serta lebih dari 40 sindrom dan disorder pada tubuh dapat diketahui. Hasil analisis ini tentunya akan membantu masyarakat untuk melakukan langkah pencegahan secara dini,” yakin Imam.

Sementara itu, menurut Dr. Sonar, penting untuk melakukan deteksi dini pada kanker payudara. Pada saat kanker terdeteksi secara klinis, jumlah sel kanker biasanya sudah melebihi 1 miliar sel. Dengan deteksi dini, diharapkan kanker payudara ditemukan pada stadium awal, sehingga penderita dapat terhindar dari tindakan kemoterapi dan radiasi.

Adapun kanker kolorektal, merupakan jenis kanker lain yang menempati urutan ke-3 dalam hal insidens, namun merupakan penyebab kematian akibat kanker ke-2 tertinggi di dunia. dr. Fajar Firsyada menegaskan, terapi kanker kolorektal yang sudah menyebar (metastasis) menjadi lebih kompleks serta harus menimbang banyak hal, seperti usia, penyakit penyerta, pertimbangan operasi atau tidak operasi, serta jenis obat adjuvant mana yang dapat diberikan. “Pemeriksaan biomarker dapat membantu mengoptimalkan pemilihan terapi, mengurangi efek samping obat-obatan, meningkatkan kualitas hidup serta meningkatkan kepatuhan berobat,” ujarnya.

Sejatinya, kanker merupakan penyakit yang memerlukan berbagai macam modalitas terapi. Dr. Karina menegaskan, multimodalitas terapi ini dipelajari saat berupaya mengobati ibundanya yang terkena kanker di tahun 2006. Salah satu yang dipelajarinya di Jepang adalah mengenai sel pertahanan tubuh (sel imun), di mana berbagai sel imun alami seperti sel T, sel NK, dan sel NKT dari darah penderita sendiri (terapi autologus), ternyata bisa diaktifkan dan diperbanyak di laboratorium cGMP seperti HayandraLab.

“Sel imun yang aktif dan dalam jumlah yang cukup akan sangat membantu penderita kanker padat (solid cancer), termasuk saat melakukan terapi terstandar seperti operasi, kemoterapi dan radiasi. Teknik Immune Cell Therapy (ICT) yang diambil alih dari Jepang ini juga telah dibuktikan oleh tim HayandraLab lebih superior dalam mencapai hasil akhir berupa jumlah sel imun dan keaktifan yang lebih tinggi, dibandingan dengan beberapa teknik dari negara lain seperti Amerika dan Kanada. Bahkan setelah dilakukan pengulangan terapi, jumlah sel imun yang meningkat tersebut masih mampu dipertahankan sampai 1 tahun setelah terapi. Hal ini tentunya sangat berguna dalam mencegah rekurensi dari kanker tersebut,” pungkasnya.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)