MIX.co.id - Pasar crypto terus bertumbuh di Indonesia. Merujuk data Badan Pengawas Berjangka Perdagangan Komoditi (BAPPEBTI), jumlah pengguna crypto mencapai 20 juta investor crypto, dengan total transaksi mencapai Rp 211,1 triliun pada tahun 2024.
Sayangnya, di balik peningkatan tersebut, masih banyak sekali tantangan yang dihadapi oleh semua pihak terkait edukasi hingga regulasi. Guna menjawab hal tersebut, PT Pintu Kemana Saja (PINTU) bersama dengan BAPPEBTI menggelar diskusi dalam program Pop-In Podcast PINTU bertajuk, “Langkah Bappebti Kembangkan Pasar Crypto Indonesia”.
Dalam siaran pers yang diterima MIX, Tirta Karma Senjaya, Kepala Biro Pembinaan dan Pengembangan Perdagangan Berjangka Komoditi (PBK) BAPPEBTI, menerangkan, “BAPPEBTI dipercaya oleh pemerintah untuk meregulasi aset crypto menyoroti aspek yang masih menjadi tantangan industri. Pertama, terkait ruang lingkup investasi crypto dari hulu ke hilirnya sangat luas, sehingga hal ini menjadi tantangan yang cukup besar untuk kami bisa meregulasi secara baik. Kendati demikian, juga tetap memberikan ruang eksplorasi dan inovasi bagi industri maupun pendukung ekosistemnya, serta memberikan keamanan dan kenyamanan investasi bagi para investor."
Lebih jauh ia menjelaskan, BAPPEBTI melihat tantangan tersebut menjadi tanggung jawab bersama, khususnya pemerintah agar bisa mengatur terkait dengan penggunaan blockchain ini. "Sebab, kami yakin dari sisi hulu ini akan memberikan keuntungan besar bagi Indonesia jika dikembangkan lebih jauh lagi. Tentu saja kami akan menggandeng pemerintah dan kementerian lembaga terkait supaya bersama-sama membangun industri crypto dari hulu ke hilir,” ucapnya.
Malikulkusno Utomo (Dimas), General Counsel PINTU, menambahkan, ada dua tantangan yang dihadapi oleh industri crypto Indonesia dari sisi pedagang. Tantangan pertama, senada dengan pernyataan dari BAPPEBTI mengenai aturan dari hulu hingga hilir. "Karena kita tahu investasi crypto bergerak sangat cepat dan dinamis dengan berbagai use cases yang muncul setiap harinya. Investasi perdagangan spot hanyalah salah satu produk, sementara banyak hal lain seperti Decentralized Finance (DeFi), NFT, Web3, dan produk crypto lainnya yang menjadi tantangan seluruh pihak,” lanjutnya.
Tantangan kedua, mengenai edukasi di tengah meningkatnya jumlah investor dalam waktu cepat. "Kami di PINTU memiliki komitmen untuk terus melakukan edukasi kepada masyarakat yang sudah bisa dilihat dari berbagai kegiatan komunitas seperti webinar, roadshow ke berbagai kampus, dan memanfaatkan berbagai platform seperti Pintu Academy. Namun, kami justru melihat ada sarana lain untuk edukasi, yaitu langsung mencoba berinvestasi crypto. Hal tersebut tidak hanya dapat mendorong penetrasi investor crypto Indonesia, namun menjadi bagian dari perjalanan self-learning investor itu sendiri bahwa terdapat berbagai risiko di dalam investasi crypto. Jadi investor yang sudah mencoba diharapkan secara perlahan melakukan riset hingga menentukan profil risiko dan alokasi persentase dana yang akan diinvestasikan ke aset crypto,” urai Dimas.
Berdasarkan survei yang dilakukan oleh Coinvestasi kepada 1086 responden pada Desember 2023 sampai Januari 2024 yang dipublikasikan oleh Indonesia Crypto Network berjudul “Latest Survey: 5 User Behaviors of Indonesian Crypto Investor” mengungkapkan, dana alokasi masyarakat Indonesia untuk berinvestasi crypto sebesar 53% menghabiskan lebih dari Rp 500 ribu.
Diimbuhkan Tirta, di tengah berbagai tantangan yang ada, pada kuartal-I 2024, ada lima besar aset crypto yang mendominasi perdagangan crypto di Indonesia, yakni USDT, BTC, PEPE, SHIBA INU, dan DOGE. Terdapat pergeseran pilihan aset dibandingkan dengan kuartal-IV 2023 lalu di mana koin seperti RNDR dan SOLANA ada di lima besar aset yang diperdagangkan bersandingan dengan BTC dan ETH.
"Fenomena ini menjadi tantangan bagi kami agar tetap memberikan edukasi menyeluruh bagi investor crypto, menyiapkan ekosistem yang memberikan keamanan, dan mengimbau para pedagang crypto untuk menjaga kekondusifan dan stabilitas layanan," pungkas Tirta.