MIX.co.id - Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) mengungkapkan bahwa pada 2017 terdapat 8 juta orang dengan gangguan penglihatan, termasuk di dalamnya 1,6 juta kasus kebutaan. Dari angka kebutaan tersebut, sekitar 1,3 juta atau 81,2 persen diakibatkan oleh katarak.
Tak hanya berdampak pada kesehatan, gangguan penglihatan berpengaruh besar juga pada ekonomi. Analisis Lancet Global HealthCommissionon Global EyeHealth mengungkapkan bahwa gangguan penglihatan menyebabkan kerugian produktivitas, yang setara dengan US$ 410,7 miliar per tahun.
“Individu dengan gangguan penglihatan, apalagi yang buta, lebih berisiko kehilangan kesempatan untuk bekerja dan menjalankan aktivitas ekonomi. Tak hanya itu, mereka juga bisa terkendala dalam membaca dan belajar, sampai risiko yang fatal karena kesulitan berkendara. Karenanya, kesehatan mata sangat relevan dan berpengaruh kuat dalam perwujudan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau sustainable Development Goals (SDGs) yang ditetapkan PBB," urai DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K), Spesialis Mata Subspesialis Bedah Katarak & Refraktif JEC Eye Hospitals &Clinics.
Untuk mendukung SDGs, lanjutnya, ketersediaan layanan kesehatan mata yang memadai dan mumpuni sangatlah krusial. Termasuk, perkembangan keilmuan secara terus menerus guna meningkatkan kualitas penanganan terhadap gangguan penglihatan, khususnya di Indonesia.
Terkait perkembangan keilmuan, Dr. Vidyapati pun menggagas pendekatan baru untuk tindakan operasi katarak dengan menggunakan implantasi Capsular Bag Tension Ring (CTR). Penelitian ini tertuang dalam disertasi berjudul "Peran Capsular Tension Ring Pada Populasi Miopia Tinggi yang Menjalani Fakoemulsifikasi Terhadap Optimalisasi Penglihatan dan Efisiensi Menjaga Kestabilan Area Zonula". Penelitian berlangsung mulai Mei 2019 hingga Juni 2020 dengan melibatkan 51 subjek.
“Penelitian ini bertujuan memberikan solusi bagi penderita katarak dengan miopia tinggi agar memiliki opsi tindakan penanganan yang lebih presisi dan aman. Terlebih pasien dengan miopia tinggi memiliki prevalensi 62% menjadi katarak pada usia lebih dini, bahkan dalam rentang masa produktif. Dengan penanaman CTR yang tepat, pasien dapat terbebas dari penyakit katarak dan penglihatannya kembali optimal. Dengan demikian, pasien dapat kembali mandiri dan produktif,” lanjutnya.
Fokus terhadap penanganan katarak di Indonesia juga mendorong JEC untuk menghadirkan layanan yang dapat diandalkan. JEC melalui fasilitas JEC Cataract & Refractive Surgery Service, sejak 1984, menghadirkan layanan komprehensif dan modern bagi pasien katarak. Mulai dari tahapan edukasi dan konsultasi, diagnostik, serta tindakan medis hingga bedah.
Tak hanya didukung teknologi yang mutakhir, JEC Cataract & Refractive Surgery Service diperkuat 31 dokter spesialis katarak dan tenaga medis mumpuni. Dalam tiga tahun terakhir, JEC telah menangani sekitar 50.000 tindakan operasi katarak.
Mubadiyah, S.Psi, MM, Kepala Divisi Markom JEC Eye Hospitals and Clinics, menegaskan, “Selama 38 tahun JEC Eye Hospitals and Clinics terus melakukan improvement layanan Kesehatan mata. Kami terus mengembangkan layanan berdasarkan temuan-temuan terbaru berbasis sains yang progresif untuk memberi solusi pada tantangan yang tengah dihadapi masyarakat Indonesia. Bersama jajaran praktisi yang mumpuni, seperti DR. Dr. Vidyapati Mangunkusumo, SpM(K), JEC optimis mampu melanjutkan kontribusi kami pada dunia kesehatan mata di Tanah Air."