Kejahatan Keuangan 4.0 Diprediksi akan Makin Berkembang di 2022

MIX.co.id - Studi IDC yang dilakukan bersama GBG tentang “Next Gen Financial Crime Management Solution” menunjukkan bahwa kejahatan identitas dan pencucian uang akan terus menjadi ancaman bagi industri. Sementara itu, meningkatnya perdagangan mata uang kripto berpotensi untuk meningkatkan risiko penipuan di pasar tersebut.

Oleh karena itu, GBG, perusahaan teknologi global dalam bidang identitas digital, merilis empat hal terkait tindak kejahatan dan penipuan finansial digital. Keempat tindak kejahatan berbasis finansial digital ini diprediksi akan berkembang dalam industri perbankan dan jasa keuangan di tahun 2022.

Pertama, tindak penipuan akan tumbuh dalam wujud teknologi canggih maupun rendah. Kejahatan Keuangan 4.0 juga akan terus tumbuh dan berkembang di tahun 2022, terutama dengan semakin banyaknya bank dan layanan keuangan yang merilis produk atau layanan digital baru, seperti pertukaran kripto dan penawaran pinjaman.

Memanfaatkan sumber daya manusia (SDM) di negara-negara dengan biaya rendah, para penipu berteknologi rendah dan psikologis tinggi ini akan mempercanggih phishing bot otomatis yang membuat para penyedia solusi manajemen kejahatan finansial maupun konsumen kesulitan untuk membedakan antara mana informasi yang sah dan berbahaya. Selain itu, meningkatnya keterampilan rekayasa sosial, contohnya kasus penipu yang berpura-pura menjadi penasihat keuangan di Australia, akan semakin memperparah situasi keamanan finansial.

Kedua, bank dan lembaga keuangan mengandalkan perluasan dan peningkatan data guna mengatasi semakin canggihnya kejahatan keuangan. Tak heran, jika pembelajaran mesin (Machine Learning) dan kecerdasan buatan (Artificial Intelligence) akan terus menjadi teknologi utama.

Studi yang sama menemukan bahwa bank dan lembaga keuangan telah mengeksplorasi sumber data baru bagi solusi penipuan dan kebijakan mereka, termasuk kecerdasan perangkat dari ponsel dan tablet, pencocokan identitas media sosial dan jaringan profesional, serta data telekomunikasi seperti informasi panggilan yang bersifat real-time.

Sumber data yang semakin luas ini memungkinkan bank dan lembaga keuangan memperkuat lini pertahanan mereka terhadap penipu yang meluncurkan serangan dari banyak saluran digital, termasuk situs web, panggilan teks, email, dan aplikasi seluler.

Bank dan lembaga keuangan juga akan mempertimbangkan untuk bekerja sama dengan data pihak ketiga melalui vendor. Hal ini akan melengkapi model machine learning dan artificial intelligence mereka dengan kemampuan prediksi yang lebih kuat guna mencegah dan melindungi institusi dari bentuk kejahatan finansial dan penipuan yang baru maupun berkembang.

Ketiga, bank dan lembaga keuangan lebih memilih untuk membeli dan menyewa sistem manajemen kejahatan keuangan dibanding membangun sendiri. Memasuki tahun yang baru, diprediksi bahwa minat bank dan lembaga keuangan terhadap kepemilikan penuh dan membangun sistem internal dari nol dalam memerangi penipuan, akan mengalami penurunan.

Studi IDC menemukan bahwa 76,8% bank dan lembaga keuangan lebih memilih untuk membeli solusi manajemen kejahatan finansial atau memanfaatkan jasa dari penyedia solusi untuk memerangi sumber penipuan di masa depan, meningkat dari 63% pada saat ini.

Bank dan lembaga keuangan semakin melihat penyedia solusi manajemen kejahatan finasial sebagai mitra konsultatif dan mempercayai mereka untuk menyediakan tinjauan sistem berkala, manajemen yang lebih baik, dan pemantauan secara terus-menerus.

Selain itu, bank dan lembaga keuangan juga mengandalkan efektifitas vendor-vendor tersebut untuk mengimplementasikan solusi manajemen kejahatan finansial mereka dengan lebih cepat dibanding menunggu hingga sistem deteksi dan pencegahan penipuan selesai dibangun.

Keempat, opsi cloud publik meningkat di kalangan bank dan lembaga keuangan di Asia Pasifik dan Indonesia. Terbukti, menurut studi IDC, 68% dari bank dan layanan keuangan yang saat ini menggunakan solusi lokal yang dikelola oleh tim TI internal , diprediksi untuk beralih ke solusi berbasis cloud di 2022. Selain itu, studi ini juga menunjukan bahwa adopsi cloud publik, yang dikelola oleh vendor internal, akan mencapai 66% dari seluruh bank dan lembaga keuangan, yang mana angka tersebut naik dari 53% pada saat ini.

Diungkapkan Dev Dhiman, Managing Director APAC at GBG, “Setelah memasuki fase digitalisasi, bank dan lembaga keuangan perlu mempertimbangkan strategi investasi manajemen kejahatan keuangan dengan lebih berhati-hati.”

Pada dasarnya, menurut Dev, perlu adanya pendekatan yang lebih berkelanjutan dan holistik dalam hal memastikan bahwa sumber daya TI memadai. Dalam hal ini, memiliki skalabilitas yang cepat untuk menumbuhkan saluran dan model bisnis baru, serta mampu mengelola kompleksitas tipologi fraud saat ini dan yang akan datang, agar dapat melindungi para nasabahnya dengan lebih baik.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.

Sign In

Get the most out of SWA by signing in to your account

(close)

Register

Have an account? Sign In
(close)