Sejatinya, untuk menjembatani kesenjangan antara pendidikan PR dan ekspektasi industri, diperlukan kolaborasi yang kuat antara akademisi, stakeholders, dan pemerintah. Kolaborasi ini bisa menjadi penghubung antara dunia pendidikan dengan kebutuhan industri secara lebih baik. Karakteristik bidang PR yang terus berkembang mengharuskan kurikulum pendidikan yang diselaraskan dan diperbarui setiap tahun, untuk memastikan bahwa lulusan sepenuhnya siap untuk memenuhi tuntutan profesi dan berhasil dalam karir mereka.
Selain itu, kurikulum PR perlu diperbarui agar selaras dengan kebutuhan industri. Hal ini bisa terwujud apabila institusi akademis dan asosiasi pendidikan (seperti ASPIKOM), profesional industri, asosiasi profesional (seperti PRCA dan Perhumas), dan alumni bekerja sama.
Bahkan, Asosiasi industri PR harus didorong untuk memberikan kontribusi signifikan dengan menerbitkan ikhtisar tahunan yang memberi gambaran lengkap mengenai perkembangan serta inovasi terkini di bidang PR.
"Ikhtisar ini bisa digunakan sebagai media bagi asosiasi untuk menampilkan dan berbagi praktik PR terbaik, dengan menekankan keterampilan utama yang dibutuhkan. Misalnya dengan menyelenggarakan konferensi khusus, mempertemukan pemangku kepentingan utama untuk memaparkan ikhtisar, berdiskusi dan beraksi," urainya.
Termasuk media massa dan media komersial, juga memiliki peran penting dalam menghubungkan pendidikan PR dengan ekspektasi industri. "Mereka bisa membagikan informasi mengenai tren dan inovasi PR melalui pemberitaan maupun event di media tersebut. Dengan begitu, media dapat mendorong institusi pendidikan untuk memperbarui kurikulum agar tetap relevan dan aplikatif," tutup Harry.
