SINGLE & GEN Z: PIONIR EKONOMI MASA DEPAN ASIA

Di Asia Tenggara, Gen Z dan kaum single tak hanya meredefinisi independensi, tapi juga mengarahkan roda ekonomi dengan gaya hidup digital dan konsumsi berkelas. Inovasi dan kebebasan pribadi kini menjadi dua sisi mata uang yang sama, menggelitik pasar dengan dinamika konsumsi yang tak terduga.

.

.

Zaman telah berubah, dan demikian pula perilaku konsumen di Asia Tenggara, khususnya di kalangan Gen Z dan mereka yang memilih untuk single. Menurut riset dari Bain and Co., inovasi digital dan pilihan gaya hidup independen memainkan peran penting dalam menentukan tren konsumsi masa depan.

Gen Z, dengan semangatnya yang tinggi dan keterlibatan aktif dalam dunia digital, menjadi pemain kunci dalam menentukan arah pasar e-commerce dan digital marketing. Sementara itu, kaum single, baik yang muda maupun yang lebih tua, menunjukkan kecenderungan untuk mengutamakan kualitas hidup dan kemudahan dalam konsumsi, menciptakan peluang baru bagi pasar untuk menyesuaikan penawaran mereka.

Ini adalah era di mana kebebasan pribadi dan pilihan teknologi membentuk ekonomi seperti belum pernah terjadi sebelumnya (www.theasianaffairs.com)

Pola konsumsi generasi muda khususnya mereka yang memilih untuk single atau menunda pernikahan mengalami perubahan signifikan. Berdasarkan riset PwC, trend ini dipercepat oleh dampak pandemi yang mengubah kebiasaan hidup menjadi lebih digital dan mandiri.

Banyak dari kalangan muda ini, yang juga mencakup kaum profesional, memprioritaskan karier dan memanfaatkan penghasilan mereka untuk kebutuhan pribadi yang berorientasi pada kualitas dan kemudahan. Ini termasuk investasi pada kesehatan, hiburan, dan hobi seperti kegiatan DIY atau berkebun.

Terdapat optimisme dalam pengeluaran walaupun ada pengurangan pendapatan, yang menunjukkan adanya fokus pada peningkatan kualitas hidup yang lebih besar daripada sekedar pengumpulan harta melalui pernikahan dan keluarga di usia muda​

Bila ditelisik lebih jauh, terhadap perilaku konsumen single di Indonesia yang menunda pernikahan, kita temukan sebuah paradoks. Di satu sisi, perilaku konsumsi mereka yang cenderung hedonis—dengan peningkatan belanja pada kesehatan hingga 77% dan hiburan sebesar 54%—menunjukkan kebebasan finansial dan penekanan pada kualitas hidup pribadi​​.

Namun di sisi lain, fenomena ini mungkin mencerminkan sebuah gambaran lebih besar dari ketidakpastian ekonomi yang menyebabkan keengganan untuk berkomitmen pada institusi pernikahan. Lebih jauh lagi, pertumbuhan ekonomi yang diangkat oleh konsumen ini bisa jadi hanya sementara jika tidak diikuti dengan investasi jangka panjang yang lebih stabil seperti pembelian rumah atau pendidikan anak, yang tradisionalnya berkaitan dengan pembentukan keluarga.

Ini menimbulkan pertanyaan: apakah tren ini sustainable bagi pertumbuhan ekonomi jangka panjang negara, atau hanya fenomena sesaat yang mengandalkan gratifikasi instan tanpa memperhitungkan konsekuensi jangka panjangnya?

https://www.theasianaffairs.com/gen-z-and-singles-leads-southeast-asias-consumer-landscape/

https://www.pwc.com/id/en/media-centre/press-release/2020/indonesian/pesatnya-perubahan-perilaku-konsumen-di-tahun-2020-mendorong-perubahan-tren-digital-kesehatan-dan-keberlanjutan.html

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)